Selasa, 02 Maret 2010

Xanthylium

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dewasa ini penggunaan pewarna alami mengalami peningkatan, terlebih setelah periode 1994. Semenjak ditemukannya berbagai macam penyakit berbahaya yang berbagai bidang, baik industri makanan, tekstil, kosmetik, obat, dan lain sebagainya membuat penelitian terhadap sumber-sumber pewarna alami semakin diminati.
Salah satu pewarna alami yang banyak digunakan saat ini adalah antosianin. Senyawa ini merupakan pigmen poliphenol terbanyak dalam tanaman. Beberapa senyawa antosian menghasilkan warna kuning hingga merah. Salah satu senyawa yang biasa digunakan untuk pewarna makanan atau minuman adalah xanthylium.
Xanthylium diperoleh dari hasil sintesis antara glioxylic acid dengan (+) catechin. Xanthylium umumnya digunakan dalam pewarna minuman (wine). Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa kestabilan senyawa ini sangat dipengaruhi oleh temperatur, oksigen, pH, sinar dan beberapa enzim. Makalah ini disusun untuk membahas ketidakstabilan intensitas warna dari xanthylium terhadap perubahan pH.

B. PERUMUSAN MASALAH
1. Darimana asal zat warna xanthylium?
2. Bagaimana pengaruh pH terhadap stabilitas xanthylium?
3. Bagaimana aplikasi zat warna xanthylium di bidang farmasi?

C. TUJUAN PENULISAN
Umum:mengenalkan zat warna xanthylium pada masyarakat
Khusus: mengetahui stabilitas zat warna xanthylium pada perubahan pH.







PEMBAHASAN

Pewarna alami adalah zat warna yang didapatkan dari alam. Penggunaan pewarna alami makin meningkat didasarkan pada :
1. pewarna alami memiliki daya tarik karena image aman dan sehat yang ditampilkannya, serta umumnya tersedia dalam jumlah yang banyak.
2. perkembangan pewarna alami dari sumber alam mengalami peningkatan sebagai pengganti pewarna sintetik.
3. banyaknya efek samping yang tidak diharapkan dari pewarna sintetik menyebabkan peralihan ke pewarna alami yang dinilai lebih ramah lingkungan.
Salah satu golongan pewarna alam yang banyak dijumpai dalam tumbuhan adalah antosianin. Antosianin merupakan pigment polifenol yang banyak terdapat dalam tanaman. Adanya pigmen kuning membuat orang tergelitik untuk melakukan penelitian pada kerangka Xanthylium, seperti yang dilaporkan oleh Dangles dan Brouillard (1994). Pigmen Xanthylium merupakan hasil sintesis dari reaksi yang melibatkan asam glyoxylic dan (+)- catechin. Aplikasi pigmen Xanthylium antara lain pada pewarnaan anggur dan banyak digunakan sebagai pewarna makanan dengan warna merah muda terutama untuk produk-produk alkalis.
Garam Xantilium akan mengalami perubahan warna pada lingkungan pH yang berbeda. Perubahan warna diukur dengan spektrofotometer UV Visible berdasarkan pergeseran panjang gelombang, sedangkan intensitas warnanya digambarkan dengan harga absorbansi. Pada pH asam terbukti menimbulkan intensitas yang relative lebih stabil yang ditunjukkan pada grafik 4. Berdasarkan grafik, intensitas warna stabil jika absorbansi yang tampak pada spectra UV dan Visibel menghasilkan serapan yang tidak jauh berbeda, yaitu terlihat pada pH asam. Sedangkan pada pH basa, tampak adanya perbedaan serapan antara UV dan Visible. Pernyataan tersebut didukung penelitian yang dilakukan oleh Saffi (2004), dimana pada pH 2,2-5,6 memiliki koefisien ekstingsi molar maksimal dan konstan, serta serapan warna akan meningkat pada pH 5,6-8,9.
SUMBER
Xanthyllium dibuat dari sintesis asam glioksilat dan katekin. Asam glioksilat atau asam oksoasetat merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H2O3. Sinonim lain asam ini adalah, asam formilformat dan asam oksoetanoat. Senyawa ini memiliki gugus aldehida dan asam karboksilat. Alkil ester asam glioksilat disebut alkil asam glioksilat. Senyawa ini dibentuk dengan oksidasi organik asam glioksilat atau ozonolisis asam maleat. Asam glioksilat berupa cairan dengan titik leleh -93°C dan titik didih 111 °C. Ia tersedia secara komersial sebagai monohidrat atau larutan dalam air. Sedangkan katekin bisa diisolasi dari daun Camellia sinensis
Seperti disebutkan sebelumnya xanthylium diperoleh dari hasil sintesis antara asam glyocylic dengan katekin. Reaksi ini dikonduksi pada larutan hidroalkoholik ( H20-EtOH 9/1 v/v). Setelah diinkubasi pada suhu 40 C selama 2,5 jam akan timbul dimer warna dari 2 unit katekin yang saling berikatan pada posisi 8 yang dihubungkan oleh jembatan karboksimetin. Reaksi ini kemudian diuji melalui metode semi preparatif HPLC, perubahan yang terjadi di monitor pada larutan aquoeus pH 3,5. Untuk spektrofotometri digunakan spektrometer GBC 111 UV-Vis dengan Quatz cell tebal 10 mm dan dilengkapi dengan GBC Scan Master manager software.

