Sabtu, 11 Desember 2010

Formulir Registrasi Obat Tradisional

link formulir registrasi obat tradisional
silahkan didownload :D

Hormon Steroid

A. PENDAHULUAN
Hormon adalah senyawa yang secara normal dikeluarkan oleh kelenjar endokrin atau jaringan tubuh dan dilepakan ke peredaran darah, menuju jaringan target, berinteraksi secara selektif dengan reseptor khas atau senyawa tertentu dan menunjukkan efek biologis.
Hormon dibagi menjadi dua kelompok, yakni :
a. Hormon kelenjar, yaitu homon yang dikeluarkan oleh kelenjar-kelenjar endokrin, seperti kelenjar adrenalis, pituitari, tiroid, pankreas dan gonad.
b. Hormon jaringan, yaitu hormon yang dihasilkan oleh jaringan, misalnya histamin, noradrenalin dan serotonin.
Hormon mempunyai struktur kimia bervariasi, seperti steroid, peptide, turunan asam amino aromatik dan asam lemak. Beberapa contoh penting hormon yang mengandung inti steroid adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar adrenalis bagian kortek. Korteks adrenalis dibedakan menjadi tiga daerah histologis, yaitu :
1. Lapisan terluar (gromerular), mengeluarkan mineralokortikoid, seperti aldosteron dan deoksikortikosteron, yang berfungsi mengatur kesetimbanagn elektrolit dan air terutama pada proses absorbsi kembali natrium di tubulus distalis.
2. Lapisan tengah (fasikular), mensintesis glukokortikoid, seperti kortison dan hodrokortison yang berfungsi pada proses metabolisme karbohidrat, anti radang, anabolik dan penekan kortikotropin. Secara umum hormon ini dapat meningkatkan ketersediaan glukosa, merangsang katabolisme protein dan lipolisis.
3. Daerah dalam (retikular) mengeluarkan hormon kelamin seperti androgen dan progestin.

B. ISI

Hormon steroid berasal dari kolesterol dan berstruktur inti perhidrosiklopentanolfenantren yang terbagi atas tiga cincin sikloheksana. Senyawa steroid terdapat pada hewan, tanaman tingkat tinggi bahkan terdapat pula pada beberapa tanaman tingkat rendah seperti jamur (fungi). Steroid banyak terdapat di alam tetapi dalam jumlah yang terbatas dan mempunyai aktivitas biologis, yang mempunyai karakteristik tertentu yaitu seperti 1) substitusi oksigen pada atom C-3 yang merupakan sifat khas steroid alam 2) subsitusi gugus metil angular pada atom C-10 dan C-13 yang dikenal dengan atom C-18 dan C-19, kecuali pada senyawa steroid dengan cincin A berbentuk benzenoid, seperti pada kelompok esterogen. Mendengar kata steroid, anabolic steroid, obat perangsang meningkatnya metabolisme hormonal tubuh manusia sehingga menjadi lebih kuat. Steroid ini di dalam dunia olahraga sering menimbulkan kontroversi, mengingat prestasi seseorang dapat meningkat dengan mengkonsumsinya, sementara di pihak lain, konsumsi steroid dapat menimbulkan efek samping bagi kesehatan manusia. Baik yang terdapat di tumbuhan maupun di hewan, merupakan hormon yang larut dalam lemak, dan mempunyai struktur basa tetrasiklo. Struktur basa memiliki empat cincin yang saling terpaut dan terdiri dari tiga cincin sikloheksan dan siklopentan tersintesis dari asetil CoA melalui jalur asam mevalonik di dalam metabolisme sel tumbuhan. Perbedaan pre-kursor di jalur asam mevalonik, dalam biosintesis steroid pada tumbuhan dan hewan menghasilkan produk steroid yang berbeda, pada tumbuhan menghasilkan brassinolide dan pada hewan menghasilkan kolesterol, dan yang lain lagi pada cendawan menghasilkan ergosterol.







Mekanisme Umpan Balik Hormon Steroid
Hipotalamus(di bawah pusaran rambut)
Faktor pembebas hormone
Pituitary anterior
Hormone tropic
Gonad atau korteks adrenal
Hormone steroid
Jaringan target
• Mekanisme umpan balik berjalan sangat konsisten

Mekanisme pengaturan umpan balik ini akan menjadi masalah(dalam pemberian hormon steroid dari luar) :
Misal : pengobatan kortikosteroid jangka panjang mengakibatkan penyusutan korteks adrenal,kemampuan sebagai penghasil hormon akan terhenti/terganggu dan bersifat irreversible.
Gangguan korteks adrenal  penyakit hormon
Produksi lebih gangguan pertumbuhan kelamin seks wanita menjad
kelaki-lakian
Kegemukan tidak normal
(Gunawan, 2005)

Bagaimana hormon steroid bekerja?
Hormon steroid memiliki sifat lipid soluble sehingga dapat dengan mudah menembus membran sel menuju sitoplasma. Di sitosol hormon steroid berikatan dengan protein reseptor spesifik,membentuk suatu kompleks kemudian masuk ke nukleus dan mengikat specific regulatory sites pada kromosom. Ikatan tersebut mengaktifkan gen yang teregulasi melalui site tersebut kemudian menghasilkan produk berupa protein spesifik ( Laksmindra, 2005).

Hormon steroid dibagi menjadi dua golongan yaitu hormon adrenokortikoid dan hormon kelamin.
1. Hormon Adrenokortikoid
Hormon adenokortikoid merupakan hormon steroid yang disintesis dari kolesterol dan diproduksi oleh kelenjar adrenalis bagian korteks. Pengeluaran hormon ini dipengaruhi oleh adreno cortico tropin hormon (ACTH) yang berasal dari pituitary anterior. Hormon ini disebut pula dengan nama adrenokortikosteroid, adrenokortikal, kortikosteroid atau kortikoid. Beberapa fungsi fisiologinya behubungan dengan sistem kardiovaskular dan darah, sistem sraf pusat, otot polos dan stress.
Hormon adrenokortikoid dibagi menjadi dua kelompok yaitu hormon mineralokortikoid dan glukokortikoid.
a. Hormon mineralokortikoid
Hormon ini terutama digunakan untuk pengobatan penyakit Addison kronik, suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan fungsi kelenjar adrenalis karena sesuatu hal, mis: Tumor kelenjar, sehingga produksi hormon menurun. Karena penyakit Addison sukar disembuhkan, maka pengobatan dapat berlangsung seumur hidup. Hormon ini dapat meningkatkan pemasukan ion natrium dan pengeluaran kalium ditubulus ginjal.
Mekanisme kerja hormon mineralokortikoid berhubungan dengan metabolisme elektrolit dan air. Hormon ini memelihara fungsi normal ginjal, yaitu dengan mengatur pemasukan ion natrim dan pengeluaran ion kalium. Pada tingkat molekular, hormon berinteraksi membentuk kompleks terpulihkan degan resptor khas yang terdapat pada bagian inti ginjal. Pembentukan kompleks tersebut merangsang sintesis RNA dan enzim yang diperlukan untuk pengangkutan aktif ion Na, menghasilkan efek mineralokortikoid. Contoh hormon mineralokortikoid adalah : Aldosteron, Deoksikortikosteron dan Fludrokortison.
b. Hormon Glukokortikoid
Hormon glukokortikoid mempunyai efek antiradang dan digunakan untuk pengobatan kelainan pada jaringan kolagen, kelainan hematologist (leukemia) dan pernafasan (asma), untuk pengobatan rematik, pengobatn rematik karena alergi tertentu, seperti dermatologis yang berat, penyakit saluran cerna dan penyakit hati. Hormon glukokortikoid efektif untuk pengobatan penyakit schock Addison, sembab otak, hiperkalsemia dan miastenia gravis. Hormon glukokortikoid dapat berbahaya bila digunakan secara tidak tepat. Penggunaan jangka panjang menyebabkan efek samping cukup berat, seperti hipokalemia, tukak lambung, penekanan pertumbuhan, osteoporosis, muka bulat, penekanan sekresi kortikotropin, atropi kulit, memperberat penyakit diabetes mellitus, mudsh terkena infeksi, glaucoma, hipertensi, gangguan menstruasi, dan perubahan mental dan tingkah laku. Penghentian pengobatan secara tiba-tiba menyebabkan ketidakcukupan adrenal yang akut, dan menimbulkan gejala withdrawal, seperti otot menjadi lemah, nyeri otot, demam, perubahan mental, muia, hipoglikemi, hipotensi, dehidrasi dan bahkan kadang-kadang menyebabkan kematian. Oleh karena itu pada pengobatan jangka panjang dengan glukokortikoid, penghentian obat harus dilakukan dengan mengurangi dosis secara bertahap.
Mekanisme kerja hormon glukokortikoid berhubungan dengan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak serta dapat merangsang sintesis glukosa dan glikogen. Efek anti radang hormon glukokortikoid berhubungan dengan kemampuannya untuk merangsang biosintesis protein lipomodulin, yang dapat menghambat kerja enzimatik fosfolipase A2 sehingga mencegah pelepasan mediator proses peradangan, yaitu asam arakhidonat dan metabolitnya, seperti prostaglandin, leukotrien, tromboksan dan prostasiklin. Glukokortikoid dapat memblok jalur siklooksigenase dan lipooksigenase, sedangkan NSAID hanya mengeblok jalur siklooksigenase. Hal ini dapat dijelaskan mengapa glukokortikoid mempunyai aktivitas antiradang yang lebih besar dibanding NSAID.
Contoh obat-obat yang termasuk ke dalam horman kortikosteroida adalah sbb :
-Kortison asetat -Hidrokortison -Prednison -Prednisolon
-Metil prednisolon -Parametason -Triamniolon -Fluokortolon
-Betametason -Deksametason
Modifikasi molekul telah dilakukan pada kortikosteroid alami dan sudah banyak dihasilkan obat-obat yang sangat berguna untuk pengobatan berbagai macam penyakit.
Hubungan struktur dan aktivitas hormon kortikosteroid dijelaskan sebagai berikut :
a. Secara umum, karakteristik struktur yang penting dari kortikosteroid adalah ikatan rangkap C4-C5, gugus keton pada C3, dan rantai samping 17β-ketol (-COCH2OH) karena dapat menunjang aktivitas.
Sejumlah senyawa yang tidak mempunyai system C3-keto masih mempunyai aktivitas cukup besar sehingga diduga gugus ini kecil sumbangannya terhadap kekhasan interaksi obat-reseptor.
b. Pada konsep interaksi obat-reseptor, cincin C dan D lebih penting dibanding cincin A dan B.
c. Substitusi gugus 21-OH dengan fluorin (F) meningkatkan aktivitas gluko dan mineralokortikoid, tetapi substitusi dengan gugus Cl atau Br akan menghilangkan aktivitas.
d. Adanya substituen 2α-CH3, 9α-F, 21-OH dan 9α-Cl meningkatkan aktivitas glukokortikoid dan mineralokortikoid.
e. Mineralokortikoid pada umumnya tidak mengandung gugus !!-OH dan 17-OH. Adanya substituen OH secara umum menghilangkan aktivitas mineralokortikoid.
f. Pada umumnya substitusi gugus F, Cl dan Br pada posisi 9α meningkatkan aktivitas mineralokortikoid dengan urutan F>Cl>Br, demikian pula substitusi pada posisi 12α-F.
g. Adanya ikatan rangkap pada posisi C1-C2 dan substituen pada 6α-Cl, 16α-OH, 16α-OCH3, 16α-CH3, 16β-CH3, 17α-OH, 17α-CH3 dan 16α,17α-ketal menurunkan secara bermakna aktivitas mineralokortikoid.
Contoh : parametason, triamsinolon, fluosinolon, deksametason dan betametason, tidak menimbulkan efek retensi Na.
h. Secara umum struktur hormon glukokortikoid mengandung gugus keton atau β-hidroksi pada C11 dan gugus α-OH pada C17. Gugus 11β-OH ini sangat penting untuk interaksi obat-reseptor.
Contoh : kortison, tidak aktif pada in vitro tetapi aktif pada in vivo, oleh karena pada in vivo gugus keton pada C11 direduksi menjadi gugus hidroksi (hidrokortison) sehingga senyawa dapat berinteraksi secara serasi dengan reseptor. Demikian pula prednison, secara in vivo direduksi menjadi prednisolon.
i. Pemasukan gugus α-CH3 pada posisi 2, 6 dan 16 meningkatkan aktivitas glukokortikoid.
Pemasukan gugus 2α-CH3 meningkatkan aktivitas glukokortikoid oleh karena pengaruh halangan ruangnya dapat mencegah reduksi gugus 3-keton, baik pada in vitro maupun iv vivo.
Contoh : 2α-metilhidrokortison, mempunyai aktivitas glukokortikoid lebih tinggi dibanding hidrokortison.
j. Substitusi pada posisi 4α, 7α, 9α, 11α dan 21 menurunkan aktivitas.
k. Pemasukan gugus α-OH pada posisi 1,6,7,9,14 dan 16 atau reduksi gugus 20-keton juga menurunklan aktivitas glukokortikoid.
l. Pemasukan substituen 9α-F dapat meningkatkan aktivitas karena :
1. Adanya gugus yang bersifat penarik elektron tersebut dapat menimbulkan efek induksi pada gugus 11β-OH sehingga senyawa menjadi lebih asam dan kemampuan interaksi obat-reseptor, yang melibatkan ikatan hidrogen, menjadi lebih baik.
2. Dapat melindungi gugus 11β-OH dari proses oksidasi metabolic.

2. Hormon Kelamin
Hormon kelamin  umumnya turunan steroid; molekul bersifat planar dan tidak lentur. Kerangka dasar  siklopentanaperhidrofenantren, bersifat rigid
3 aspek stereokimia dari hormon kelamin yang dapat mempengaruhi aktivitas :
a. Letak gugus pada cincin, aksial atau ekuatorial.
b. Posisi gugus pada bidang, konfigurasi α atau ß, dan isomer cis atau trans.
c. Konformasi cincin sikloheksan, bentuk kursi atau perahu.
4 kelompok hormon kelamin :
a. Hormon androgen
b. Hormon estrogen
c. Hormon progestin
d. Obat kontrasepsi

a. Hormon androgen
Hormon androgen  testosteron dan dihidrotestosteron terutama dihasilkan oleh testis, dan dalam jumlah yang lebih kecil oleh korteks adrenalin dan ovarium. Pada laki-laki, hormon androgen mempunyai fungsi fisiologis seperti :
a. mengontrol perkembangan dan pemeliharaan organ kelamin
b. mempengaruhi kemampuan penampilan seksual
c. pertumbuhan tulang rangka dan otot rangka
d. merangsang perkembangan masa pubertas
Penggunaan utama hormon androgen yaitu :
a. pengobatan keadaan ketidakcukupan hormon pada laki-laki (hipogonadisme, hipopituitarisme)
b. impotensi
c. osteoporosis
d. tumor payudara
e. sebagai anabolik steroid untuk meningkatkan pertumbuhan (pada anak-anak) karena mempercepat anabolisme protein
f. merangsang hematopoiesis untuk pengobatan anemia
Kadang dalam dosis rendah digunakan untuk pengobatan dismonerhu, menghambat laktasi dan pengobatan frigiditas pada wanita. Penggunaan hormon androgen sebagai anabolik sering disalahgunakan, misal untuk doping bagi olahragawan.
Efek samping yang ditimbulkan oleh hormon androgen antara lain kelaki-lakian, tumbuh rambut sekunder, mual, berjerawat, hiperkalsemia, gangguan fungsi hati, sembab, dan gangguan siklus menstruasi (pada wanita).

Mekanisme kerja hormon androgen
Hormon androgen dapat meningkatkan transkripsi dan atau translasi RNA khas pada biosintesis protein. Testosteron oleh enzim 5α-reduktase diubah menjadi 5α-dehidrotestosteron dan bentuk aktif ini dpat mengikat reseptor khas yang terdapat pada testis, prostat, hipofisis dan hipotalamus. Pengikatan ini menyebabkan perubahan konformasi dan menimbulkan pengaktifan kompleks androgen-reseptor.
Berdasarkan aktivitasnya, hormon androgen dibagi menjadi dua :
1. Senyawa androgenik
Contoh : testosteron, metiltestosteron, fluoksimesteron, mesterolon, dan metandrostenolon.
2. Senyawa anabolic
Contoh : oksimetolon, stanozolol, nandrolon, dan etilestrenol

Struktur umum :



Tabel 1. Modifikasi struktur turunan testosteron
R1 (17)α R2 (17ß) Nama obat
H
OH Testosteron
OH
H Epitestosteron
H
Testosteron propionat
H
Testosteron enantat
CH3
OH Metiltestosteron
CH2CH3
OH Etiltestosteron


Tabel 2. Aktivitas andogenik beberapa hormon androgen
Hormon Androgen μg ekivalen (IU)
Testosteron (17ß-ol) 15
Epitestosteron (17α-ol) 400
17α-Metiltestosteron 25-30
17α-Etiltestosteron 70-100
17α-Metilandrostan-3α, 17ß-diol 35
17α-Metilandrostan-3-on, 17ß-diol 15