Setelah diisolasi, diteliti karakteristik spektra dan dintensitas warnanya yang dipengaruhi oleh perubahan pH. Telah diamati pergesaeran batokromik dari panjang gelombang visibel terhadap variasi pH asam sampai basa, sedangkan pnjanag gelombang absorbansi UV tidak mengalami perubahan yang berarti. Peningkatan yang menyertai pada intensitas panjang gelombang absorbsi visibek juga diamati. Warna pink yang mucul pada pH basa memungkinkan senyawa xanthylium digunakan sebagai pewarna pink pada produk alkali/basa.















Struktur Xanthylium (http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.chemicalbook.com)








Asam glioksilat
(http://images.google.co.id/images?gbv=2&hl=id&sa=3&q=asam+glioksilat)












Katekin
(id.wikipedia.org)


KEGUNAAN

Xanthylium banyak digunakan dalam industri pembuatan anggur (wine ) sebagai bahan pewarna. Baik wine putih ataupun wine merah. Karena itu, xanthylium juga ditemukan dalam ekstrak anggur. Yang banyak digunakan adalah xanthylium hasil sintesis tadi, berupa pigmen kuningnya .

Ribes nigrum (black currant)

PENGARUH BEBERAPA FAKTOR PADA KOMPOSISI DAN STABILITAS ANTOSIANIN DALAM BLACK CURRANT

Warna makanan selalu menjadi nilai untuk menentukan kualitas. Warna pada makanan dapat mempengaruhi pembeli sehingga tertarik untruk membelinya, selain itu juga dapat menambah selera makan. Mendapatkan warna yang kuat dan stabil dari buah atau buah beri merupakan suatu masalah selama proses dan penyimpanan.Oleh karena itu, sifat kimia dari molekul warna harus dikuasai. Penelitian ilmiah tentang sifat kimia warna, baik teori maupun penerapan, penting dilakukan dalam rangka mengembangkan warna dari produk-produk makanan yang berbeda. Adanya upaya untuk mencegah penggunaan pewarna sintetik dan berpindah ke pewarna alami juga menjadi pendorong meningkatnya penelitian tentang zat kimia dalam pewarna alami. Buah – buahan yang memiliki zat warna alami antara lain: anggur, apel, strawberi, jeruk, dan blackcurrant.
Black currant (Ribes nigrum)
Blackcurrant (Ribes nigrum) adalah spesies dari Ribes berry berasal dari Eropa Utara, Eropa Tengah,dan Asia Utara. Blackcurrant juga dikenal sebagai French cassis.Tanaman blackcurrant berupa semak berukuran kecil, tingginya dapat mencapai 1–2 m.Daunnya lebar, berseling, sederhana, panjangnya 3 – 5 cm, berlobus ( berkeping )serupa telapak tangan dengna 5 lobus, tepi daun bergerigi. Bunganya berdiameter 4 – 6 mm, dengan 5 daun bunga berwarna hijau – kemerahan sampai cokelat.
Pada saat belum berbuah, tanaman ini nampak seperti tanaman redcurrant, perbedaannya adalah bau wangi yang ditimbulkan dari daun dan batangnya. Buahnya merupakan buah berry yang dapat dimakan, berdiameter 1 cm, berwarna ungu tua, kebanaykan berwarna hitam, kulit buahnya mengkilap dan terdapat calyx pada puncak buah, mengandung beberapa biji yang penuh akan nutrien.
Selama Perang Dunia II, banyak buah yang kaya akan vitamin C seperti jeruk menjadi hampir tidak mungkin untuk diperoleh di Kerajaan Inggris. Karena buah beri dari blackcurrant kaya akan vitamin C dan dapat tumbuh di iklim kerajaan itu, pemerintah Inggris menganjurkan penanaman tanaman blackcurrant. Tak lama kemudian penghasilan dari hasil buminya meningkat secara signifikan. Dari tahun 1942, hampir semua orang Inggris memanfaatkan blackcurrant untuk dibuat menjadi sirup dan didistribusikan kepada anak – anak bangsa secara gratis.
Nutrien dan fitokimia
currants, European black, raw
Nutritional value per 100 g (3.5 oz)
Energy 60 kcal 260 kJ
Carbohydrates
15.4 g
Fat
0.4 g
Protein
1.4 g
Thiamine (Vit. B1) 0.05 mg
4%
Riboflavin (Vit. B2) 0.05 mg
3%
Niacin (Vit. B3) 0.3 mg
2%
Pantothenic acid (B5) 0.398 mg 8%
Vitamin B6 0.066 mg
5%
Vitamin C 181 mg
302%
Calcium 55 mg
6%
Iron 1.5 mg
12%
Magnesium 24 mg
6%
Phosphorus 59 mg
8%
Potassium 322 mg
7%
Zinc 0.27 mg
3%