Hubungan struktur dan aktivitas
a. Pemasukan gugus 3-keto dan 3α-hidroksi dapat meningkatkan aktivitas androgenik.
b. Gugus 17ß-hidroksi penting dalam hubungannya dengan pengikatan reseptor, oleh karena itu isomer 17ß-hidroksi lebih aktif dibanding 17α-hidroksi.
c. Testosteron, tidak dapat diberikan secara oral karena oleh bakteri usus gugus 17ß-hidroksi akan dioksidasi menjadi 17ß-keto yang tidak aktif.
Testosteron mempuyai waktu paro pendek karena cepat dapat diserap dalam saluran cerna dan cepat mengalami degradasi hepatik.
d. Adanya gugus alkil pada C17α mencegah perubahan metabolisme gugus 17ß-hidroksi sehingga senyawa dapat diberikan secara oral.
Contoh : 17α-metiltestosteron, dapat diberikan secara oral, walaupun aktivitasnya hanya ½ kali aktivitas testosterone bila dibandingkan dengan pemberian secara intramuscular.
Makin panjang rantai C gugus alkil makin menurun aktivitas andogenik dan makin meningkat toksisitasnya.
Contoh : 17α-metiltestosteron lebih aktif dibanding 17α-etiltestosteron.
e. Esterifikasi pada gugus 17ß-hidroksi dapat memperpanjang masa kerja obat. Bentuk eter bersifat lebih nonpolar, lebih mudah larut dalam jaringan lemak dan bila diberikan secara intramuscular dapat menghasilkan respons sampai 2-4 minggu.
Contoh : testosteron propionat, testosteron enantat, testosterone fenilpropionat dan testosteron dekanoat.
Testosteron propionat mempunyai awal kerja cepat dan masa kerja yang lebih pendek dibanding ester-ester lain.
f. Substitusi atom halogen menurunkan aktivitas senyawa androgenik, kecuali substitusi pada atom C4 dan C5.
Contoh : fluoksimesteron, mempunyai aktivitas androgenik 5-10 kali lebih besar dibanding testosteron.
Analog testosteron yang sering digunakan sebagai androgenik antara lain mesterolon dan metandrostenolon.
Metandrostenolon mempunyai aktivitas androgenik sama dengan testosteron.
g. Pemasukan atom C terhibridisasi sp2 pada cincin A membuat cincin menjadi lebih planar dan meningkatkan kerapatan elektron senyawa, dan hal ini akan meningkatkan aktivitas anabolik.
Contoh : oksimetolon, mempunyai aktivitas androgenik : anabolik = 1 : 2,5 dan stanozolol mempunyai aktivitas androgenik : anabolik = 1: 5
h. Hilangnya gugus metil pada C19 (19-norandrogen) juga meningkatkan aktivitas anabolik.
Contoh : nandrolon (nortestosteron) dan etilestrenol, mempunyai aktivitas androgenik : anabolik = 1: 3

Nandrolon tidak mempunyai gugus alkil pada atom C17-α, sehingga gugus 17ß-OH mudah dioksidasi oleh bakteri usus menjadi bentuk keto yang tidak aktif. Oleh karena itu nandrolon hanya diberikan secara intramuscular dalam bentuk ester fenilpropionat atau dekanoat.
Contoh senyawa androgenik :
1. Metiltestosteron dalam sediaan sering dikombinasi dengan vitamin (Androtol, Neo-testophos, Hormoviton), untuk pengobatan impotensi pada laki-laki. Dosis oral : 5 mg 3 dd.
Testosteron enantat (Testoviron-Depot)  obat terpilih untuk hipogonadisme, dan untuk mengembangkan atau memelihara karakteristik seksual sekunder pada pria yang kekurangan androgen. Testosteron enantat merupakan pra-obat dengan masa kerja panjang. Di tubuh obat terhidrolisis secara perlahan-lahan melepaskan tesosteron aktif.
Kadar darah tertinggi dicapai 2-3 hari setelah pemberian intramuscular. Dosis I.M. : 200 mg, tiap 2 minggu atau 400 mg tiap 1 bulan.
Testosteron propionate, mempunyai awal kerja lebih cepat dengan masa kerja yang lebih pendek disbanding ester-ester testosteron lain. Dosis I.M. : 25 mg 3 kali per minggu.
2. Fluoksimesteron (Halotestin), androgen dengan aktivitas tinggi, 5-10 kali lebih aktif dibanding dengan testosterone. Dapat diberikan secara per oral, terutama digunakan untuk pengobatan pria yang kekurangan androgen.
Dosis oral : 2-10 mg per hari.
3. Mesterolon (Proviron), androgen yang dapat digunakan secara oral.
Dosis oral awal : 25 mg 3 dd, untuk pemeliharaan : 25 mg 1 dd.

Contoh senyawa anabolik :
1. Etilestrenol (Orgabolin), selain sebagai anabolik juga digunakan untuk pengobatan penyakit debil yang kronik pada usia lanjut.
Dosis oral : 2 mg 1-2 dd.
2. Nandrolon fenilpropionat (Durabolin), digunakan untuk anabolik pada anak-anak, pengobatan osteoporosis dan penyakit debil yang kronik.
Dosis I.M. : 25-50 mg, setiap minggu.
Nandrolon dekanoat (Deca-durabolin)
Dosis I.M. : 50-100 mg setiap 2-4 minggu
3. Stanozolol (Winstrol), anabolik yang kuat dan dapat diberikan secara oral. Anabolic ini sering disalahgunakan sebagai doping.
Dosis oral : 2 mg 3 dd.
Contoh Obat lainnya
Salah satu contohnya berasal dari kelompok Androsteron yaitu Dehydroepiandrosterone (DHEA). DHEA adalah hormon steroid yang dibuat oleh tubuh manusia. Tingkat DHEA semakin turun dengan usia semakin tua, dan menurun lebih cepat dengan berbagai penyakit termasuk HIV. DHEA dapat membantu fungsi kekebalan, meningkatkan tenaga, dan mengurangi depresi (Ottolenghi et al., 2007).
DHEA adalah sejenis steroid yang dibuat oleh kelenjar adrenal. DHEA bertindak seperti hormon, jadi obat ini disebut sebagai hormon steroid. Hormon adalah senyawa kimia yang dibuat oleh satu bagian tubuh dan dibawa ke bagian lain tubuh, di mana hormon tersebut mempunyai efek khusus. Kelenjar adrenal ditempatkan di atas ginjal.
DHEA adalah steroid yang paling umum pada manusia. DHEA dapat diubah bentuknya dalam tubuh menjadi testosteron (hormon seks laki-laki yang primer), estrogen (hormon seks perempuan yang penting), atau steroid lain (Holmes et al., 1996).

DHEA tidak menunjukkan efek serupa dengan steroid anabolik (yang membangun otot), tetapi ada kemungkinan bahan ini dapat dianggap obat yang harus diawasi secara ketat oleh pemerintah.

Pada orang dewasa yang sehat, tingkat DHEA menjadi paling tinggi pada usia kurang lebih 20 tahun, dan kemudian semakin menurun. Odha dengan lipodistrofi (lihat Lembaran Informasi (LI) 553) mempunyai tingkat DHEA yang sangat rendah.

Manfaat DHEA

Orang dengan berbagai penyakit mempunyai tingkat DHEA yang luar biasa rendah. DHEA dipakai selama kurang lebih 30 tahun terakhir ini untuk mengobati obesitas (tubuh yang sangat gemuk), diabetes, dan lupus. DHEA juga ditemukan dapat memperbaiki tidur. Banyak orang yang pernah memakai DHEA melaporkan lebih banyak tenaga dan rasa nyaman yang tinggi.

Odha Memakai DHEA?
Beberapa Odha memakai DHEA dengan jumlah yang cukup untuk meningkatkan tingkatnya dalam tubuh menjadi normal. Penggunaan ini dapat membantu meningkatkan tenaganya. Beberapa penelitian menemukan bahwa DHEA meningkatkan tingkat IL-2, sebuah pembawa pesan kimia yang meningkatkan pembuatan sel CD4. Lihat LI 482 untuk informasi mengenai IL-2. DHEA juga meningkatkan kemampuan sel CD8 untuk membunuh sel yang terinfeksi. DHEA mungkin membantu memulihkan sistem kekebalan tubuh. Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa DHEA dapat mengurangi depresi pada Odha.

Pemakaian DHEA

DHEA tersedia dengan bentuk “regular”, yaitu DHEA-S (DHEA sulfat). Tubuh kita dapat mengubah DHEA menjadi DHEA-S dan sebaliknya. Seorang dokter di San Francisco, AS yang memakai DHEA pada pasien HIV-positifnya mencoba menahan tingkat DHEA dalam darah yang serupa dengan orang dewasa muda. Hal ini umumnya berarti pasiennya memakai 200mg DHEA sekali atau dua kali sehari.

Ada tes terhadap darah dan air ludah untuk mengukur tingkat DHEA dalam darah. Tes ini dapat membantu menentukan berapa DHEA yang harus dipakai dan apakah tingkatnya sudah sesuai dengan keinginan. Tingkat DHEA berubah-ubah dari pagi sampai sore, jadi sebaiknya kita selalu melakukan tes pada jam yang sama.

Efek Samping

Belum ada efek samping yang tercatat akibat penggunaan DHEA dengan takaran sampai 2.500mg per hari, selain peningkatan akne (jerawat), terutama pada perempuan.

Interaksi DHEA dengan Terapi Lain

Belum ada interaksi yang tercatat antara DHEA dan terapi lain. Karena DHEA secara alamiah berada dalam tubuh manusia, tidak mungkin akan ditemukan interaksi. Adalah mungkin bahwa DHEA dapat mempengaruhi penguraian obat oleh hati, tetapi hal ini belum diteliti.

Keberasilan DHEA?

Ada semakin banyak perhatian ilmiah pada DHEA, dengan lebih dari 100 artikel ilmiah diterbitkan setiap tahun selama empat tahun terakhir ini. Namun, belum ada banyak penelitian yang menunjukkan manfaat pada kesehatan manusia, dan beberapa hasil awal yang baik belum dikonfirmasi dengan penelitian lanjutan.

Belum ada dukungan ilmiah yang kuat untuk memakai suplemen DHEA (menambah tingkat DHEA dalam tubuh di atas tingkat normal). Namun beberapa dokter menganjurkan penggunaan DHEA sebagai pengganti, yang berarti memakai cukup untuk meningkatkan tingkat DHEA yang rendah menjadi normal. Sebuah uji coba klinis Fase II menelitikan efek penambahan DHEA pada Odha.


b. Hormon estrogen
Estrogen adalah hormon kelamin wanita, pada wanita diproduksi oleh ovarium, plasenta dan korteks adrenalis. Pada laki-laki diproduksi oleh testis dan korteks adrenalis. Sebagian besar estrogen alami pada manusia adalah estradiol, estron, dan estriol. Estradiol dikeluarkan oleh ovarium dan segera mengalami dehidrogenasi menjadi estron, kemudian dimetabolisis menjadi estriol dan dikeluarkan melalui urin. Estron adalah hormon estrogen alami yang paling banyak terdapat di dalam darah.
Di klinik hormon estrogen digunakan untuk pengobatan ketidaknormalan system reproduksi wanita, pengobatan karsinoma tertentu seperti tumor prostat dan payudara, dan untuk kontrasepsi oral biasanya dikombinasi dengan hormon progestin.
Estrogen juga sangat berguna untuk pengobatan dismenorhu, amenorhu, endometriosis, menstruasi yang tidak normal, osteoporosis, kegagalan pengembangan ovarium dan untuk mengontrol sindrom sesudah menopausa.
Beberapa indikasi dari estrogen, antara lain:
1. Kontrasepsi. Estrogen sintetik paling banyak digunakan untuk kontrasepsi oral dalam kombinasi dengan progestin.
2. Menopause. Pada usia sekitar 45 tahun umumnya fungsi ovarium menurun. Terapi pengganti estrogen dapat mengatasi keluhan akibat gangguan vasomotor, antara lain hot flushes, vaginitis atropikans dan mencegah osteoporosis.
3. Vaginitis Senilis atau Atropikans. Radang pada vagina ini sering berhubungan dengan adanya infeksi kronik pada jaringan yang mengalami atrofi. Dalam hal ini, estrogen lebih berperan untuk mencegah daripada mengobati.
4. Osteoporosis. Keadaan ini terjadi karena bertambahnya resorpsi tulang disertai berkurangnya pembentukan tulang. Pemberian estrogen dapat mencegah osteoporosis berkelanjuitan atau dapat pula diberikan estriol.
5. Karsinoma Prostat. Karena estrogen menghambat sekresi androgen secara tidak langsung maka hormon ini digunakan sebagai terapi paliatif karsinoma prostat.
Efek samping yang ditimbulkan antara lain mual, gangguan saluran cerna, sakit kepala, ketegangan payudara, spoting, kegemukan, dan troboemboli.
Mekanisme kerja hormon estrogen
Hormon estrogen dapat menyebabkan beberapa efek biologis pada organ sasaran. Pada ovarium merangsang pertumbuhan folikular, pada uterus merangsang pertumbuhan endometrium, pada vagina menyebabkan kornifikasi (pendangkalan) sel epitel, pada serviks dapat meningkatkan sekresi lender dan menurunkan keketalan lendir, dan pada kelenjar pituitary ddapat merangsang pengeluaran gonadotropin. Pengikatan estrogen dengan reseptor khas dalam sitoplasma atau protein di luar inti menyebabkan perubahan bentuk konformasi protein sehingga memudahkan penetrasi komplek estrogen-reseptor ke dalam inti sel. Kompleks kemudian mengikat sisi aseptor di kromosom, memicu sintesis Mrna dan protein sehingga meningkatkan pertumbuhan serta perkembangan jaringan saluran reproduksi.
Berdasarkan sumbernya estrogen dapat dibagi menjadi beberapa kelompok sebagai berikut :
a. Estrogen Steroid
1. Estrogen alami
Contoh : estradiol, estriol, dan estron
2. Estrogen teresterifikasi
Contoh : estradiol benzot, estradiol propionat, esrtradiol valerat, estradiol sipionat dan estradiol sinantat.
3. Estrogen terkonjugasi
Contoh : senyawa estrogen terkonjugasi
4. Turunan semi sintetik
Contoh : asam doisinolat, etinilestradiol, mestranol dan kuinestrol.
b. Estrogen Non Steroid
Contoh : benzestrol, dienestrol, dietilstilbestrol, heksestrol, klorotrianisen dan metalenestril.

A. ESTROGEN STEROID
Estrogen steroid adalah senyawa yang dapat menimbulkan efek estrogenik dan mengandung inti steroid. Contoh : estron, estriol, etinilestradiol, metranol dan kuinestrol.



Estriol 17β-estradiol estron

Hubungan struktur-aktivitas
a. Allen dan Doissy (1923), telah dapat mengisolasi dari ekstrak ovarium wanita senyawa-senyawa turunan steroid yang mempunyai aktivitas estrogenik, yaitu estron, estriol, dan 17β-estradiol. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa 17β-estradiol mempunyai aktivitas estrogenik 3 kali lebih besar dibanding estron dan 6 kali lebih besar dibanding estriol.
17β-estradiol mudah dipecah dan menjadi tidak aktif oleh mikroorganisme dalam saluran cerna. Senyawa cepat diserap di usus dan cepat pula dimetabolisis di hati. Oleh karena itu 17β-estradiol hanya aktif pada pemberian intramuscular sedang pemberian secara oral menurunkan aktivitas secara drastis.
b. Penelitian mengenai hubungan struktur dan aktivitas menunjukkan bahwa hilangnya atom O yang terikat pada C¬3 dan C17¬, epimerisasi gugus 17β-estradiol menjadi konfigurasi 17α dan adanya ikatan rangkap pada cincin B dapat meburunkan aktivitas estrogenik.
c. Perluasan cincin D akan menurunkan aktivitas estrogenik secara drastis. D-homoestradiol dan D-homoestron mempunyai aktivitas yang lebih rendah dibanding estradiol dan estron.
d. Modifikasi struktur estron menunjukkan bahwa pemasukan gugus OH pada posisi C6, C7, dan C11 menurunkan aktivitas estrogenik. Dalam suasana basa kuat (KOH), cincin D dari estron akan pecah, membentuk asam doisinolat, yang mempunyai aktivitas estrogenik lebih besar dibandingkan estron. Hal ini menunjukkan bahwa cincin D kurang berperan dalam aktivitas estrogenik.
e. Esterifikasi gugus 17β-hidroksi atau 3-hidroksiestradiol dapat memperpanjang masa kerja obat oleh karena pada in vivo bentuk ester dihidrolisis dengan lambat melepaskan estrogen bebas secara perahan-lahan. Bentuk ester ini hanya aktif pada pemberian secara intramuskular. Contoh bentuk ester dari estradiol antara lain adalah 3-benzoat, 3,17-dipropionat, 17-valerat, dan ester 17-siklopentilpropionat (sipionat).
f. Bentuk eter estradiol memiliki kelarutan dalam lemak lebih besar, penembusan membran biologis menjadi lebih baik sehingga dapat meningkatkan aktivitas estrogenik dan memperpanjang masa kerja obat. Struktur dan aktivitas estrogenik bentuk eter 2-tetrahidropiranil dari estradiol dapat dilihat pada tabel berikut.
Struktur umum :
R1 R2 Nama Obat Aktivitas estrogenik
H H Estradiol 1
H 3-(2-tetrahidropiranil)-estradiol 12
H 17-(tetrahidropiranil)-estradiol 15
3,17-bis-(2-tetrahidropiranil)-estradiol <1
Dari tabel terlihat bahwa bentuk eter 2-tetrahidropiranil pada posisi 3 dan 17 dari estradiol mempunyai aktivitas estrogenik lebih kuat dibanding estradiol.
3,17-bis(2-tetrahidropirinil)-estradiol mempunyai aktivitas estrogenik yang lebih rendah dibanding estradiol karena senyawa ini memiliki kelarutan dalam lemak sangat tinggi dan praktis tidak larut dalam cairan sel, sehingga tertahan dalam membran biologis dan tidak dapat dibawa oleh cairan sel menuju reseptor.
g. Pemasukan gugus etinil pada posisi 17α dapat memperlambat proses oksidasi estradiol oleh bakteri usus karena pengaruh adanya halangan ruang, sehingga pada pemberian per oral aktivitas estrogenik 17α-etinilestradiol 15-20 kali lebih besar dibanding aktivitas estradiol, sedangkan pada pemberian intramuscular aktivitasnya sama.
h. Bentuk eter pada gugus 3-hidroksi pada 17α-etinilestradiol akan meningkatkan kelarutan dalam lemak dan memperpanjang masa kerja obat. Contoh : 17α-etinilestradiol-3-metileter (mestranol), mempunyai masa kerja lebih panjang dibanding 17α-etinilestradiol.
Etinilestradiol dan mestranol banyak digunakan sebagi konrasepsi oral dikombinasi dengan hormone progestin.
17α-etinilestradiol-3-siklopentileter (kuinestrol) mempunyai kelarutan dalam lemak sangat tinggi, di tubuh membentuk depo (menumpuk) kemudian senyawa induk aktif dilepaskan secara perlahan-lahan sehingga kuinestrol mempunyai masa kerja sangat panjang, kurang lebih 1 bulan.
Contoh hormon estrogen steroid :
1. premarin, mengandung campuran sodium estron sulfat 50%-60% dan sodium ekuilin sulfat 20%-23%. Didapat dengan cara ekstraksi urin kuda hamil. Premarin digunakan untuk gejala-gejala yang tidak menyenangkan sesudah menopause, osteoporosis dan atropi vaginitis dan uretritis. Dosis oral : 1,25-2,5 mg 1-3 dd, selama tiga minggu per bulan
2. estradiol, aktivitasnya 3 kali lebih besar dibandingkan estron. Pada umumnya digunakan dalam bentuk ester benzoat, valerat, sipionat, atau dipropionat dan diberikan secara intramuskular untuk meningkatkan masa kerja obat. Dosis oral : 0,2-0,5 mg 1-3 dd. Dosis bentuk ester I.M : ekuivalen dengan 0,22-1,5 mg estradiol, 2-3 kali per minggu.
3. etinilestradiol (Lynoral), secara oral aktivitasnya 20 kali lebih besar dibanding estradiol. Etinilestradiol digunakan untuk pengobatan kekurangan estrogen. Kombinasi dengan hormon progestin efektif untuk kontrasepsi oral. Dosis oral : 0,05 mg 1-3 dd.
4. Mestranol, adalah bentuk 3-metilester dari etinil estradiol. Mestranol digunakan sebagai kontrasepsi oral,, dikombinasi dengan hormon progestin seperti noretindron. Dosis oral : 0,05 mg/hari.



B. HORMON ESTROGEN NON STEROID
Adalah senyawa yang dapat menimbulkan efek estrogenik dan strukturnya tidak mengandung inti steroid. Contoh dietilstilbestrol, heksestrol, benzestrol dan klorotrianisen.
Hubungan struktur dan afinitas
Ada persamaan jarak kritik antara gugus-gugus yang dan membentuk ikatan hidrogen, seperti gugus hidroksil, keton dan hidroksil fenol. dari hormon estrogen non stroid dan estrogen steroid. Jarak antara gugus 3-OH dan 17-OH dari ekstradiol mempunyai persamaan dengan jarak antara gugus-gugus hidroksi fenol dietilstilbestol yaitu 14,5 A0 . jarak ini sangat penting dalam hubungannya dengan pengikatan obat dan reseptor. Dari studi kristalogi, dengan sinar x didapatkan bahwa sebenarnya jarak antara gugus-gugus hidroksil dari ekstwdiol adalah 10,9 A0 sedang jarak antara gugus-gugua hidroksil fenol dari dietilstilbestrol=121,1 A0. Dalam plasma, ekstradiol terbentuk dalam bentuk hidrat, di mana jarak antara gugus 3-OH dengan air anhidrat=12,1A0, sehingga diduga bahwa air mempunyai peran penting terhadap efek eksterogenik, selain jarak kritik, aspek sterokimia juga berpengaruh terhadap aktifitas biologis hormon estrogen non steroid. Bentuk trens-dietilstilbestrol mempunyai aktifitas estrogenik 10 kali lebih besar dibanding isomer cis.
Hasil reduksi dietilstilbestrol adalah heksetrol; senyawa ini mempunyai 2 atom C asimetrik dan dapat membentuk isomer meso dan treo.
Meso-hekssestrol mempunyai aktifitas estrogenik jauh lebih besar dari pada isomer treo karena daya tolak-menolak sterik yang lebih kecil. Meskipun demikian, dibanding dietilstilbestrol, aktifitas estrogenik Meso-hekssestrol lebih rendah.
Semua hormon estrogen non steroid aktif pada pemberian secara peroral.
Esterifikasi gugus hidroksil fenol dari dietilbestrol dengan 2 molekul asam propionat atau asam fosfat akan memperpanjang masa kerja obat dan menurunkan efek samping.
Benzestrol dan dinestrol mempunyai aktivitas estrogenik yang hampir sama dengan dietilbestrol.
Klorotrianisen merupakan praestrogen di tubuh dimetabolisis menjadi senyawa estrogen aktif. Senyawa mempunyai aktifitas estrogenik lebih rendah dibanding dietilbestrol tetapi masa kerja lebih panjang.
Hubungan struktur dan aktifitas turunan dietilbestrol:
a. Yang aktif sebagai estrogenik adalah bentuk isomer trans, sedangkan bentuk isomer cis aktivitasnya rendah.
b. Gugus hidroksil fenol sangat penting untuk aktifitas estrogenik; penggantian dengan gugus lain menurunkan aktifitas secara drastis.
c. Akatifitas maksimum dicapai bila R3 dan R4 adalah gugus etil; penggurangan atau penambahan jumlah atom C menurunkan aktifitas estrogenik.
Contoh; dietilbestrol (stilboestrol), bentuk isomer trans mempunysi sktifitas 10x lebih besar dari pada isomer cis. Aktifitas estrogenik isomer trans kurang lebih sama dengan aktifitas estron. Dietilbestrol juga mempunyai efek antikanker digunakan untuk pengobatan kanker payudara dan kanker prostat. Penyerapan obat dalam saluran cerna cukup baik, di tubuh mengalami metabolisme secara perlahan-lahan. Tidak boleh diberikan kepada wanita hamil karena dapat mengakibatkan kecenderungan kanker ceviks.
c.Obat Kontrasepsi
Pada tahun 1960, mulai dipasarkan kontrasepsi oral yang mengandung kombinasi hormon progestin dan hormon estrogen yaitu kombinasi noretinodrel dan mestranol.
Mekanisme kerja obat kontrasepsi memerlukan pengetahuan fisiologi siklus menstruasi. Cara kerja hormon progestin dan estrogen sebagai kontrasepsi adalah mencegah proses ovulasi dengan cara menekan produksi LH (Luteinizing Hormon) dan FSH melalui mekanisme proses penghambatan kembali. Hal ini terjadi karena adanya kadar hormon progestin dan estrogen yang tinggi di dalam tubuh.
Bentuk sediaan obat kontrasepsi dapat berupa:
tablet kombinasi hormon progestin dan estrogen, misal: Trinordiol dan Triquilar;
tablet hormon progestin, misal: linesterol 0,5 mg (Exluton), noretindron (Micronor), norgestrel 0,075 mg (Ovrette);
sediaan injeksi hormon progestin, misal: suspensi medroksiprogesteron asetat 150 mg (Depo-Provera) dan noretindron enantat 200 mg dalam larutan minyak (Noristerat);
sediaan implant hormon progestin, misal: levo-norgestrel 36 mg (Norplant);
spermisida pada vagina yang berupa senyawa asam, misal: turunan fenol, asam borat dan asam tartrat;
bakterisida, misal: ammonium kuarterner dan fenil merkuri nitrat;
surfaktan, misal: lauret, nonoksinol, dan oktoksinol.
Sediaan spermisida dipasarkan dalam bentuk sediaan krim, jeli, supositoria, atau tisue.


Antagonists Adrenocortical
1. antagonis inhibitor sintesis dan glikokortikoid
a. Metyrapone
Metyrapone adalah inhibitor selektif pada sintesis steroid. Obat ini menginhibisi 11-hydroxylation dan berinterferensi dengan sintesis cortisol dan corticosterone. Pada kelenjar pituitary normal, obat ini mengkompensasi peningkatan dari pelepasan ACTH dan sekresi adrenal 11-deoxycortisol. Respon ini menunjukan kapasitas dari anterior pitutiary untuk memproduksi ACTH dan diadaptasi untuk kepentingan test diagnosis. Selain itu, tingkat toksisitas metyrapone lebih rendah dibanding mitotane. Metyrapone banyak digunakan pada test fungsi adrenal.
b. Aminoglutethimide
Aminoglutethimide memblock konversi kolesterol menjadi pregnenolone dan menyebabkan reduksi pada semua sintesis hormone steroid aktif. Obat ini dapat digunakan bersama dexamethasone atau hydrocortisone untuk mereduksi atau mengeliminasi produksi estrogen pada pasien dengan karsinoma pada rahim (kanker rahim). Aminoglutethimide dapat dikonjungsikan bersama metyrapone atau ketoconazole untuk mereduksi sekresi steroid pada pasien dengan Cushing's syndrome, juga pada kanker adrenocortical di mana pasien tidak dapat merespon mitotane.

c. Ketoconazole
Ketoconazole, merupakan derivat dari imidazole (antifungal), merupakan obat potent dan inhibitor nonselektif dari sintesis adrenal dan gonadal steroid. Senyawa ini menginhibisi cholesterol side chain cleavage, P450c17, C17,20-lyase, 3-hydroxysteroid dehydrogenase, dan P450c11 enzymes yang dibutuhkan untuk sintesis hormon steroid. Ketoconazole digunakan untuk treathment pada pasien dengan kasus sindrom Cushing.

d. Mifepristone (RU 486)
11-aminophenyl-substituted 19-norsteroid atau RU 486, yang kemudian diberi nama mifepristone. Senyawa ini memiliki aktivitas antiprogestin yang tinggi. Pada dosis tinggi mempunyai aktivitas antiglucocorticoid dengan mengeblok receptor glucocorticoid.

e. Mitotane
Obat ini diadministasi secara oral dengan dosis sampai 12 g sehari. Satu dari tiga pasien dengan adrenal karsinoma menunjukan redusksi massa dari sel tumor. Namun, obat ini memiliki efek toksik yang tinggi diantaranya : diare, nausea, vomiting, depression, dsb.

f. Trilostane
Trilostane adalah inhibitor 3-17 hydroxysteroid dehydrogenase yang berinterferensi dengan sintesis adrenal dan hormon gonadal yang komparabel terhadap aminoglutethimide.
antagonis glukokortikoid


ketokonazole




2. Antagonis mineralokortikoid
1. Spironolactone (7-acetylthiospironolactone)

2. Eplerenone
Antagonis aldosteron, digunakan sebagai treatment pada hipertensi. Antagonis dari reseptor aldosterone ini lebih selektif daripada spironolactone dan tidak dilaporkan adanya efek terhadap reseptor androgen. Dosis standar untuk hipertensi adalah 50-100 mg/hari. Toksisitas yang kerap dijumpai adalah hyperkalemia, tetapi umumnya bersifat ringan.

3. Drospirenone
Adalah progestin pada kontrasepsi oral, juga merupakan antagonis efek dari aldosterone.

3. Antagonis androgen
- Spironolactone
Selain sebagai antagonis aldosteron, obat ini juga digunakan untuk antagonis androgen dan untuk terapi kerontokan pada wanita.

4.Antiestrogen (antagonis estrgen)
Adalah senyawa yang digunakan senyawa perangsang ovulasi karena mengandung efek langsung terhadap hipotalamus dalam meningkatkan produksi FSH. Mekanisme kerja antiestrogen sisuga melalui pemblokan hambatan kembali dari estrogen yang dihasilkan ovarium.
Contoh:
1. klomifen sitrat (profetil, mestrolin) digunakan untuk pengobatan ketidak suburan pada wanita (infertilitas) dan pengobatan oligosperma pada pria.
2. human menepausal gomadotropin (HMG) adalah ekstrak yang dibuat dari kelenjar pituari pada manusia atau urin dari urin wanita postmenepousa. Digunakan untuk pengobatan ketidak suburan pada wanita (infertilitas) dan pengobatan oligosperma pada pria.

c.

C. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (1994). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Doerge RF, Ed., 1982, Wilson and Gisvol’s Textbook of Organic and Pharmaceutical Chemistry, 8th ed., J.B. Lippincott Company, Philadelphia
Foye WO, Ed., 1989, Principles of Medicinal Chemistry, 3th ed., Lia & Febiger,
Philadephia
Gunawan,Didik. 2005. Ilmu Obat Alam jilin I. Jakarta : Penebar Swadaya
Hanani, E, Mun’im A, Sekarini, R, 2005, Identifikasi Senyawa Antioksidan Dalam Spons Callyspongia Sp. Dari Kepulauan Seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. II, No.3, Desember 2005, 127 – 133, Departemen Farmasi, FMIPA-UI, Kampus UI Depok 16424
Laksmindra,Fitria. 2005. Tersedia online http://elisa.ugm.ac.id/files/fitonline2000/IIIdSKx2/Sistem%20 Endokrin.pdf. diakses pada tanggal 13 April 2009
Siswandono, & Purwanto. (2000). Kimia Medisinal. Surabaya: Laboratorium Kimia Medisinal, Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga

Entomologi

Ilmu ini merupakan subspesialistik yang menjadi populer saat penentuan waktu kematian dianggap penting pada investigasi kriminal. Maka dari itu penting sekali jika ada kerjasama antara patologi, entemologi, ahli forensik, toksikologi, serologi, meski[pun demikian tampaknya entemolog kurang mendapat tempat. Penggunaan ilmu forensik entemologi post mortem adalah bahwa invasi oleh hewan dapat ditentukan dari siklus hidupnya. Spesialis arthopoda dapat membentuk koloni pada mayat dalambeberapa periode setelah kematian. Siklus hidup ini dapat digunakan untuk memperkirakan waktu kematian dengan mempelajari sctadium nya. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti iklim dan geografi. Di tangan seorang ahli temuan ini dapat menjadi informasi yang sangat berguna untuk memperkirakan waktu kematian. Metode ini telah dipakai sejak pertengahan abad 18 seperti pada publikasi yang dilakukan oleh Megun ‘faune de cadaver’ pada tahun 1984. Saat ini telah banyak publikasi mengenai entemologi forensik, meskipun sebenarnya beberapa publikasi tersebut tidak memrlukan interprestasi dari ahi zoologi untuk mengidentifikasi spesies hewan yang terlibat.Ahli entemologi mempunyai penegtahuan mengenai lingkungan tempat mayat ditemukan maka dari itu sebaiknya ia mendatangi sendiri tkp nys. Selain itu ia juga dapat memperkirakan cuaca dan temperature terutama saat mayat ditemukan karena siklus hidup dari beberapa serangga sangat dipengaruhi oleh cuaca.
Serangga yang sering ditemukan pada mayat yang masih segar adalah Blowflies genus diptera yang tersebar luas diseluruh dunia. Yang lainnya adalah bluebottless, greenbottless, dan huosefly. Bluebottles (Calliphora) adalah yang termasuk sering ditemukan terutama Calliphora vicinu robineau desvoidy (Calliphora erythrochepalameigen) yang suka menginvasi mayat. Serangga ini berukuran 6-14 mm dengan abdomen berwarna biru seperti iris
Serangga ini tidak terbang pada malam hari, dan telurnya diletakan hanya pada siang hari artinya jika ada mayat yang ditemukan pada malam hari atau pagi hari yang mengandung telur serangga ini, maka hampir dapat dipastikan bahwa korban meninggal pada hari sebelum ditemukan. Serangga ini juga tidak suka terbang pada cuaca yang dingin kecuali jika matahari bersinar cerah dan ahri tidak turun salju. Jika suhu, 12 oC serangga ini tidak akan meletakan telurnya, selain itu hujan juga akan mencegah serangga ini untuk bertelur. Bluebottles lebih menyukai mayat segar dari pada yang telah lama membusuk dan akan segera meletakan telurnya sesaat setelah kematian yang dapat menjadi petunjuk waktu kematian. Bahkan mungkin saja telur diletakan pada saat korban masih hidup. Serangga ini dapat meletakan telur sebanyak 300-2000 telur yang tersebar dalam 30-50 kelompok telur. Telur diletakan pada area yang lembab seperti kelopak mata, kantus mata, lubang hidung, mulut, bibir, genital dan anus. Bahkan da[pat pula membentuk koloni pada luka terbuka atau kulit yang mengalami abrasi. Telur berwarna kuning berbentuk seperti pisang dengan ukuran 1,7 mm.
Ada banyak literatur yang menyediakan informasi mengenai invasi seranggapada mayat yang mencakuplingkungan terutama temperatur dan siklus hidupnya. Laporan dr. Nouverta dan teman-temanya pada tahun 1967 yang berjudul ‘Crimes do not occur under eksperimental conditions and standarized food supples. Fies asmedicolegals indicatorsmust therefore be used in conjuctions with the records of meteorological conditionsexiting at the times subsequent to the presumed crime’ Publikasi yang lain adalah oleh Glaister dan Brash yang harus ditelaah secara hati-hati.
Bluebottle dewasa mulai meletakan telur 4-5 hari setelah menetas dari pupa. Telur tidak akan menetas jika suhu < 4oC tapi akan menetas 6-7 0C dalam waktu 8-14 jam.
Maggots akan mencoba untuk memasuki tubuh pada stadium larva melalui lubang-lubang tubuh. Maggots menghasilkan enzym proteolitik yang akan mempermudah penetrasi. Larva akan menetap untuk 8-14 jam kemudian akan mengalami perubahan dala 2-3 hari. Maturasi final akan terjadi setelah perubahan 3 kali, setelah kira-kira 6 hari berada dalam tubuh akan bermigrasi ke tempat lain misalnya tanah atau dapat sampai ke bawah karpet untuk menjadi pupa yang terbungkus dalam kapsul coklat dan dalam 12 hari kemudia akan menjadi lalat dewasa dan akan memulai siklus hidup yang baru. Jadi dibutuhkan sekitar 18-24 hari.
Lalat rumah (Musca domestica) sangat berbeda dengan spesies diatas, lalat ini lebih suka meletakan telurnya di sampah atau bahkan kadaver. Telurnya kecil, berwarna putih dan akan menetas dalam waktu 8-12 jam, metamorfose pertama akan terjadi dalam waktu 36 jam yang kedua 1-2 hari dan terakhir 3-4 hari, stadium pupa berlangsung 7 hari seluruh siklus hidup berlangsung 14 hari pada temperatur 22 oC.
Seringkali tanah dibawah mayat dapat memberikan petunjuk, dimana hewan-hewan tertentu akan meninggalkan area yang terdapat dibawah mayat. Hal ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi lokasi tempat mayat ditemukan. Penurunan populasi tersebut dapat berlangsung sampai 2 bulan dan kemudian akan meningkat kembali meskipun populasinya dapat berbeda dengan populasi semula. Tak adanya telur atau lava pada mayat mengindikasikan bahwa mayat berada di daerah yang tidak terjangkau oleh lalat. Jika mayat telah dikubur meskipun pada tanah yang dangkal maka bagian tubuh yang menyembul pada permukaan tana menjadi tempat masuk lalat untuk meletakan telurnya.
Munculnya serangga yang berbeda dari kebiasaan seperti Phoridae, Sphaerocerdiae mengasumsikan korban meninggal pada musim panas. Larder bettles akan muncul 3 bulan setelah kematian. House moth mungkin menyerang jaringan kering seperti mumi, serangga ini dapat menguraikan keratin seperti rambut dan kuku. Bettles adalah yang paling lambat muncul biasanya ditemukan pada mayat yang telah mengalami adiposera. Pendapat ahli sangatlah diperlukan karena semua hal-hal diatas dipengaruhi oleh banyak hal seprti cuaca dan suhu. Tak adannya serangga juga dapat mengidentifikasikan bahwa korban meninggal pada musim dingin

Pengumpulan bahan untuk studi entomologi
Ahli patologi forensik harus mnegumpulkan bahan-bahan dengan hati-hati dan selalu berdasarkan keahliannya.
Pertama-tama ahli entemologi memerlukan data mengenai lingkungan dimana tubuh ditemukan. Sebaiknya dia melakukan olah tkp sendiri, jika tidak memungkinkan maka data dapat diambil dari bmg setempat.