Percentages are relative to US
recommendations for adults.
Source: USDA Nutrient database

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa kandungan tertinggi blackcurrant adalah vitamin C, yaitu 302 % per 100 gram.
Polifenol ( antosianin ) dalam buah blackcurrant telah diteliti berpotensi untuk menghambat mekanisme inflamasi yang diperkirakan menjadi awal dari penyakit jantung, kanker, infeksi mikroba, atau penyakit saraf seperti Alzheimer. Sebagian besar antosianin dalam blackcurrant adalah delphinidin-3-O-glucoside, delphinidin-3-O-rutinoside, cyanidin-3-O-glucoside, dan cyanidin-3-O-rutinoside. Senyawa – senyawa ini selalu ada dalam blackcurrant. Minyak biji blackcurrant juga kaya akan nutrien, terutama gamma-linolenic acid (GLA), yang merupakan suatu asam lemak esensial. Di Inggris, minuman penyegar dari blackcurrant sering dicampur dengan minuman dari buah apel untuk membuat suatu minuman yang disebut Cider & Black. Penambahan sedikit jus blackcurrant juga dapat meningkatkan rasa dari minuman bir. Jepang mengimpor blackcurrant dari New Zealand untuk digunakan sebagai suplemen diet, makanan ringan, dan digunakan untuk membuat selai, jeli, dan manisan. Di Rusia, daun tanaman blackcurrant sering digunakan untuk penambah rasa pada teh. Daun tanaman blackcurrant atau buahnya dapat menambah rasa manis vodka.
Buah blackcurrant memiliki rasa manis yang tajam dan istimewa, terkenal untuk membuat selai, jeli, dan es krim. Di Inggris, Eropa, dan negara – negara persekutuan, beberapa tipe dari kue atau manisan memakai blackcurrant. Sirup blackcurrant dicampur dengan minuman anggur putih disebut ” Kir ”, atau ” Kir Royal ” jika dicampur dengan champagne. Blackcurrant juga digunakan dalam makanan atau masakan.
ANTOSIANIN
Antosianin merupakan zat warna alami yang tersebar secara luas di alam. Antosian termasuk dalam golongan flavonoid. Secara umum, antosian memberikan warna merah, ungu dan biru pada beberapa bunga, buah dan sayuran. Dalam tanaman, antosian dapat ditemukan hampir di seluruh bagian misalnya kulit buah, mahkota bunga, dan akar.
Zat warna antosian bersifat sangat tidak stabil dan mudah terdegradasi. Stabilitas antosian dipengaruhi oleh pH, suhu penyimpanan, cahaya, enzim, oksigenasi, perbedaan struktur dalam antosian dan konsentrasi dari antosian. Walaupun demikian zat warna alam tetap menjadi pilihan untuk pewarnaan pada berbagai produk.