Sifat locus ini dijelaskan, dalam bentuk vegetasi (sayur-sayuran), pohon dan pertumbuhannya bilamana di luar ruang. Tempayak/belatung bisa ditempatkan dalam tabung, dan bilamana dihapuskan atau disebarkan serta ditransmisikan pada entomology laboratory, fragmen daging yang dimasukkan kedalam makanan. Beberapa lalat orang dewasa, serangga lain dan telur yang juga dikumpulkan tanpa preservative.
Dalam penambahannya, beberapa tempayak/belatung, orang dewasa, anak anjing, kotak pupa kosong dan telur yang dikirim setelah fiksasi. Mereka dapat ditempatkan secara langsung kedalam 80 persen alkohol, tetapi hal itu ditunjukkan dalam tiga bagian 80 persen alkohol dengan satu bagian asam asetik glasial. Lebih baik adalah cairan Pampel, yang mana enam bagian 35 persen adalah formalin, dua bagian adalah asam asetik glasial, 15 bagian 95 persen alkohol dan 30 bagian lainnya adalah air. Formol saline 10 persen ( seperti yang digunakan untuk fiksasi histologi) yang tidak digunakan.
Jika adanya perbedaan serangga pada tubuh, mereka akan ditempatkan pada tabung terpisah, khususnya bilamana mereka hidup, beberapa diantaranya bisa dikonsepsikan sebelum mereka melakukannya di laboratorium.
Bilamana dikirim dan diberi label atau diberi angka sesuai dengan kunci yang mencatat dimana tubuh mereka ada. Bilamana berada di luar ruang, soil beneath dari tubuh akan diberi sample dan dimana adanya sirkulasi penuh terjadi, pupae atau case ini harus dipastikan oleh shallow trenching pada sekitar tubuh.
Bilamana tubuh sudah direcovery dari air, beberapa serangga atau binatang air harus direcovery. Parasit tubuh bisa secara asumtif digunakan. Fleas dan lice ini dapat mempertahankan immersi keseluruhan selama beberap ajam, tetapi saran dari entomologist harus ditelaah bilamana parasit itu ada pada tubuh dan bisa menentukan daya tahan minimum khususnya karakteristik spesies yang ada.

Minggu, 22 Agustus 2010

Efek samping dari Panax ginseng

Panax Ginseng
Nama ilmiah : Panax ginseng
Nama lain : Asian ginseng, Chinese ginseng, Ginseng, Panax, Guigai, Ginseng Jepang, Ginseng Korea, Ninjin, Ginseng Oriental, Panax scinseng, Ginseng merah
Catatan : Panax ginseng berbeda dengan ginseng amerika dan Eleuthero (umumnya disebut sebagai ginseng Siberian). Ginseng-ginseng tersebut tidak dapat dipertukarkan.
Ginseng telah diketahui sebagai adaptogen paling baik. Yang memiliki komponen yang mampu membantu mengatasi individu dari sters fisik dan emosional. Sebagai bagian dari pengobatan tradisional Cina, Panax ginseng telah digunakan untuk mengatasi penyakit ringan sampai kanker. Panax ginseng digunakan secara ekstensif di Cina sebagai tonik harian untuk perawatan kesehatan secara menyeluruh untuk menangani beberapa penyakit , termasuk kondisi heparnya.
Pada pengobatan herbal ala barat, Panax ginseng telah digunakan untuk meregulasi sistem imun yang ditunjukkan oleh studi pada evektivitas untuk mencegah pilek, flu dan beberapa bentuk kanker. Pada uji klinik, panax ginseng menunjukkan penurunan kadar gula dan kolesterol dalam darah. Bagaimanapun, hal tersebut membantu terapi diabetes tipe 2 dan kolesterol. Hal tersebut merupakan potensial lain dari penggunaan yang telah ditujukan sebelumnya. Studi pada hewan dan manusia secara terpisah, Panax ginseng menunjukkan efek relaksasi dari paru-paru. Hasil dari perluasan jalan udara dapat membantu mengurangi gejala asma dan kondisi paru-paru yang lain yang dihasilkan dari konstriksi jalan nafas. Pada studi lain, kombinasi antara Panax ginseng dipercaya mampu meningkatkan kemampuan fungsi memori dan berpikir. Awalnya, hasil dari studi laboratorium mampu menunjukkan bahwa senyawa kimia ini pada dosis oral mampu memacu pertumbuhan pembuluh darah, yang dapat dipicu oleh perlakuan perlukaan yang luas. Semua efek ini mungkin untuk dilakukan studi.
Ketika diaplikasikan pada kulit, Panax ginseng mampu memacu pertumbuhan kolagen dan pembuluh darah. Kolagen adalah protein yang dibuat untuk menghubungkan jaringan penyokong kulit. Karena produksi kolagen menurun sejalan dengan peningkatan usia yang semakin tua, suplemen kolagen mampu mencegah atau memperbaiki tanda-tanda penuaan seperti keriput dan garis penuaan. Krim dan lotion Panax ginseng secara topikal juga digunakan untuk mengobati bekas jerawat dan luka kulit. Rg1 dan senyawa kimia lain pada Panax ginseng berfungsi menaikkan angiogenesis yaitu pertumbuhan pembuluh darah baru pada mulut. Ketika angiogenesis ada pada tumor dan menyebar, ginseng juga membantu menyembuhkan dan memperbaiki aliran darah pada jaringan yang luka.
Bentuk oral dan topikal dari Panax ginseng digunakan untuk mengobati disfungsi erektil pada pria. Pada studi yang luas juga ditemukan bahwa konsumsi Panax ginseng secara oral, meningkatkan kesuburan dengan meningkatkan jumlah, qualitas dan gerakan sperma. Meskipun pendapat ilmiah bahwa Panax ginseng mampu memacu kesuburan pria merupakan pengetahuan yang tidak lengkap, senyawa kimia pada Panax ginseng dipastikan menngaktivasi sistem tubuh dengan meningkatkan produksi hormon.
Panax ginseng menigkatkan kadar testosteron pada darah adalah sudah dipastikan. Namun demikian, disarankan untuk aktivasi hormonal, frekuensinya ditambahkan pada minuman olahraga atau suplemen untuk meningkatkan performen dari atlet, meskipun belum ditemukan fakta yang mendukung.
Aktivitas yang sama pada hormone, kandungan kimia dari Panax ginseng (PG) juga punya efek yang sama pada hormon wanita,estrogen. Beberapa studi laboratorium menunjukkan, PG mempercepat pertumbuhan sel kanker payudara yang dipengaruhi oleh estrogen, mungkin oleh teraktivatisinya reseptor estrogen. Penelitian lain menunjukkan bahwa PG dapat menaikkan kadar darah dari substansi tubuh yang dipengaruhi oleh estrogen. Hasil dari analisis kimia menunjukkan bahwa beberapa kemungkinan efek estrogenik dari PG mungkin disebabkan jamur yg mengkontaminasi akar PG. PG dapat membantu mencegah gejala menopause dan kondisi buruk dari rendahnya tingkat estrogen, namun belum diketahui mekanismenya. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk mengetahui kmungkinan efek sepeerti estrogen dari PG.
Kapankah PG dengan aman dapat digunakan?
Sindrom seperti intoksikasi masih ditunjukkan pd bbrp bayi yg baru lahir yg diberikan PG atau ibunya yg mngkonsumsi PG saat hamil dan menyusui. Salah satu dokumen kasus kematian bayi yg dipengaruhi oleh intiksikasi PG telah dilaporkan. Anak kecil dan bayi seharusnya tidak diberikan PG; ibu hamil dan menyusui seharusnya jg mghindari menggunakannya.
Perempuen yg kondisinya dipengaruhi hormon spt endrometiosis, fibroid uterine dan kanker payudara, ovaries, atau uterus seharusnya tidak menggunakan PG, disebabkan oleh efek estrogenik. Laki-laki dengan kanker prostat seharusnya jg menghindari menggunakan PG.
Dalam studi klinik baik manusia atau hewan, PG dapat memperlambat dan menurunkan kecepatan denyut jantung. Ini dapat mengurangi tekanan darah pada bbrp kasus. Semua efek ini bisa memperburuk kondisi jantung. Individu dengan macam-macam penyakit jantung seharusnya menghindari menggunakan PG tanpa pengawasan dari paramedis profesional.
Precautions
Individu dengan penyakit diabetes seharusnya menghindari pemberian PG dalam jumlah besar karena dapat menurunkan kadar gula dalam darah, secara potensial dapat menyebabkan hipoglikemia(kadar gula terlalu rendah). Indikasi kadar gula darah yg terlalu rendah mungkin dapat menyebabkan kejang, berkeringat, bingung, sulit bicara, dan kehilangan kontrol motorik. Jika tidak ditanggulangi, kadar gula rendah dapat menyebabkan unconscioosiness dan kematian.
Pemberian PG melalui p.o dapat memperburuk insomnia. Akar dari PG yg dipanen dari tanamana liar yg terkontaminasi oleh mold yg berpotensi berbahaya. Jika akar PG dikemas harus bersih, firm, dan bebas jamur. Produk PG yg dijual komersial hrs dibuat dari akar PG yg dipotong, yg tidak ditemukan kontamina jamur.
Efk samping apa yg harus diketahui?
Note :
Bbrp efek samping dr PG telah dilaporkan pd individu yg mendapat dosis tinggi atau yg mendapat PG terus menerus untuk periode panjang.
Efek samping mayor
Bayi yg diberi PG mungkin mengembangkan kondisi intoksikasi alkohol yg menyebabkan kematian bayi yg baru lahir.
Sangat jarang, penggunaan PG per oral telah dilaporkan dengan kasus non infeksi hepatitis. Dalam laporan lain, PG dapat menyebabkan inflamasi dari vessel darah dalam otak (dalam kondisi pusing atau stroke).
Satu kasus telah dilaporkan pada individu yang mempunyai gejala seperti anafilaksis segera setelah meminum syrup yang berisi panax ginseng. Anafilaksis adalah reaksi alergi yang potensial dapat mempengaruhi perkembangan dari rash atau hives, tiba-tiba menurunkan tekanan darah, swelling of the mouth, atau unconsciousness.
Dalam kasus yang jarang, panax ginseng dapat menyebabkan reaksi kulit yang sangat serius disebut stevens-johnson syndrom. Dokter harus diberitahu secepatnya jika mendapat panas tinggi, swollen eyelids, blister in the mouth, atau kemerahan pada kulit ketika diberikan panax ginseng.
Efek samping berat
Efek samping lain dari pemberian panax ginseng adalah sangat umum dan temporary. Biasanya ini akan segera hilang setelah beberapa hari dan efek samping ini termasuk:
Perubahan tekanan darah
Nyeri payudara
Diare
Sakit kepala
Pening
Perubahan denyut jantung
Insomnia
Batuk
Kehilangan nafsu makan
Perubahan mood
Nervous
Beberapa individu mempunyai pengalaman reaksi gatal setelah mengkonsumsi panax ginseng atau menyentuh tanaman panax ginseng.
Interaksi apa yang harus saya ketahui?
Prescription drugs
Panax ginseng telah menunjukkan menaikkan waktu yang dibutuhkan darah untuk sirkulasi. Ketika ini diberi antiplatelet atau antikoagulan, efek obat akan naik, mungkin dihasilkan dalam campuran yang tidak dikontrol.
Agen Antiplatelet mempengaruhi clopidrogel dan ticlid.
Antikoagulan mempengaruhi heparin dan warfarin.
Beberapa obat yang digunakan untuk asma, masalah jantung, atau masalah lain dapat menyebabkan ritme jantung. Karena panax ginseng dapat merubah kecepatan jantung, ini dapat menaikkan resiko dari efek samping obat seperti:
Talbuterol, konidin, teofilin dan obat asma lain, viagra.
Kasus yang dilaporkan, tes kadar darah dari obat jantung digoxin telah diketahui ketika panax ginseng diberikan dalam waktu yang sama seperti digoxin. Individu yang diberi panax ginseng dan juga diberi digoxin membutuhkan tes yang lebih untuk memperkirakan kadar digoxin dalam darah.
Panax ginseng dapat interfere dengan insulin dan obat diabetes oral seperti:
Actos
Avandia
Glimepirid
Glipizide
Glyburid
Glysete
Metformin
Prandin
Precose
Panax ginseng dipercaya berefek pada neurotransmitter, zat kimia yang membawa pesan dari sel syaraf ke sel yang lain. Obat antipsikotik digunakan unuk mengobati penyakit mental seperti Schizoprenia serta mengubah level neurotransmitter. Jika Panax ginseng dan obat antipsikotik digunakan bersama-sama, maka keefektifan obat dapat berubah, sehingga sebaiknya menghindari penggunaan Panax ginseng ketika mengkonsumsi obat antara lain:
Chlorpromazine
Fluphenazine (prolixin)
Olanzapine (zyprexa)
Prochlorperazine (compazine)
Risperdal
Seroquel
Karena dapat dirusak oleh enzim dalam liver, Panax ginseng kemungkinan dapat berinteraksi dengan resep obat-obatan yang diproses oleh enzim yang sama.
Beberapa obat tersebut adalah:
Obat alergi seperti fexofenadine
Obat anti fungal seperti iraconazole dan keconazole
Obat kanker seperti etoposide, paclitaxel, vinblastine, atau vincristine
Obat untuk anti kolesterol seperti lovastatin
Kontrasepsi oral
Dalam kasus yang dilaporkan, resiko efek samping seperti pusing, insomnia, dan gemetar ketika panax ginseng digunakan bersamaan dengan antidepresan yang diketahui sebagaiMAO inhibitor. Yang termasuk obatnya antara lain:
Marplan
Nardil
Selegiline 9eldepryl, emsam, zelapar)
Tranylcypromine
Karena merupakan sistem stimulan pusat syaraf non spesifik, Panax ginseng mungkin dapat meningkatkan efek serta efek samping obat yang juga menstimulasi sistem pusat syaraf. Terutama digunakan untuk mengobati penyakit hiperaktif, narcolepsy dan obesitas. Obat stimulansia dapat meningkatkan detak jantung dan ekanan darah. Diantaranya adalah:
Garam-garam amfetamin (adderall)
Dextroamphetamine (dexedrine)
Methylphenidate (concerta, methlyn, ritalin)
Phentermine (adipex-P, ionamin)
Efek stimulant dalam Panax ginseng dapat berinteraksi dengan obat-obatan untuk insomnia, seperti lunesta, rozerem, sonata dan zolpidem.

Obat yang tidak diresepkan
Panax ginseng dapat menurunkan kemampuan pembekuan darah. Aspirin juga dapat memperlambat pembekuan darah, jadi Panax ginseng tidak boleh digunakan bersamaan secara oral dengan aspirin. Stimulan dapat juga termasuk dalam obat yang tidak diresepkan yang digunakan untuk meningkatkan energi, mengurangi berat badan, meningkatkan kewaspadaan mental, atau mengobati demam atau asma. Jika Panax ginseng digunakan dalam waktu yang bersaman dengan obat-obatan tersebut, sistem syaraf pusat kemungkinan dapat distimulan secara berlebihan, dapat menyebabkan insomnia, iritasi, dan meningkatkan tekanan darah. Seseorang yang tidak yakin terhadap obat yang tidak diresepkan tang menggunakan stimulansia harus bertanya pada dokter atau pharmacist sebelum menggunakan Panax ginseng.

Produk herbal
Secara teori, jika Panax ginseng digunakan bersama dengan obat hrbal lain yang berefek membekukan darah, pendarahan kemungkinan dapat terjadi. Beberapa dari kebanyakan produk herbal umum yang dapat menghambat pembekuan darah antara lain:
Danshen
Devil’s claw
Eleuthero
Garlic
Ginger 9dalam jumlah besar)
Ginkgo
Horse chestnut
Papain
Red clover
Saw palmetto
Jika Panax ginseng digunakan bersama dengan herbal lain yang juga berefek pada jantung kemungkinan dapat membahayakan fungsi jantung.Beberapa produk herbal yang memiliki efek pada jantung:
Mistlitoe eropa
Ginger (dalam dosis besar)
Hawthorn
Motherwort
Akar pleurisy
Squill
Karena Panax ginseng dapat menurunkan kadar gula darah, penggunaannya dengan produk herbal yang berefek menurunkan gula darah dapat menyebabkan hipoglikemi. Contoh herbalnya antara lain:
Fenugreek
Ginger (dalam jumlah besar)
Kudzu
Produk herbal stimulan dapat menyebabkan efek samping jika digunakan dengan Panax ginseng. Herbal produk tersebut termasuk ephedra (telah ditarik dari pasaran), guarana, dan mate. Penggunaan bersama-sama dengan Panax ginseng dengan herbal tersebut dapatmenyebabkan insomnia, iritasi, rasa gelisah, dan fek samping lainnya.

Makanan
Kafein dapat meningkatkan efek stimulan sistem syaraf pusat dari panax ginseng. Kombinasinya dapat menyebabkan rasa gelisah dan iritasi yang berlebihan,
Minuman yang berkafein seperti kopi, softdrink dan the harus dibatasi ketika menggunakan Panax ginseng.
Beberapa interaksi antara produk herbal dengan obat dapat lebih berat daripada yang lainnya. Cara yang terbaik untuk menghindari bahaya interaksi adalah katakanlah kepada dokter atau farmasis, obat apa yang baru-baru ini sedang anda gunakan, termasuk vitamin dan juga produk herbal, serta makanan dan keraasnya terhadap interaksi.

HARUSKAH SAYA MENGGUNAKAN INI?
Tanaman ginseng amerika dan Panax ginseng sekilas tampak serupa. Bagaimanapun juga Panax ginseng secara umum lebih besar daripada ginseng amerika. Selain itu, panax ginseng dan ginseng amerika memiliki kandungan kimia yang berbeda. Pada tanaman dewasa dari kedua jenis ginseng memiliki 3 sampai 7 batang pendek dan setiap batang terdiri dari 5 daun.
Walaupun seluruh bagian, bunga, daun, dan batang dari panax ginseng dapat memiliki khasiat sebagai pengobatan, bagian akarlah yang secara eksklusif digunakan sebagai pengobatan. Biasanya akar panax ginseng lebih besar daripada ginseng amerika. Pada panax ginseng biasanya memiliki bau yang manis. Akar ginseng amerika sedikit bahkan tidak berbau. Akar segar panax ginseng berwarna sedikit kehitaman, sedangkan ginseng amerika berwarna kuning atau krem. Kecepatan pertumbuhan ginseng amerika tidak sama, akar panax ginseng yang baik tidak terlalu besar saat diatanam sampai tumbuhan tersebut berumur 7 tahun. Panax ginseng liar tumbuh lebih lambat, meskipun lebih efektif daripada pertumbuhan akar, akar panax ginseng ternyata tumbuh sangat lama dan lebihnya lagi mahal, kadang-kadang dijual 1000$ per pound. Nama “ginseng merah” berhubungan dengan metode penyimpanan akar panax ginseng dengan penguapan bertekanan tinggi. Di jepang sangat populer, proses dengan penguapan lebih baik untuk peningkatan jumlah komponen aktif dari panax ginseng.
Panax ginseng dan ginseng amerika juga memiliki perbedaan dalam beberapa aspek kimianya. Perbedaan yang paling diperhatikan adalah bahwa panax ginseng memiliki steroid (ginsenosida) atau Rg1 yang lebih tinggi dan kandungan ginsenosid lainnya (Rb-1) yang lebih rendah. Rb1 dan Rg1, keduanya memiliki efek yang sama, keduanya dipercaya untuk memperkuat daya ingat. Bagaimanapun juga Rb1 dapat menimbulkan efek mengurangi stres yang lebih, Rg1 memiliki pengaruh kuat terhadap sistem imun.
Di amerika utara, panax ginseng dikenal sebagai suplemen diet. Di negara asia, panax ginseng memiliki banyak kegunaan. Panax ginseng digunakan untuk bahan perasa minumam dan makanan, dan digunakan sebagai bahan pengisi dalam beberapa soft drink dan permen kunyah, juga termasuk dalam tablet vitamin. Permen kunyah akar panax ginseng dapat diberikan pada balita yang sedang tumbuh gigi. Serbuk panax ginseng dapat ditambahkan untuk memasak makanan atau membuat kopi. Dalam kosmetik, panax ginseng digunakan sebagai pewangi dan pewarna.

Dosis dan administrasi
Panax ginseng tersedia dalam dosis oral yan berbeda-beda dalam jumlah yang besar, termasuk kapsul, serbuk akar kering, akar segar, ekstrak cair dan the. Ini dapat ditemukan sebagai pengental tunggal. Juga dalam berbagai produk dengan kombinasi yang bermacam-macam. Banyak produk panax ginseng yang terstandarisasi, terdiri dari 7% bahan aktif yang dikenal sebagai ginsenosid. Standarisasi untuk manufaktur harus tepat dalam keseragaman zat aktif pada setiap batch pada produk yan dijual. Administrasi makanan dan obat amerika tidak mengharuskan standarisasi pada produk herbal, jadi tidak setiap produk panax ginseng yang dijual di amerika mempunyai jumlah bahan aktif yang sama. Sebagai tambahan, jumlah bahan aktif dalam panax ginseng bissa berbeda-beda tergantung bagaimana tumbuhan tersebut tumbuh, dipanen, diproses dan dipasarkan. Produk panax ginseng mungkin secara luas lebih murah daripada tipe ginseng yang lain.
Untuk perbaikan atau mempertahankan kesehatan tubuh, biasanya dalm sehari dianjurkan untuk pemakaian oral sebanyak 500mg (0,5g) sampai 3000mg (3g) akar segar panax ginseng atau 200mg (0,2g) sampai 600mg (0,6mg) bubuk akar kering dalam kapsul. Dosis untuk kondisi lain bedanya sangat besar tergantung pada suatu jenis produk yang digunakan dan kondisinya. Jika digunakan panax ginseng, harus disertakan petunjuknya dalam bungkus produk yang dijual.
Teh panax ginseng mungkin dibuat dengan merendam 3000mg (3g) akar segar yang dipotong-potong atau 1500mg (1,5g) bubuk akar kering dalam 5ons air mendidih selama 10-15 menit dan kemudian disaring. Teh panax ginseng mempunyai rasa yang kuat, sehingga seringkali perlu pemanis, pewangi, atau dicampur dengan herbal lain sebelum diminum.
Kebanyakan sumber menyarankan bahwa pemakaian secara oral panax ginseng bereaksi dalam 2 minggu sampai 3 minggu setelah itu digunakan secara lanjut sampai 3 bulan.

Ringkasan
Biasanya banyak diambil sebagai adaptogen atau obat kuat untuk menghilangkan stres. Panax ginseng telah diteliti untuk menambah daya ingat, menghilangkan asma, menambah daya tahan tubuh. Panax ginseng selalu dapat untuk menurunkan kadar gula darah dan menurunkan kolesterol. Keduanya baik pemakaian oral atau topikal, dapat menyembuhkan disfungsi ereksi dan mencegah penuaan dini. Panax ginseng selalu dapat meningkatkan hormon laki-laki, tetapi masih memerlukan penelitian lebih lanjut dalam peningkatan hormon estrogen ini.
Resiko
Setiap orang yang mempunyai penyakit hati atau kanker paru-paru, ovarium, prostat, atau uterus sebaiknya tidak mengkonsumsi panax ginseng. Wanita hamil, bayi, dan anak kecil sebaiknya menghindari penggunaan ini. Orang yang mempunyai diabetes atau susah tidur harus diperiksa secara teliti dahulu sebelum memutuskan untuk mengkonsumsi panax ginseng.

Efek samping
Kadang-kadang, bayi yang baru lahir diberi panax ginseng kondisinya dapat baik/ sehat. Pada orang dewasa, dalam beberapa kasus terjadi hepatitis atau pendarahan otak setelah mengkonsumsi panax ginseng. Panax ginseng dapat menurunkan kinerja hati. Dalam satu kasus kemungkinan orang yang tidak cocok mengkonsumsi panax ginseng hasilnya mengakibatkan gangguan pernafasan, darah rendah, mendadak mukanya pucat. Selebihnya panax ginseng menimbulkan efek samping diare, insomnia, gugup.

Interaksi
Panax ginseng mungkin mengganggu dalam banyak resep obat, bukan resep produk, herbal, termasuk : albuterol, kafein

Obat dan herbal yang digunakan untuk mengobati diabetes
Obat untuk insomnia
Obat untuk szinoprenia
MAO inhibitor
Teofilin dan obat yang berkaitan dengan asma
viagra

PEMANFAATAN OBAT TRADISIONAL DENGAN PERTIMBANGAN MANFAAT DAN KEAMANANNYA

PEMANFAATAN OBAT TRADISIONAL DENGAN PERTIMBANGAN MANFAAT DAN KEAMANANNYA

BAB I
PENDAHULUAN

Sejak jaman dahulu, manusia sangat mengandalkan lingkungan sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga dapat dikatakan kekayaan alam di sekitar manusia sebenarnya sangat bermanfaat, misalnya saja untuk makan, tempat berteduh, pakaian, obat, pupuk, parfum, dan bahkan untuk kecantikan dapat diperoleh dari lingkungan.
Pemanfaatan obat tradisional atau obat alami telah lama dikenal dan digunakan oleh bangsa Indonesia. Pengetahuan mengenai pemanfaatan tanaman obat ini berdasarkan pada pengalaman dan ketrampilan yang secara turun temurun telah diwariskan oleh nenek moyang. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya naskah lama pada daun lontar Husodo (Jawa), Usada (Bali), Lontarak pabbura (Sulawesi Selatan), dokumen Serat Primbon Jampi, Serat Racikan Boreh Wulang nDalem dan relief candi Borobudur yang menggambarkan orang sedang meracik obat (jamu) dengan tumbuhan sebagai bahan bakunya (Sukandar E Y,2006).
Dewasa ini, indutri obat tradisional di Indonesia berkembang pesat. Hal ini dibuktikan dengan penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature. Menurut WHO, negara-negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. Bahkan di Afrika, sebanyak 80% dari populasi menggunakan obat herbal untuk pengobatan primer (WHO, 2003). Penyebab dari adaya peningkatan penggunaan obat tradisional ini dipengaruhi oleh usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu di antaranya kanker serta semakin luas akses informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia (Sukandar E Y, 2006). Selain itu, bukti-bukti empiris dan dukungan ilmiah yang semakin banyak terhadap khasiat obat herbal menyebabkan obat herbal semakin populer di kalangan masyarakat. Saat ini obat herbal dalam bentuk jamu banyak digunakan oleh masyarakat untuk pencegahan dan pengobatan berbagai penyakit, termasuk penyakit-penyakit berat seperti kanker, diabetes mellitus, jantung, hipesrtensi. Meskipun demikian obat tradisional belum tentu tidak memiliki efek samping. Agar penggunaannya dapat optimal, perlu dilakukan penelitian tentang khasiat dan keamanannya, sehingga pemakaiannya sebagai obat pada pelayanan kesehatan formal tidak diragukan lagi.


BAB II
ISI

Obat tradisional adalah obat jadi atau ramuan bahan alam yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik atau campuran bahan-bahan tersebut yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Pada kenyataannya bahan obat alam yang berasal dari tumbuhan porsinya lebih besar dibandingkan yang berasal dari hewan atau mineral, sehingga sebutan obat tradisional (OT) hampir selalu identik dengan tanaman obat (TO).
Penggunaan obat tradisional sebagai suplemen maupun alternatif terapi belakangan ini kian populer. Pada tahun 2004, sepertiga orang dewasa di negara maju memakai obat berbahan alam, dan lebih dari 60 persen orang Asia pernah mengkonsumsi jenis obat itu.“Salah satu alasan banyaknya penggunaan obat tradisonal adalah jenis obat itu sering dipandang tidak menimbulkan efek samping atau aman digunakan. Padahal, obat tradisional tidak selalu aman karena ada kemungkinan menimbulkan efek samping” kata Hedi R Dewoto dari Departemen Farmakologi dan Terapeutik, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia (FKUI) (sumber : kompas,2007).
Di Indonesia, masyarakat dapat menggunakan obat tradisional secara bebas tanpa harus berkonsultasi dengan dokter atau tenaga medis lainnya. Kecenderungan yang ada adalah masyarakat telah bertindak menjadi “dokter” untuk dirinya sendiri dalam penggunaan herbal, bahkan tidak jarang mereka mengkonsumsinya bersamaan dengan obat konvensional. Dosis dan waktu yang tepat dalam mengkonsumsi obat tradisional seringkali diabaikan. Masyarakat seringkali “bereksperimen” dalam penggunaan obat tradisional untuk mengobati penyakitnya. Hal ini terjadi karena mayoritas dari mereka menganggap obat alam adalah aman untuk dikonsumsi karena berasal dari alam dan sudah digunakan secara turun temurun. Fenomena ini tentu saja sangat mengkhawatirkan karena paradigma “alami berarti aman” dan “herbal dan jamu pasti aman” merupakan hal yang salah. Faktanya adalah, walaupun obat tradisional bersifat “alami”, namun kenyataannya banyak jenis obat tradisional yang dalam penggunaannya perlu pengawasan ketat dari tenaga medis profesional. Selain itu, penggunaan obat tradisional seringkali memiliki interaksi negatif bila dikonsumsi bersamaan dengan obat konvensional.
Kelemahan obat bahan alam agar bisa diterima pada pelayanan kesehatan formal adalah pada efek farmakologisnya yang lemah, bahan baku belum terstandar dan bersifat higroskopis serta volumines, belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar berbagai jenis mikroorganisme. Menyadari akan hal ini maka pada upaya pengembangan obat tradisional ditempuh berbagai cara sehingga ditemukan bentuk obat tradisional yang telah teruji khasiat dan keamanannya dan bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah serta memenuhi indikasi medis. Disamping itu perlu disadari pula bahwa memang ada bahan ramuan obat tradisional yang baru diketahui berbahaya, setelah melewati beragam penelitian, demikian juga adanya ramuan bahan-bahan yang bersifat keras dan jarang digunakan selain untuk penyakit-penyakit tertentu dengan cara-cara tertentu pula. Secara toksikologi bahan yang berbahaya adalah suatu bahan (baik alami atau sintesis, organik maupun anorganik) yang karena komposisinya dalam keadaan, jumlah, dosis dan bentuk tertentu dapat mempengaruhi fungsi organ tubuh manusia atau hewan sedemikian sehingga mengganggu kesehatan baik sementara, tetap atau sampai menyebabkan kematian. Suatu bahan yang dalam dosis kecil saja sudah menimbulkan gangguan, akan lebih berbahaya daripada bahan yang baru dapat mengganggu kesehatan dalam dosis besar. Akan tetapi bahan yang aman pada dosis kecil kemungkinan dapat berbahaya atau toksis jika digunakan dalam dosis besar dan atau waktu lama, demikian juga bila tidak tepat cara dan waktu penggunaannya. Jadi tidak benar, bila dikatakan obat tradisional itu tidak memiliki efek samping, sekecil apapun efek samping tersebut tetap ada, namun hal itu bisa diminimalkan jika diperoleh informasi yang cukup.
Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman dari pada penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat modern. Efek samping obat tradisional relatif kecil jika digunakan secara tepat, yang meliputi :
1. Kebenaran Bahan
Tanaman obat di Indonesia terdiri dari beragam spesies yang kadang kala sulit untuk dibedakan satu dengan yang lain. Kebenaran bahan menentukan tercapai atau tidaknya efek terapi yang diinginkan. Sebagai contoh lempuyang di pasaran ada beberapa macam yang agak sulit untuk dibedakan satu dengan yang lain. Lempuyang emprit (Zingiber amaricans) memiliki bentuk yang relative lebih kecil, berwarna kuning dengan rasa yang pahit. Lempuyang emprit ini berkhasiat sebagai penambah nafsu makan. Jenis yang kedua adalah lempuyang gajah (Zingiber zerumbet) yang memiliki bentuk lebih besar dan berwarna kuning, jenis ini pun berkhasiat sebagai penambah nafsu makan. Jenis yang ketiga adalah lempuyang wangi (Zingiber aromaticum) yang memiliki warna agak putih dan berbau harum. Tidak seperti kedua jenis lempuyang sebelumnya, jenis ini memiliki khasiat sebagai pelangsing (Sastroamidjojo S, 2001). Di Belgia, 70 orang harus menjalani dialysis atau transplantasi ginjal akibat mengkonsumsi pelangsing dari tanaman yang keliru (WHO,2003).
2. Ketepatan Dosis
Tanaman obat, seperti halnya obat buatan pabrik memang tak bisa dikonsumsi sembarangan. Tetap ada dosis yang harus dipatuhi, seperti halnya resep dokter. Buah mahkota dewa, misalnya, hanya boleh dikonsumsi dengan perbandingan 1 buah dalam 3 gelas air. Sedangkan daun mindi baru berkhasiat jika direbus sebanyak 7 lembar dalam takaran air tertentu (Suarni, 2005).
Hal ini menepis anggapan bahwa obat tradisional tak memiliki efek samping. Anggapan bila obat tradisional aman dikonsumsi walaupun gejala sakit sudah hilang adalah keliru. Sampai batas-batas tertentu, mungkin benar. Akan tetapi bila sudah melampaui batas, justru membahayakan.
Efek samping tanaman obat dapat digambarkan dalam tanaman dringo (Acorus calamus), yang biasa digunakan untuk mengobati stres. Tumbuhan ini memiliki kandungan senyawa bioaktif asaron. Senyawa ini punya struktur kimia mirip golongan amfetamin dan ekstasi. Dalam dosis rendah, dringo memang dapat memberikan efek relaksasi pada otot dan menimbulkan efek sedatif (penenang) terhadap sistem saraf pusat ((Manikandan S, dan Devi RS., 2005), (Sukandar E Y, 2006)). Namun, jika digunakan dalam dosis tinggi malah memberikan efek sebaliknya, yakni meningkatkan aktivitas mental (psikoaktif) (Fang Y, et al., 2003). Asaron dringo, juga merupakan senyawa alami yang potensial sebagai pemicu timbulnya kanker, apalagi jika tanaman ini digunakan dalam waktu lama (Abel G, 1987). Di samping itu, dringo bisa menyebabkan penumpukan cairan di perut, mengakibatkan perubahan aktivitas pada jantung dan hati, serta dapat menimbulkan efek berbahaya pada usus ((Chamorro G, et al., 1999),(Garduno L, et al., 1997), (Lopez ML, et al., 1993)). Berdasarkan fakta ilmiah itu, Federal Drugs of Administration (FDA) Amerika Serikat telah melarang penggunaan dringo secara internal, karena lebih banyak mendatangkan kerugian dari pada manfaat (Suarni, 2005).
Takaran yang tepat dalam penggunaan obat tradisional memang belum banyak didukung oleh data hasil penelitian. Peracikan secara tradisional menggunakan takaran sejumput, segenggam atau pun seruas yang sulit ditentukan ketepatannya. Penggunaan takaran yang lebih pasti dalam satuan gram dapat mengurangi kemungkinan terjadinya efek yang tidak diharapkan karena batas antara racun dan obat dalam bahan tradisional amatlah tipis. Dosis yang tepat membuat tanaman obat bisa menjadi obat, sedangkan jika berlebih bisa menjadi racun.
3. Ketepatan Waktu Penggunaan
Sekitar tahun 1980-an terdapat suatu kasus di salah satu rumah sakit bersalin, beberapa pasien mengalami kesulitan persalinan akibat mengkonsumsi jamu cabe puyang sepanjang masa (termasuk selama masa kehamilan). Setelah dilakukan penelitian, ternyata jamu cabe puyang mempunyai efek menghambat kontraksi otot pada binatang percobaan. Oleh karena itu kesulitan melahirkan pada ibu-ibu yang mengkonsumsi cabe puyang mendekati masa persalinan karena kontraksi otot uterus dihambat terus-menerus sehingga memperkokoh otot tersebut dalam menjaga janin didalamnya. Sebaliknya jamu kunir asem bersifat abortivum sehingga mungkin dapat menyebabkan keguguran bila dikonsumsi pada awal kehamilan. Sehubungan dengan hal itu, seyogyanya bagi wanita hamil minum jamu cabe-puyang di awal kehamilan (antara 1-5 bulan) untuk menghindari resiko keguguran dan minum jamu kunir-asem saat menjelang persalinan untuk mempermudah proses persalinan. Hal ini menunjukkan bahwa ketepatan waktu penggunaan obat tradisional menentukan tercapai atau tidaknya efek yang diharapkan.
4. Ketepatan Cara Penggunaan
Satu tanaman obat dapat memiliki banyak zat aktif yang berkhasiat di dalamnya. Masing-masing zat berkhasiat kemungkinan membutuhkan perlakuan yang berbeda dalam penggunaannya. Sebagai contoh adalah daun kecubung (Datura metel L.) telah diketahui mengandung alkaloid turunan tropan yang bersifat bronkodilator (dapat memperlebar saluran pernafasan) sehingga digunakan untuk pengobatan penderita asma. Penggunaannya dengan cara dikeringkan lalu digulung dan dibuat rokok serta dihisap (seperti merokok). Akibat kesalahan informasi yang diperoleh atau kesalah fahaman bahwasanya secara umum penggunaan tanaman obat secara tradisional adalah direbus lalu diminum air seduhannya; maka jika hal itu diperlakukan terhadap daun kecubung, akan terjadi keracunan / mabuk (Patterson S, dan O’Hagan D., 2002). Hal ini dikarenakan tingginya kadar alkaloid dalam darah. Orang Jawa menyebutnya ‘mendem kecubung’ dengan salah satu tandanya midriasis, yaitu mata membesar.
5. Ketepatan Telaah Informasi
Perkembangan teknologi informasi saat ini mendorong derasnya arus informasi yang mudah untuk diakses. Informasi yang tidak didukung oleh pengetahuan dasar yang memadai dan telaah atau kajian yang cukup seringkali mendatangkan hal yang menyesatkan. Ketidaktahuan bisa menyebabkan obat tradisional berbalik menjadi bahan membahayakan. Contohnya, informasi di media massa meyebutkan bahwa biji jarak (Ricinus communis L) mengandung risin yang jika dimodifikasi dapat digunakan sebagai antikanker (Wang WX, et al., 1998). Risin sendiri bersifat toksik / racun sehingga jika biji jarak dikonsumsi secara langsung dapat menyebabkan keracunan dan diare ((Audi J, et al., 2005), (Sastroamidjojo S, 2001)).
Contoh lainnya adalah tentang pare. Pare, yang sering digunakan sebagai lalapan ternyata mengandung khasiat lebih bagi kesehatan. Pare alias paria (Momordica charantia) kaya mineral nabati kalsium dan fosfor, juga karotenoid. Pare mengandung alpha-momorchorin, beta-momorchorin dan MAP30 (momordica antiviral protein 30) yang bermanfaat sebagai anti HIVAIDS ((Grover JK dan Yadav SP, 2004), (Zheng YT, et al., 1999)). Akan tetapi, biji pare juga mengandung triterpenoid yang mempunyai aktivitas anti spermatozoa, sehingga penggunaan biji pare secara tradisional dengan maksud untuk mencegah AIDS dapat mengakibatkan infertilitas pada pria ((Girini MM, etal., 2005), (Naseem MZ, et al., 1998)). Konsumsi pare dalam jangka panjang, baik dalam bentuk jus, lalap atau sayur, dapat mematikan sperma, memicu impotensi, merusak buah zakar dan hormon pria, bahkan berpotensi merusak liver ((Basch E, et al., 2003), (Lord MJ, et al., 2003)). Bagi wanita hamil, sebaiknya konsumsi pare dibatasi karena percobaan pada tikus menunjukkan pemberian jus pare menimbulkan keguguran.
6. Tanpa Penyalahgunaan
Tanaman obat maupun obat tradisional relatif mudah untuk didapatkan karena tidak memerlukan resep dokter, hal ini mendorong terjadinya penyalahgunaan manfaat dari tanaman obat maupun obat tradisional tersebut. Contoh :
a. Jamu peluntur untuk terlambat bulan sering disalahgunakan untuk pengguguran kandungan. Resiko yang terjadi adalah bayi lahir cacat, ibu menjadi infertil, terjadi infeksi bahkan kematian.
b. Menghisap kecubung sebagai psikotropika.
c. Penambahan bahan kimia obat
Pada bulan Mei 2003, Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Pekanbaru menarik 9.708 kotak obat tradisional dari peredaran dan memusnahkannya. Obat yang ditarik dari peredarannya sebagian besar berupa jamu-jamuan yang mengandung bahan-bahan kimia obat (BKO) berbahaya bagi tubuh pemakainya. Bahan-bahan kimia obat yang biasa dicampurkan itu adalah parasetamol, coffein, piroksikam, theophylin, deksabutason, CTM, serta bahan kimia penahan rasa sakit seperti antalgin dan fenilbutazon (Kompas, 31 Mei 2003). Bahan-bahan kimia obat tersebut dapat menimbulkan efek negatif di dalam tubuh pemakainya jika digunakan dalam jumlah banyak. Bahan kimia seperti antalgin misalnya, dapat mengakibatkan kerusakan pada organ pencernaan, berupa penipisan dinding usus hingga menyebabkan pendarahan. Fenilbutazon dapat menyebabkan pemakainya menjadi gemuk pada bagian pipi, namun hanya berisi cairan yang dikenal dengan istilah moonface, dan jika digunakan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan osteoporosis.
7. Ketepatan Pemilihan Obat Untuk Indikasi Tertentu
Dalam satu jenis tanaman dapat ditemukan beberapa zat aktif yang berkhasiat dalam terapi. Rasio antara keberhasilan terapi dan efek samping yang timbul harus menjadi pertimbangan dalam pemilihan jenis tanaman obat yang akan digunakan dalam terapi. Kenyataan dilapangan ada beberapa tanaman obat yang memiliki khasiat empiris serupa bahkan dinyatakan sama (efek sinergis). Sebaliknya untuk indikasi tertentu diperlukan beberapa jenis tanaman obat yang memiliki efek farmakologis saling mendukung satu sama lain (efek komplementer). Walaupun demikian karena sesuatu hal, pada berbagai kasus ditemui penggunaan tanaman obat tunggal untuk tujuan pengobatan tertentu.
Contoh, daun Tapak dara mengandung alkaloid yang bermanfaat untuk pengobatan diabetes. Akan tetapi daun Tapak dara juga mengandung vincristin dan vinblastin yang dapat menyebabkan penurunan leukosit (sel-sel darah putih) hingga ±30%., akibatnya penderita menjadi rentan terhadap penyakit infeksi ((Bolcskei H, et al., 1998), (Lu Y, et al., 2003), (Noble RL, 1990), (Wu ML, et al., 2004)). Padahal pengobatan diabetes membutuhkan waktu yang lama sehingga daun Tapak dara tidak tepat digunakan sebagai antidiabetes melainkan lebih tepat digunakan untuk pengobatan leukemia.
Sesungguhnya semua obat itu baik asal penggunaannya tepat, dosisnya disesuaikan dengan kondisi kesehatan masing-masing pemakai. Lebih baik lagi bila pemakaiannya di bawah pengawasan orang-orang yang ahli di bidangnya. Meski begitu perlu dipahami masyarakat bahwa semua obat modern maupun tradisional pasti mempunyai efek samping. Efek samping bisa bersifat intrinsik (dari obat itu sendiri), bisa pula bersifat ekstrinsik (dari luar obat itu sendiri).
Termasuk faktor intrinsik antara lain:
- salah dosis,
- salah waktu pemakaian,
- alergi atau tidak cocok dengan kondisi kesehatan pemakai,
- Interaksi negatif dengan obat atau herbal lain.
Sedangkan yang termasuk faktor ekstrainsik antara lain:
- salah identifikasi jenis obat atau tanaman,
- proses pengolahan dan kemasan tidak berkualitas,
- klaim atau iklan yang menyesatkan,
- pemalsuan.
Walaupun demikian efek samping TO/OT tentu tidak bisa disamakan dengan efek samping obat modern. Pada TO terdapat suatu mekanisme yang disebut-sebut sebagai penangkal atau dapat menetralkan efek samping tersebut, yang dikenal dengan SEES (Side Effect Eleminating Subtanted). Sebagai contoh di dalam kunyit terdapat senyawa yang merugikan tubuh, tetapi di dalam kunyit itu juga ada zat anti untuk menekan dampak negativ tersebut. Pada perasan air tebu terdapat senyawa Saccharant yang ternyata berfungsi sebagai antidiabetes, maka untuk penderita diabet (kencing manis) bisa mengkonsumsi air perasan tebu, tetapi dilarang minum gula walaupun gula merupakan hasil pemurnian dari tebu.