Gambar 3. Struktur kation flavilium (antosianidin)
Berdasarkan strukturnya, antosian merupakan polihidroksi glikosilat dan derivat polimetoksi dari kation 2-fenilbenzopirilium, yaitu kation flavilium. Antosianin berada dalam bentuk glikosida yang bila dipecah akan menghasilkan gula dan antosianidin sebagai aglikonnya. Bagian terpenting dari glikosida antosianin adalah aglikon antosianidin (kation flavilium) yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi sehingga dapat diserap pada panjang gelombang 500 nm. Oleh karena itu, senyawa ini dapat ditangkap oleh mata sebagai warna.
Berbagai jenis antosian telah ditemukan di alam. Perbedaan stuktur dan gula yang membentuk glikosida memberikan keragaman jenis pada antosian. Tetapi hanya terdapat enam jenis amtosianidin yang paling umum digunakan, yaitu pelargonidin, sianidin, peonidin, delpinidin, malvidin dan petunidin. Aglikon-aglikon tersebut dibedakan oleh jumlah gugus hidroksi dan metoksi yang menempel pada cincin B kation flavilium.









Gambar 4. Struktur antosianidin yang banyak digunakan

Pelargonidin (5,7,4’ trihidroksi flavilium) memberikan warna jingga. Sianidin atau 5,7,3’,4’ tetrahidroksi flavilium tampak sebagai warna merah jingga. 3’-metoksi 5,7,4’-trihidroksi flavilium atau peonidin memberikan warna merah. 5,7,3’,4’,5’ pentahidroksi flavilium (delpinidin) berwarna merah kebiru-biruan. Warna merah kebiru-biruan juga dihasilkan oleh malvidin (4’,5’ dimetoksi -5,7,4’ trihidroksi flavilium) dan petunidin (5’ metoksi -5,7,3’,4’ tetrahidroksi flavilium).
Antosian larut dan stabil dalam air karena merupakan suatu glikosida. Dalam bentuk glikosida, antosian dibedakan berdasarkan jenis gula yang menempel pada antosianidin atau aglikonnya. Gula yang paling umum terikat pada aglikon antosianidin antara lain: monosakarida (glukosa, ramnosa, galaktosa, arabinosa dan ksilosa), disakarida dan trisakarida. Contoh gula di- dan trisakarida yang paling sering ditemukan sebagai antosian adalah rutinose, soforose, sambubiose, dan glucorotinose.







Gambar 5. Gula yang umum menempel pada antosianidin
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
1. Pengaruh pH terhadap kestabilan antosianin
Antosianin lebih stabil dalam media asam ( pH rendah ) daripada media basa. Namun, antosianin dapat digunakan untuk menampilkan berbagai variasi warna dalam range pH 1 – 14. Ion – ion dalam antosianin memungkinkan terjadinya perubahan struktur molekul tergantung besarnya pH, menghasilkan warna dan corak yang berbeda pada nilai pH yang berbeda.







Gambar 6. Pengaruh pH terhadap stabilitas antosianin

Dalam media air asam, antosianin berada dalam empat jenis kesetimbangan, yaitu quinonoidal base A, flavylium cation AH+, carbinol atau pseudobase B, dan chalcone C. Pada media yang sangat asam ( pH 5 ), flavylium cation yang berwarna merah merupakan satu – satunya jenis kesetimbangan yang paling dominan. Bentuk ini merupakan bentuk yang paling stabil dan paling berwarna. Penambahan pH akan mengurangi warna dan konsentrasi dari flavylium cation karena terhidrasi oleh serangan nukleofilik dari air menjadi bentuk carbinol yang tidak berwarna. Bentuk carbinol telah kehilanagn double bond terkonjugasi antara cincin A dan B, sehingga tidak dapat mengabsorpsi cahaya visibel. Selain itu, terjadi kehilangan proton dari flavylium cation karena perubahan pH yang lebih tinggi, dan menjadi bentuk quinonoidal. Pada saat pH semakin tinggi, bentuk carbinol akan menjadi chalcone yang tidak berwarna dengan cara membuka cincin.
Jika pH media tidak menguntungkan bagi bentuk flavylium cation, maka warna akan hilang. Ada beberapa cara untuk mempengaruhi stabilitas warna dari bentuk flavylium cation secara in vivo atau dalam produk makanan pada nilai pH mendekati netral. Warna pada media basa juga dapat kembali dengan mengubah pH menjadi asam kembali. Pada kasus ini bentuk kesetimbangan antosianin bergeser kembali ke kesetimbangan di mana warna merah dari bentuk flavylium cation kembali dominan. Namun, jika nilai pH terlalu tinggi dan ion tak stabil dari chalcone telah siap terbentuk, revitalisasi warna tersebut tidak dapat terjadi.