BAB III
PENUTUP

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efek samping obat tradisional relatif kecil jika digunakan secara tepat, yang meliputi kebenaran bahan, ketepatan dosis, ketepatan waktu penggunaan, ketepatan cara penggunaan, ketepatan telaah informasi, dan tanpa penyalahgunaan obat tradisional itu sendiri. Sebaliknya obat tradisional juga dapat berbahaya bagi kesehatan bila kurang tepat penggunaannya (baik cara, takaran, waktu maupun pemilihan bahan ramuan) atau memang sengaja disalahgunakan. Oleh karena itu diperlukan informasi yang lengkap tentang obat tradisional, untuk menghindari hal-hal yang merugikan bagi kesehatan.
Penelitian yang telah dilakukan terhadap tanaman obat sangat membantu dalam pemilihan bahan baku obat tradisional. Pengalaman empiris ditunjang dengan penelitian semakin memberikan keyakinan akan khasiat dan keamanan obat tradisional.

Studi Efek Samping Jahe (Zingiberaceae Officinaleae Roscoe) pada dosis terapi

BAB I. PENDAHULUAN

Jahe (Zingiber officinale Roscoe, Zingiberaceae) adalah tumbuhan obat yang secara luas digunakan sebagai pengobatan herbal China, Ayurveda, Tibunnani, serta di seluruh dunia. Jahe telah luas digunakan di seluruh dunia sebagai makanan atau bumbu. Sejak jaman dahulu secara luas digunakan dalam pengaturan penyakit seperti arthriris, reumathsm, kesleo, sakit otot, sakit pinggang, sakit tenggorokan, kram, konstipasi, pencernaan, mual, hipertensi, dimensia, demam, infeksi, dan penyakit cacingan.
Akhir-akhir ini penelitian terhadap jahe telah berubah dan beberapa peneliti telah melakukan penelitian dengan tujuan mengisolsi dan mengidentifikasi senyawa aktif yang terdapat dalam jahe. Penelitian ini dimaksudkan untuk dilaukan pembuktian terhadap aksi farmakologi dan didasarkan kandungan aktifnya serta membuktikan dalam penyakit dan kondisi terentu.
Inti dari aksi farmakologi dari jahe dan hubungan dengan kandungan aktifnya adalah immonomoduator, aksi tumor, antinflamasi, antiapoposis, antihiperglikemi, antilipedemia, dan anti emetikum. Jahe adalah anti-oksidan kuat dapat mengurangi atau mencegah dari senyawa radikal bebas. Dengan pertimbangan sebagai obat herbal yang aman dengan sedikit atau efek samping yang tidak siqnifikan. Akan tetapi perlu kemudian kajian lebih lanjut serta penelitian lebih lanjut untuk membuktikan pernyataan tersebut. dikatakan bahwa tidak ada satupun obat walaupun bahan alam yang aman dalam mengkonsumsinya karena jahe juga terdiri dari senyawa kimia yang memberikan efek positif atau efek yang tidak diinginkan dalam tubuh.
Untuk mempelajari jahe ini dilakukan pengujian terhadap hewan uji seta manusia dengan analiasis kinetika, dan efek dengan mengkonsumsi jahe dalam jangka waktu tertentu.













BAB II. KIMIAWI

Konstituen dari jahe ini sangat bergantung dari tempat tanam serta kondisi rizome dalam kondisi basah atau kering. Tidak semua kandungan kimia dilaparkan dalam review yang berjudul beberapa “Fitokimia, Farmakologi dan Toksikologi Dari Jahe (Zingiber officinale Roscoe) : Review dari Penelitian Akhir-Akhir Ini (Badreldin dkk, 2007), lebih diprioritaskan pada komponen mayor yang berperan dalam aksi farmakologi yang diperoleh dari ekstrak kasar.
Bau dari jahe ini bergantung dari kandungan minyak atsiri yang pada pemanenan biasanya berkisar antara 1% dan 3%. Lebih dari 50 komponen minyak atsiri yang memiliki karakter yang bervariasi dan biasanya adala monoterpenoids (β-phellandrene, (+)-champhene, sineol, geraniol, curcumin, sitral, terpineol, borneol) dan sesquiterpen (α- Zingiberance 30-70%, β-sesquiphellandrin 15-20%, β-bisabolene 10-15%, E-E-α-farnesene, ar-kurkumin, zingiberazol). Beberapa komponen minyak sedikait berbau ketika diambil dari jahe yang kering (Langner et al, 1998; Evans, 2002).
Ketajaman bau dari jahe ini dipengaruhi oleh gingerol yang merupakan homolog dari fenol. Kebanyakan yang melimpah adalah (6)gingerol walaupun didapatkan dalam kuantitas yang kecil dari gingerol yang lain dengan perbedaan pada panjang rantainya. Rasa pedas pada jahe dipengaruhi oleh keberadaan sogaol sebagai contoh (6) sogaol yang merupakan dehidrasi dari gingerol. Sogaol terbentuk dari perubahan bentuk sogaol slam proses pemanasan (Wohlmuth et al., 2005). Degradasi (6) gingerol menjadi (6) sogaol ditentukan oleh pH pada media dengan suhu 100 °C dan pH 1. Degradasi yang berulang dapat terjadi (Bhattarai et al., 2001) Degradaasi panas dari gingerol menjadi gingerone, shogaol, dan kandungan lain yang mirip dipublikasikan oleh Jolad et al (2004).
Jolad et al (2004) meneliti kandungan dari organ tumbuh (rizoma) dari jahe segar dan mengidentifikasi 63 komponen dengan 31 komponen telah dilaporkan sebagai konstituen dari jahe dan 20 komponen yang tersembunyi adalah komponen yang tidak diketahui. Komponen yang diidentifikasi adalah gingerol. Sogaol, 3-dehidrosogaol, paradols, dihidroparadols, asetil derivate dari gingerol, gigerdiol, mono- dan di- asetil derivate dari gingerdiol, 1-dehidrogigerdion, diarileptanoid, dan metil eter derivate dari beberapa komponenini. Denagn tambahan (6) gingerol, (4), (7), (8), dan (10)gingerol yang telah teridentifikasi, seperti juga metil (4) gingerol, metil (8) gingerol (4),(6), (8), (10) dan (12)- sogaol, metil (4)-., metil (6)- dan metal (8)- sogaol. Paradol dan 5-dioksigingerol. (6)- paradol, (6)-, (7)-, (8)-,(9)-,(10)-, (11)-, dan (13)- paradol telah dideteksi pada jahe segar.
Jolad et al (2004) juga juga menguji pada jahe kering menggunakan teknik yang sama pada studinya baru-baru ini (2004. Mereka mengidentifiakasi 115 komponen dengan 88 komponne yang telah dipublikasikan. 45 sari komponen itu sam seperti pada jahe segar, dan 31 lainnya merupakan kompnen yang baru, seperti metil (8)-paradol, metal (6)-isogingerol dan (6)-isosogaol. 12 yang lain diisolasi oleh orang yang berbeda. (6)-,(8)-,(10)-,dan (12)gingerdion telah dideteksi. Konsentrasi gingerol dalam jahe kering telah tereduksi disbanding dengan jahe segar, akan tetapi kandungan sogaolnya meningkat.
Diareleptanoids berada pada jahe kering ataupun basah. Ma et al (2004) melaporkan 7 Diareleptanoids yang sebelumnya tidak diketahui dari ekstrak etanol jahe China lebih dari 25 komponen telah diketahui, termasuk didalamnya Diareleptanoids. Sebaga contoh 1 yang telah dilaporkan adalah (3S, 5S)-3,5-diacetoksi-1,7-bis (4-hidroksi-3-metoksifenil)hepan. Wei et al (2005) melaporkan ativitas sitotoksik dan apoptosis yang signifiakan menyerang sel human promiyelocytic leukemia dari kandungan jahe, seperti Diareleptanoids dan komponen gingerol. Mereka menunjukkan struktur kimia signifiakan mempercepat aktifitas:
1. Kelompok asetosil pada posisi rantai 3 dan/atau 5
2. Pemanjangan rantai pada situs alkil
3. Gugus fungsi orto-diphenosil pada cincin aromatic.
4. α,β- unsaturasi moiety keton pada cincin
untuk analisis kandungan mayor jahe (6)-,(8)-, (10)-gingerol dan (6) sogaol pada produk suplemen, bumbu, teh, dan keuntangan lain dalam sediaan obat, pada HPLC telah dipublikasikan oleh Schwertner dan Rios.


















BAB III. FARMAKOKINETIK

Setelah bolus sudah masuk dalam intravena dengan dosis 3 mg/kg (6)-gingerol, kurva konsentrasi dalam plasma dibanding dengan waktu menunjukkan model dua kompartemen terbuka. (6)-gingerol dikeluakan dalam plasma dengan waktu paro 7.23 menit dan total Clearen dari tubuh adalah 16.8 ml/menit/kg. Protein serum berikatan (6)-gingerol dengan presentasi 92.4% (Ding et al, 1991). Pada kelompok studi yang sama pada kinetika tikus dengan percobaan hepatic akut atau gangguan ginjal (Naora et al, 1992) dan diidentfikasi tidak ada perbedaan yang siknifikan terlihat pada urva waktu-konsentrasi plasma atau parameter farmakoknetik lainnya dibandingkan dengan kontrol dan nephrektomize. Hal ini memberi pertanda oleh karena itu, ekskresi ginjal tidak memberikan kontribusi terhadap hilangnya (6)-gingerol dari plasma tikus. Ha ini berkebalikan dengan toksisitas hepar, mengakibatkan peningkatan kadar (6)-gingerol dalam plasma pada pase terminal. Waktu paro eliminasi meningkat signifikan dari 8.5 menjadi 11.0 menit., pada tikus dengan kerusakan hati. Semakin panjangnya waktu ikatan (6)-gingerol dengan protein seru lebih dari 90% dan efek menjadi kecil karena ketoksikannya. Aspek ini mengindikasikan bahwa (6)-gingerol bahwa liminasinya sebagian besar melewati hepar.
Penurunan metabolit dari S-(+)-(6)-gingerol, mayoritas dari pedasnya jahe, diidentifikasi secara in-vitro dengan induksi phenobarbabital pada hati tikus 10.000 gram dalam bentuk superntan yang mengandung NADPH-pembangkit sistem (Surh dan Lec, 1994). Penurunan diperlihatkan secara stereo-spesifik. Produk ekstrak etil asetat didisolasi dan dua metabolismenya diidentifikasi sebagai diasteromer dari (6)-gingerol oleh kromatografy gas/spektrometri massa. Penulis sebelumnya memperlihatkan (6)-gingerol sebagai zat pedas dari jahe yang direduksi pada hati tikus secar in-vitro. Metabolit ekstrak etil asetat yaitu sogaol telah diisolasi. Dibentuk dengan inkubasi pada alfanya, keton beta-saturasi dengan fraksi citosolic hati tikus yang telah dfortifikasi dengan NADPH- atau NADPH-pembangkit sistem: dua bagian besar metabolit yang teridentifikasi adalah 1-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-deksa-3-one(6- paradol))dan 1-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-deksa-3-ol (reduksi 6- paradol). 1-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-deksa-3-one (dehidoparardol), bukan merupakan analog zat padas sogaol, yang dibentuk dari metabolism yang sama , dari (6)-sogaol dibawah kondisi inkubasi yang sama. (6)-paradol muncul pada intermeidet reduksi metabolit alfa, beta-unsaturasi keton pada separuh sogaol yang disaturasi oleh alcohol (Surh dan Lec, 1994). Aktivitas farmakologi pada metabolite yang diisolasi tidak terkarakterisasi.
Akhir-akhir ini, dilaporkan bahwa (6)-gingerol ktika diinkubasi dengan NADPH-fertilified mikrosome hati tikus memberikan kenaikan metabolit menjadi delapan, hasil identifikasi dengan kromatografy gas –spektrometri massa (GC-MS) menganalisa dua produk hidroksilasi aromatic, serta diasteromer dua hidroksilasi alifatik produk diastereomer (6)-gingerdiol. Mikrosom hepar dari tikus dan manusia, dipertahankan dengan UDPGA, glusuronidasi (6)-gingerol yang didominasi oleh kelompok hidroksil fenolik, tapi jumlah yang kecil dari monoglukuronide kedua menyertai kelompok hidroksi alifatik juga diidentifikasi oleh analisis Kromatografi cair-spektrometri massa/spektrometri massa (LC-S/MS). Mikrosome pencernaan manusia dibentuk dari glusuronide fenolik supersoma yang terdiri dari UGTIAI manusia dan IA3 terpisah dari glukoronide fenolik, dengan aktifitas yang kecil, dimana UGTIA9 mengkatalis dengan spesifik formasi dari glukoronide alkoilik, dan UGT2B7 adalah predominan formasi dari gukorunide fenolik yang aktivitasnya tinggi. Studi ini menggambarkan kompleknya metabolism (6)-gingerol, yang direkam oleh penulis, yang seharusnya mempertibangkan aktivitas biologi yang multiple dari komponen ini (Pfeiffer et al 2006).
Metabolism lemak, dari (6)-gingerol telah diteliti pada tikus oleh Nakazawa dan Ohsawa (2002). Empedu tikus bahwa pada oral administrasi (6)-gingerol diperlihatkan dalam analisis HPLC yang mengandung metabolit mayor (S)-(6)-gingerol-4’-O-β-gluoronide. Walapun metabolit diperoleh dari (6)-gingerol tidak ditemukan dalam urin, ektrak etil asetat dari urin, setelah menglami hidrolisis enzimatik, menunjukkan enam metabolit minor (vanilic acid, asam ferulic, (S)-(+)-4-hidroksi-6-oxo-8-(4-hidroksi-3-metoksifenil) asam butanoic, 9-hidroksi (6)-gingerol dan (S)-(+)-(6)-gingerol totl ekskresi seluruh metabolit baik mayor dari empedu dan enam minor melalui urin selama 60 jam setelah adanya aministrasion oral dari (6)-gingerol kira-kira 48% dan 16% dari dosis, secara berturut-turut. Ekskresi dari enam meabolit minor di dalam urin menurun tajam setelah sterilisasi usus, mungkin karena keterlibatan flora normal di dalam metabolime. Di lain hal, inkubasi (6)-gingerol dengan hepar tikus menunjukkan adanya dari 9-hidroksi (6)-gingerol, gingerdiol, dan (S)- (6)-gingerol-4’-O-β-gluoronide. Hal ini mengindikasikan bahwa flora normal serta enzim dalam hati, meberikan pengaruh besar terhadap metabollime dari (6)-gingerol.







BAB IV. EFEK FARMAKOLOGI
1. Efek pada konsentrasi lipid serta Glukosa dalam darah
Dilaporkan bahwa pengobatan dari ekstrak metalonik dari jahe kering signfikan mereduksi induksi-fruktosa yang meninggikan kadar lipid, berat badan, hiperglikemia, dan hiperinsulinemia. Pengobatan dengan ekstrak etil asetat dari jahe tidak menujukkan perubahan signifikan reduksi tinggnya kadar lipid serta berat badan. Konsentrasi (6)-gingerol ditemukan tinggi pada methanol ekstrak yan memberukan effect lebih besar dibandingkan eti asetat ekstrak pada induksi-fruktosa hiperlidimia yang berasosiasi dengan insulin resisten. Perpanjangan aktivitas yang muncul erganntung konsentrasi dari (6)-gingerol di dalam estrak (Kadnur dan Goyal, 2005). Penulis yang sama ekstrak methanol dan atil aseta dari jahe yang diuji pada mencit selama delapan minggu, ditemukan adanya pegobatan pengurangan goldthioglukose yang menginduksi obesitas pada perlakuan mencit dan lebih lanjut direduksi dalam penurunan level glukosa dan insulin. Ini memberikan asumsi bahwa jahe meningkatkan sensitifitas insulin di dalam binatang. Akhir-akhir ini Al-Amin et al (2006) mempelajari potensi hipoglikemk dari jahe pada streptozotocid (STZ) yng menginduksi diabetes pada tikus yang memberikan hasil ekstrak air pada jahe (500mg/kg, intraperitonial) denagn periode 7 minggu. Serum darah dari binatang yang dipuasakan dianalisis gllukosa, kolesterol, dan triascygliserol. STZ disuntikkan pada tikus menunjukan hiperglikemianay bersamaan denagn berkurangnya berat badan. Pada dosisi 500mg/kg, jahe kasar signifikan dalam menurunkan glukosa serum,kolesterol, dan triascygliserol pada pengobatan diabetes tikus disbanding dengan kontrol tikus yang diabetes. Sebagai penambahan, pengobatan jahe pada tikus dengan diabetic ini menopang awal dari berat badan selama periode perlakuan. Selain itu, jahe juaga menurunkan penerimaan air serta pengeluaran urin pada STZ yang diinduksikan pada tikus ang diabetes. Hasil dari percobaan in member asusi bahwa jahe berpotensi dalam proses hipoglikemia, hipokolesterolemik, dan hipolipidemik. Sebagai tambahan jahe menunjukan efektif dalam membalikkan proteinuria diabetes dan hilangnya berat yang di temukan pada tikus yang diabetes. Dengan demikian, jahe mungkin dapat mengatur pada efek komplikasi diabetes pada subjek manusia.
2. Efek tekanan darah
Dilaporkan bahwa ekstrak kasar jahe mampu menurunkan tekanan darah pada tekanan darah arteri pada tikus yang dianastesi. Efeek yang nyata adalah menurunkan tekanan darah dengan memblok kanal kalsium dan menihibisi reseptor muscarinik. Hal ini juga bergantung kandungan aktifnya misal; resisten-atropin dan L-NAME-sensitif aktiif pada pembuluh darah ketika dalam jahe mengandung (6)-,(8)-,dan(10)-gingerol bersama (6)-sogaol menunjukkan efek ringan pada vasodilator.
3. Aktivitas Antiinflamasi dan Analgetik
Jahe mampu sebagai bahan anti-infalamasi dengan menghambat sintesisi prostlagandin (Kiruchi dkk, 1982). Dengan konstituen gingerdioan memberikan efek farmakologi mirip dengan obat NSAIDs pada tubuh yang telah diberi leukosit pada in-vitro(Flynn dkk, 1968). Gingerol sangatlah aktif dalam menghambat postlagandin dan leukotrien dalam sel RBL-1, gingerol dengan situs aktif alkil pada rantainya olebih efektif menghambat leukorien dari pada prostlagandin (Kiuchi dkk, 1992). Jahe dengan beberapa kandungunnya efektif menyerang sintesis sitokinin (protein yang dikeluarkan oleh sel makrofag, limfosit, dan firoblas saat terjadi proses inflamasi) dan sekresi senyawa inflamasi dan pengeluaran senyawa lainnya dalam proses inflamasi (Gzanna dkk, 2005). Jahe juga mampu mengatur jalannya biokmia yang mengktifkan inflamasi kronis (Gzanna dkk, 2005). Untuk mrlihat aktifitas jahe dalam memberi efek aktiitas sel monosit maka dilakuan kutur TPH-1 monosit dan menujukkan ekstrak ampu menghambat beta-amiloid peptic-induced sitokinin dan ekspresi semokin (Gzanna dkk, 2004). Pada studi in-vitr ekstrak jahe mampu menekan inflamasi seperi artritis dengan menekan pro-inflamasi sitokinin dan cemokin yang diproduksi oleh sinoviosit, condrosite, leukosit, jahe ditemukan secara efektif menghambat ekspresi seokin (Phan dk, 2005)
Aksi antiinflamasi, analgesik, dan antipirtik dari ekstrak etanolik jahe diujikan pada tikus. Ekstrak menurunkan atau mengurangi induksi karagenan pada pembengkakan kaki/tangan dan induksi demam, tetapi tidak efektif menekan rasa sakit dari induksi asam asetat secara intraperitoneal. Dosis tergantung inhibisi dari pelepasan prostaglandin juga dipelajari penggunaannya pada leukosit tikus secara peritoneal. Thompson et al. (2002) mengkonfirmasikan bahwa aksi penghambatan dari jahe pada prostaglandin yang diberikan secara oral atau intraperitoneal dari ekstrak aie jahe (500 mg/kg) yang diberikan kepada tikus setiap hari selama 4 minggu efektif secara signifikan menurunkan serum prostaglandin E2. Penelitian yang baru juga melaporkan aksi anti inflamasi, analgesik, dan antipiretik ekstrak etanol jahe pada tijus dan mencit.
Mekanisme aksi dari jahe, komponen, dan derivatnya masih terus diteliti oleh beberapa peneliti. Gingerol dan derivatnya, khususnya (8)-paradol, telah dilaporkan lebih berpotensi sebagai antiplatelet dan penghambatan siklooksigenase (COX-1) dibandingkan aspirin, ketika diuji in vitro oleh Chrono Log dengan platelet darah agregometer. Peneliti ini menjelaskan gugus fungsi karbon pada C3 ditemukan pada paradol dan seri diarylhetanoid mungkin menyumbangkan potensinya sebagai antiplatelet dan menginhibisi COX-1. inhibisi dari asam arakhidonat (AA) jalur cascade melalui COX-1 sistem sintesis tromboksan dengan komponen fenolik mungkin memperjelas mekanime aksi dari jahe. Koo et al (2001) membandingkan kemampuan gingerol dan hubungan analognya juga dengan aspirin pada penghambatan AA menginduksi penurunan platelet manusia secara in vitro. Penggunaan pada rentang dosis yang sama juga menunjukkan bahwa gingerol dan analognya kira-kira dua sampai tiga kali lipat kurang berpotensi dibandingkan aspirin berlawnan dengan reaksi penurunan platelet yang diinisiasi oleh AA, dan dua sampai empat kali lipat kurang berpotensi dibandingkan aspirin pada penghambatan agregasi platelet yang diinduksi AA.
Trripathi et al. menguji hipotesis tentang ekstrak jahe yang diduga memilki efek penghambatan fungsi makrofag secara in vitro dan pada laporan ini juga dijelaskan tentang efek anti inflamasi secara in vivo. Dia juga memberikan hipotesis tentang konstituen aktif dari jahe yaitu (6)-gingerol yang efektif sebagai substansi anti inflamasi karena menghambat aktivasi makrofag, lebih spesifiknya pada penghambatan sitokinesis prto antiinflamasi dan presentasi antigen oleh oleh aktivasi makrofag lipopolisakarida. Hal ini dapat disimpulkan bahwa (6)-gingerol menghambat secara selektif produksi sitokinin pro antiinflamasi dari makrofag, tetapi tidak mempengaruhi fungsi sel yang mempresentasikan antigen atau Antigen Presenting Cell (APC). Oleh karena itu (6)-gingerol sebagai komponen antiinflamasi mungkin dapat digunakan untuk menyembuhkan inflamasi tanpa dicampuri dengan fungsi presentasi antigen dari makrofag.
Pada kenyataannya tidak ada konstituen jahe yang menyebabkan efek samping pada gastrointestinal seperti yang biasanya disebabkan oleh NSAID konvensional yang menyebabkan penghambatan prostaglandin. Jahe juga menyenbuhkan borok pada tikus.
4. Efek Jahe Pada Gastointestinal
Tepung rimpang jahe telah lama digunakan pada pengobatan tradisional untuk meringankan gejala penyakit pada gastrointestinal. Ekstrak aseton jahe dan konstituennya mampu meningkatkan pengosongan lambung dari makanan pada mencit. Efektivitas dari jahe pada emesis menjadi hiperemesis Gravidarum, motion sicknes, dan khemoterapi kanker juga pernah dilaporkan. Jahe digunkan pada pencegahan dan penyembuhan mual dan muntah pada manusia, tanpa efek yang signifikan pada pengosongan lambung. Peneliti menghilangkan efek anti kolinergik sentral dari jahe, hal ini tidak mengurangi respon nistagmus untuk vestibular dan stimulasi optokinetik. Pada tikus juga menunjukkan (6)-gingerol meningkatkan transit gastrointestinal makanan dan kekurangan aksi ini pada manusia menyebabkan perbedaan dosis yang digunakan. Baru-baru ini hal tersebut dijelaskan bahwa ekstrak jahe, memilki efek agonis kolinergik secara langsung pada reseptor M3 juga efek penghambatan pada pre sinapsis autoreseptor muskarinik, kesamaan untuk standar antagonis muskarinik.
Pada isolasi usus babi Guinea, beberapa komponen jahe (contohnya (6)-gingerol, (6)-shogaol, dan galanolakton) menunjukkan efek anti serotonin (5-hidroksitriptamin). Hal ini mungkin mempengaruhi aksi anti emetik beberapa jahe atau konstituennya mungkin menjadi media sentral melalui reseptor 5-HT3, seperti konstituen yang memilki bobot molkul kecil dan mudah melewati sawar darah otak. Pada Suncus murinus menunjukkan bahwa pemberian peroral (6)-gingerol mencegah muntah pada respon untuk siklofosfamid, barangkali melalui efek sentral.
Pemberian Cisplantin menyebabkan mual dan muntah pada manusia dan hewan. Ekstrak aseton dan etanol 50% jahe secara oral dosis 25, 50, 100, dan 200 mg/Kg menunjukkan perlindungan secara signifikan, sedangkan ekstrak air pada dosis yang sama tidak efektif mengatasi muntah karena Cisplantin pada anjing.
Mahady et al (2003) pertama kali membuktikan konstituen aktif dari jahe (gingerol) efektif secara in vitro melawan Heliobacter pylori, secara etiologi dihubungkan dengan dispepsia, tukak lambung, dan berkembang pada kanker lambung dan usus besar. Hal ini selanjutnya dibenarkan oleh Mahady et al (2005) dan Nastro et al (2006).
O”Mahony et al (2005) menguji aktivitas bakterisidal dan anti adhesiv komponen jahe dan beberapa tanaman obat dan bahan makanan yang dapat melawan H. pylori dan menemukan bahwa jahe paling efektif membunuh H. pylori, tetapi kemampuan menghambat adhesi pada bakteri ini untuk daerah perut lebih rendah. Baru-baru ini, Siddaraju dan Dharmesh (2007) melaporkan bahwa jahe yang bebas fenol dan fraksi fenolik yang telah dihidroolisis pada jahe keduanya berpotensi menghambat aktifitas proton kalium ATPase sel perut dan pertumbuhan H. pylori dan menjelaskan bahwa kedua fraksi dapat menyembuhkan tukak lambung dengan harga yang relatif murah.
5. Efek Perlindungan dari Radiasi dan Jaringan
Beberapa ekstrak dan fraksi dari Zingiber officinalle masih menunjukkan perlindungan terhadap induksi kimia pada kerusakan jaringan. Sebagai contoh fraksi Z. officinalle ditunjukkan oleh Yemitan dan Izegbu (2006) bahwa perlakuan sebelumnya pada tikus dengan ekstrak etanoldari rimpang jahe dan ektrak minyak dari tanaman efektif memperbaiki induksi akut hepatotoksik dari CCl4 dan asetaminofen (parasetamol).
Efek perlindungan dari ekstrak hidroalkohol dari rimpang jahe telah dipelajari pada mencit yang diberi ekstrak secara intraperitoneal dosis 10 mg/kg, sekali sehari selama 5 hari berturut-turut yang sebelumnya diberi 6-12 Gy radiasi gamma dan diamati setiap hari hingga 30 hari setelah diradiasi untuk mengamati tanda-tanda sakit karena radiasi atau bahkan kematian (Jagetioa et al., 2003). Perlindungan dari jahe mencegah kematian akibat radiasi dilaporkan juga oleh peneliti yang sama pada publikasi berikutnya (Jagetia et al., 2004). Praperlakuan pada mencit dengan ZOE mengurangi sakit karena radiasi dan kematian, serta melindungi mencit dari sindrom gastrointestinal, sebaik sindrom sumsum tulang belakang. Dosis yang mereduksi faktor dari ZOE telah ditemukan menjadi 1,15.dosis yang optimum melindungi yaitu 10 mg/kg ZOE 1/50 dari LD 59 (500 mg/kg).
Pemberian ekstrak 1 h sebelum 2-Gy iradiasi gamma efektif menghambat respon penghindaran sakarin setelah 5 hari perlakuan, keduanya tergantung dosis dan waktu, dengan 200 mg/kg b.w., i.p, menjadi dosis yang paling efektif. Baru-baru ini, pada kelompok yang sama diteliti peranan ekstrak hidroalkohol jahe pada tikus dan ditentukan bahwa ektrak berhasil melindungi tikus melawan CTA menjadi beberapa tingkatan perbandingan untuk membandingkan obat antiemetik ondasteron dan deksametason. Mekanisme perlindungan gastrointestinal dijelaskan dengan berbagai faktor termasuk antioksidan, mekanisme modulasi otot dan perlindungan terhadap radiasi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa jahe mungkin memilki aktivitas farmakologi yang dapat melindungi dan efektif mengurangi kerusakan yang dihasilkan pada sel dan jaringan oleh radiasi ion (haksar et al., 2006)
6. Aksi Anti-oksidan Jahe
Beberapa penulis menunjukkan bahwa jahe dilengkapi dengan properti anti oksidan kuat secara in vitro dan in vivo. Aksi anti oksidan jahe telah diajukan sebagai salah satu dari mekanisme yang mungkin dari aksi protektif tanaman ini terhadap toksisitas dan lethalitas radiasi (contoh : Jagetia et al, 2003; Haksar et al., 2006) dan sejumlah agen toksik seperti karbon tetraklorida dan cisplastin (contoh : Amin dan Hamza, 2006; Yemitan dan Izegbu, 2006), dan sebagai obat anti ulkus (Siddaraju dan Dharmesh, 2007).
Baru-baru ini telah ditunjukkan bahwa [6]-gingerol memiliki aksi anti oksidan kuat baik itu secara in vivo dan in vitro, sebagai tambahan terhadap aksi anti inflamasi dan anti apoptosis (Kim et al., 2007). Hal ini membuatnya menjadi agen yang sangat efektif untuk mencegah produksi species oksigen reaktif yang diinduksi oleh ultra violet B (UVB) dan ekspresi COX-2 dan agen terapuetik yang mungkin melawan gangguan kulit yang diinduksi oleh UVB.













BAB V. INTERAKSI OBAT – JAHE
Beberapa interaksi obat-jahe telah dilaporkan dalam literature. Jahe tidak berinteraksi dengan anti koagulan warfarin pada tikus atau manusia (Weidner dan Sigwart, 2000; Vaes dan Chyka, 2000). Baru-baru ini, hal ini telah dikonfirmasikan pada suatu studi yang dilakukan oleh Jiang et al. (2005) pada suatu penelitian teracak, tiga jalur silang (cross over), label terbuka pada 12 orang relawan sehat. Jahe diberikan per oral dengan dosis 400 mg (tiga kali sehari selama 1 minggu) sebelum warfarin dan dilanjutkan selama satu minggu setelahnya. Jahe dapat mengganggu efek bermakna baik itu pada status pembekuan maupun status kinetic dan dinamik dari warfarin.
Efek sinergetik jahe dan nifedipin sebagai anti agregasi trombosit pada relawan sehat dan pasien hipertensi telah dipelajari di Taiwan (Young et al., 2006). Ditemukan bahwa persentase agregasi trombosit yang diinduksi oleh kolagen, adenosine difosfat (ADP) dan epinefrin pada pasien hipertensi lebih besar daripada orang normal. Baik itu aspirin atau jahe dapat meningkatkan potensi efek anti agregasi trombosit dari nifedipin pada relawan normal dan pasien hipertensi. Hal ini menunjukkkan bahwa jahe dan nifedipin memiliki efek sinergetik sebagai anti agregasi trombosit. Telah direkomendasikan bahwa kombinasi 1g jahe dengan 10mg nifedipin dapat berguna dalam menghilangkan komplikasi kardiovaskular dan serebrovaskuler akibat agregasi platelet.



















BAB VI. AKSI ANTI-MIKROBA JAHE

Ekstrak jahe (10 mg/kg) intra peritoneal memiliki aktivitas anti-mikroba terkait dosis melawan Pseudomonas aeruginosa, Salmonela typhimurium, Escherichia coli dan Candida albicans (Jagetia et al., 2003). Yin dan Change (1998) menunjukkna bahwa jahe tidak memiliki aksi bermakna dalam melawan beberapa jamur (Aspergillus niger dan Aspergillus flavus) secara in vitro. Namun, Ficker et al. (2003b) menemukan bahwa dari 29 ekstrak tanaman, ekstrak jahe memiliki rentang aktivitas anti jamur paling besar yang diukur baik itu dengan penghambatan jamur atau diameter zona inhibisi. Ekstrak jahe merupakan satu-satunya yang aktif melawan Rhizopus sp., suatu organisme yang tidak dihambat oleh satupun dari ekstrak tanaman lain yang diujicobakan atau oleh agen anti jamur ketokonazol atau berberin. Dengan menggunakan isolasi yang dipandu dengan bio-assay dan identifikasi komponen anti-jamur pada jahe, penulis yang sama (Ficker et al,, 2003a) melaporkan bahwa [6], [8] dan [10]-ginerol dan [6]-gingerol merupakan prinsip utama anti-jamur. Komponen tersebut aktif melawan 13 human pathogen pada konsentrasi < 1mg/ml. Kandungan gingerol pada tanah ras Afrika paling tidak 3 kali lebih besar daripada tipe jahe komersial lainnya. Oleh karena itu, penulis ini menyarankan bahwa ekstrak jahe distandardisasi berdasar pada kandungan teridentifikasi yang dapat dianggap sebagai agen anti jamur untuk terapi praktis.
Iqbal et al. (2006) menyelidiki aktivitas anti-cacing pada bubuk mentah (CP) dan ekstrak cair mentah (crude aqueous extract/CAE) dari jahe kering (1-3g/kg) pada biri-biri yang secara alami terinfeksi dengan nematode gastrointestinal. Baik itu CP dan CAE menunjukkan efek anti-cacing terkait dosis dan waktu dengan reduksi maksimum berturut-turut 25,6% dan 66,6% dalam telur per gram (EPG) dari feses pada hari 10 terapi. Levamisole (7,5 mg/kg), agen anti-cacing standard pada studi ini menunjukkan reduksi EOG sebesar 99,2%. Meskipun penulis dalam studi ini menyimpulkan bahwa jahe memiliki aktivitas anti-cacing in vivo pada biri-biri, oleh karena itu (justifikasi penggunaan tradisional tanaman ini pada jaman dahulu untuk kecacingan), telah jelas bahwa reduksi EPG diinduksi oleh jahe sangat kecil dibandingkan dengan anti-cacing yang aman dan efektif yang telah tersedi








BAB VII. EFEK LAIN
Iwakasi et al. (2006) menyelidiki komponen jahe yang terlibat dalam peningkatan suhu tubuh. Semua gingerol dan shogaol meningkatkan konsentrasi kalsium intraseluler pada reseptor transient tikus potensial sel HEK293 yang mengekspresikan vailloid suptipe-1 (TRPV1) melalui TRPV1. Berkaitan dengan hal ini, shogaol lebih poten daripada gingerol. Efek samping diinduksi oleh [6]- dan [10]
Gingerol, dan [6]-shogaol (5 mmol/l) pada tikus ketika kandungan ini diberikan pada mata. Namun, tidak ada respon yang teramati dengan [10]-shogaol (5 dan 10 mmol/l). [10]-shogaol menginduksi reseptor nosiseptif via TRPV1 pada tikus mengikuti injeksi subkutan ke dalam cakar yang tersembunyi; kandungan pedas capsaisin (CAP) dan [6]-shogaol diamati memiliki efek yang sama. Lebih lanjut lagi, sekresi katekolamin adrenal, yang memiliki efek serupa pada konsumsi energi, ditunjukkan pada tikus terhadap [6]- dan [10]-gingerol; dan [6] dan [10]- shogaol 91,6 μmol/kg, i.v.). Sekresi adrenal yand diinduksi oleh [10]-Shogaol dihambat oleh pemberian capsazepin, antagonis TRPV1. Telah disimpulkan bahwa aktivitas gingerol dan shogaol yang diaktifkan dengan TRPV1 dan peningkatan sekresi adrenalin. Secara menarik, [10]-shogaol merupakan kandungan tidak pedas diantara gingerol dan shogaol, menunjukkan manfaatnya sebagai kandungan fungsional pada makanan.
Paraben merupakan kelompok bahan kimia yang digunakan secara luas sebagai bahan pengawet pada kosmetik dan industri farmasi. Kandungan tersebut, dan bentuk garamnya, secara primer digunakan oleh karena properti anti bakteriosidal dan fungisidalnya. Mereka dapat ditemukan pada shampo, pelembab komersial, gel untuk bercukur, gel pembersih, lubrikan, obat topikal/parenteral, dan pasta gigi. Mereka juga digunakan sebagai pengawet makanan. Asnani dan Verma (2006) melaporkan bahwa ekstrak jahe yang memadai memiliki efek amelioratif sitotoksisitas yang diinduksi oleh paraben (p-hydroxyebzoic azid) pada eritrosit sehat manusia secara in vitro. Paraben terhadap suspensi RBC menyebabkan peningkatan bermakna pada kecepatan hemolisis. Namun, tambahan konkuren paraben (150 μg/ml) dan ekstrak jahe menyebabkan retardasi terkait konsentrasi pada hemolisis yang diinduksi oleh paraben. Yang lebih terbaru, Verma dan Asnani (2007) mengevaluasi efek paraben (p-hydroxyebzoic azid) pada kandungan protein asam, basa dan netral, seperti halnya karbohidrat dan kolesterol pada hati dan ginjal tikus. Mereka telah menemukan bahwa pemberian ekstrak Z.officinale cair per oral (3mg/hewan/hari) bersama dengan paraben selama 30 hari menyebabkan ameliorasi bermakna pada semua tipe protein, karbohidrat dan kolesterol pada hati dan ginjal.
Pada paper terbaru, Tripathi et al (in press) menuliskan hasil yang belum terpublikasi yang menunjukkan bahwa jahe memperpanjang survival alograft jantung tikus secara in vivo dna menghambat beberapa fungsi makrofag in vitro.
Alkanon fenolik 6-gingerol dan kandungan 6-shogaol mereduksi sel kanker gaster melalui mekanisme berbeda (Ishiguro et al., in press). Yang dulunya mempengaruhi viabilitas sel kanker secara ringan, sedangkan kemudian memiliki efek inhibisi bermakna dengan merusak mikrotubulus dan menginduksi mitotic arrest.

BAB VIII. EFEK SAMPING YANG TIDAK DIKEHENDAKI DARI JAHE
1. Efek pada Pembekuan darah
Pada ekstrak platelet memberikan efek platelet pad Trmboksin-2 (TBX-2) dan prostladandin-E2 (PGE2), dengan pemberian setiap hari pada tikus selama 4 minggu abik secara oral ataupun i.p. dosis 50 mg/kg pada ip tidak memberikan pengurangan yang siknifikan terhadap TBX-2, akan tetapi secara signifikan mengubah PGE2 pada dosis yang sama. Pada dosis yang tinggi 500 mmg/kg efektif mengurangi kadar PGE2 dalam serum baik secara oral atau ip. Untuk TBX-2 hanya menurun ketika dberikan secara oral saja.
Dalam review yang lain dengan judul ” Manfaat, Efek Samping Dan Interaksi Obat pada Terapi Herbal Dengan Efek Kardivaskuler” oleh Geogianne dkk New York, 2002 menyebutkan jahe mmberikan efek samping berupa gangguan fungsi platelet dan menyebabkan hipertensi. Bubuk jahe kering sejumlah 500-1000 mg, atau jahe segar. 2-4 gram biasanya digunakan untuk anti mual. Jahe yang dikatakan mampu memberikan efek vitalitas jantung dan darah ini mampu mengurangi agregasi platelet dan menghambat sintesis tromoksin pada penelitian secara in-vitro. in-vitro aktivitas antiplatelet berbeda berdasarkan bentuknya ( kering, menta, sudah dimasak atau ekstrak). Studi klinik, menggunaan materi mentah,sudah dimasak, ataupun jahe kering tidak menunjukkan pengeluaran darah agregasi platelet atau produksi trombosit. Jadi jahe ini mampu menghambat penjendalan darah sehingga penggunaannya haruslah hati-hati.
2. Efek Hipertensi
Kandungan yang diisolasi sperti gingerol dan sogaol positif memberikan efek inotropik dan tekanan. Dari sinilah efek saping hipertensi tersebut muncul.
3. Hipotesis keamanan pada wanita hamil
Untuk wanita hamil menjadi sengat berhati-hati apalagi pada masa kehamilan awal karena jahe mampu menghambat ikatan testosteron dengan janin (hipotesis). Beberapa efek samping dari jahe telah dilaporkan pada tikus yang hamil (Wilkinson, 2000). Teh jahe (15g/l, 20g/l atau 50 g/l) telah diberikan pada botol minuman tikus Sprague-Dawley yang hamil pada umur kehamilan 6 hari berturut-turut sampai hari ke-15 dan mereka dibunuh pada hari ke-20. Tidak ada toksisitas maternal yang teramati, namun kematian embrionik pada kelompok terapi berlipat ganda daripada kontrol. Tidak ada malformasi morfologi besar yang teramati pada fetus yang diterapi. Fetus diekspos dengan teh jahe secara bermakna lebih berat daripada kontrol, sebuah efek yang lebih besar pada fetus betina dan tidak berkaitan dengan peningkatan ukuran plasenta. Fetus yang diterapi juga memiliki perkembangan skeletal seperti yang ditentukan denan pengukuran pusat penulangan sternum dan metakarpal. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa paparan in utero terhadap teh jahe memberikan hasil peningkatan matinya embrio dini dengan peningkatan pertumbuhan dalam harapan hidup fetus (Wilkinson, 2000). Meskipun teh juga diajukan sebagai obat alternatif yang aman dan efektif terhadap anti-emetik konvensional (Boone dan Shields, 2005), hal ini mungkin secara nyata digunakan untuk mencegah pemberian jahe atau komponen yang diekstrak darinya selama kehamilan (Marcus dan Snodgrass, 2005).
4. Efek minor lainnya
Beberapa efek samping minor dapat berkaitan dengan penggunaan jahe untuk manusia. Pada satu percobaan klinik yang melibatkan 12 orang relawan sehat yang menerima jahe per oral pada dosis 400 mg jahe (3 kali sehari selama 2 minggu), satu subjek pada studi ini dilaporkan mengalami diare ringan selama dua hari pertama pemberian jahe pra-terapi. Jahe mungkin menyebabkan heartburn, dan pada dosis yang lebih tinggi dari 6 g dapat beraksi sebagai iritan lambung. Inhalasi dari debu jahe mungkin dapat memproduksi alergi yang dimediasi oleh IgE (Chrubasik et al., 2005)


IX. TOKSIKOLOGI JAHE
Jahe secara umum dianggap sebagai obat herbal yang aman (Weidner dan Sigwart, 2000). Ekstrak jahe yang paten EV.EXT 33 diberikan per oral gavage pada konsentrasi 100, 333 dan 1.000 mg/kg, ke dalam tiga grup dari 22 tikus betina yang hamil dari hari ke-6 hingga ke-15 gestasi. Sebagai perbandingan, kelompok keempat menerima kendaraan, minyak sesame. Berat badan dan intake makanan dan cairan dicatat selama periode terapi. Tikus dibunuh pada hari ke-21 kehamilan dan diperiksa dengan parameter standard reproduksi. Fetus diperiksa untuk melihat tanda efek teratogenik dan toksik. Preparasi jahe ditoleransi secara baik. Tidak ada kematian atau efek samping terkait terapi yang teramati. Peningkatan berat badan dan konsumsi makanan semua kelompok hampir sama selama masa kehamilan. Penampilan reproduksi tidak dipengaruhi oleh terapi jahe. Pemeriksaan fetus untuk perubahan eksternal, visceral dan skeletal tidak menunjukkan adanya efek embriotoksik atau teratogenik dari preparasi jahe. Berdasarkan hasil ini, disimpulkan bahwa preparasi jahe EV.EXT 33 ketika diberikan pada tikus hamil selama periode organogenesis, menyebabkan baik itu toksisitas maternal atau perkembangan pada dosis harian hingga 1.000 mg/kg BB (Weidner dan Sigwart, 2001).


X. KESIMPULAN
Review terbaru berusaha untuk mendokumentasikan dan memberikan komentar terhadap publikasi yang menunjukkan jahe dan konstituen jahe selama 10 tahun terakhir atau sebelumnya. Paper yang direview ini menyediakan contoh lain bagaimana hal ini mungkin dapat menjelaskan aksi obat jaman dahulu dalam hal biokimia dan farmasi konvensional. Jahe dan konstituen kimianya memiliki aksi anti-oksidan kuat. Karena beberapa penyakit metabolik dan gangguan degeneratif terkait usia berkaitan erat dengan proses oksidatif pada tubuh, penggunaan jahe atau satu konstituennya atau lebih sebagai sumber anti oksidan untuk menghancurkan oksidasi menjadi perhatian lebih lanjut. Jahe dan banyak dari konstituen kimianya telah ditunjukkan pada sejumlah studi klinik, bermanfaat dalam menghilangkan muntah paska operasi dan muntah pada kehamilan. Hal ini mungkin berguna dalam investigasi efek jahe untuk muntah selama kemoterapi kanker, sebagai obat mentah dan konstituennya telah menunjukkan anti kanker. Beberapa studi juga diperlukan pada kinetuk jahe dan konstituennya dan efek pada konsumsi berlebihan pada periode lama. Jahe dianggap sebagai obat herbal yang aman dengan efek samping sedikit saja dan tidak bermakna.
Percobaan lebih lanjut pada manusia diperlukan untuk menentukan efikasi jahe (atau satu atau lebih dari konstituennya) dan untuk menegakkan sesuatu, jika ada, efek samping yang teramati. Namun, percobaan klinis double-blind sulit untuk dilakkan karena rasa dan bau jahe sangat menyengat.
Dari hasil pengamatan keamanan dari jahe sendiri tidak begitu signifikan. Adapun efek samping yang mungkin timbul adalah gangguan pembekuan darah, hipertensi, gangguan saat kehamilan awal, dan bebapa efek minor lainnya seperti diare ringan,heartburn, iritan lambung serta inhalasi dari debu jahe mungkin dapat memproduksi alergi yang dimediasi oleh IgE.

Referensi
H. Ali Badreldin, Blunden, Tanira M, Nemmer, 2007, Some Phytochemical, Pharmacological, and Toxikological Properties of Ginger (Zingiberaceae Officinaleae Roscoe): A Review Of Rcent Research. Sience direct, elsevier
Valli G, V Grace-Elsa, Giardina, 2002, Benefit, Adverse Effect And Drugs Interactions of Herbal Therapies with Cardivarcular Effect. New-York