2. Pengaruh suhu terhadap stabilitas antosianin
Degradasi anthosianin juga dipengaruhi oleh suhu/thermal. Suhu yang terlalu tinggi dapat menaikkan degradasi anthosianin.
Keberadaan temperatur dan pH saling memiliki keterkaitan. Temperatur naik pada pH 2-4. Naiknya temperatur tersebut dapat menginduksi rusaknya struktur dengan mekanisme terjadinya hidrolisis pada ikatan glikosidik sehingga struktur akan kehilangan glycosil moieties dari struktur anthosian. Menurut sumber lain yang kami dapatkan, mekanisme hidrolisis pada cincin pirilium (struktur chalkon), adalah yang bertanggung jawab terhadap perubahan warna menjadi coklat pada produk makanan yang mengandung anthosianin. Oleh sebab itu temperatur yang tinggi dapat menyebabkan colorant pada anthosian menjadi tidak stabil.
Dari suatu sumber dijelaskan bahwa dalam bentuk aglikon zat warna anthosian lebih tidak stabil dibanding dengan bentuk glikosidanya.
Thermal degradasi mengikuti kinetika orde satu. Temperatur yang tinggi dan pH yang tinggi tadi menyebabkan degradasi anthosian yang menghasilkan produk berupa 3 derivat asam benzoat juga suatu tribenzaldehida sebagai produk akhir degradasi. Tetapi tidak semua naiknya temperatur menyebabkan efek negatif bagi anthosianin. Temperatur juga punya efek positif perhadap pembentukan anthosianin tertentu.
Black currant merupakan buah / tumbuhan yang mengandung pigmen anthosianin di dalamnya. Kandungan itu antara lain cyanidin-3-rutinosida, cyanidin, dan delphinidine rutinosida. Berdasarkan penelitian dari jurnal tentang pengaruh faktor yang bervariasi terhadap komposisi dan stabilitas dari anthosianin dalam black currant, setelah dilakukan penyimpanan selama 6 bulan dengan suhu 20o C kandungan asli berupa monomer anthosianin masih terdapat 50 %.

Ekstraksi
Proses ekstraksi dan pengeringan pigmen dalam black currant juga melibatkan thermal. Ekstraksi digunakan Frezee Dryer. Pigmen diisolasi dari bentuk beku (-28o C), untuk menghindari terjadinya degradasi lebih dahulu. Sebelumnya black currant diekstaksi dengan air asam yang panas (dengan 0,2 % asam sitrat) selama 3 jam pada suhu 60o C. Kemudian baru diisolasi dari bentuk beku dengan frezee dryer.
Berdasarkan jurnal, untuk mengetahui pengaruh temperatur dan waktu pemanasan terhadap kestabilan dan ketersediaan zat warna anthosianin pada black currant dilakukan percobaan dengan membuat sampel berupa larutan berair dari pewarna kering yang dilarutkan dan ekstrak air. Kemudian keduanya dipanaskan pada suhu 75o C, 85o C, dan 95o C selama 150 menit. Dari perlakuan tersebut didapatkan hasil :
• Pada pemanasan 75o C  tidak mempengaruhi stabilitas dan penurunan kandungan anthosian tidak terjadi secara signifikan.
• Pada pemanasan 85o C  Terdapat penurunan 20 % intensitas warna dari kedua sample.
• Pada pemanasan 95o C  terjadi penurunan intensitas warna pada air ekstrak 53 %, larutan berair 45 %.
Dari analisis kuantitatif dengan HPLC diketahui rata-rata reduksi setelah 150 menit pemanasan dengan 95o C adalah sekitar 35 % dengan perincian, 53 % reduksi ditunjukkan oleh peak cyd-3-glu, 52% oleh delphinidine-3-rutinose, dan 63% reduksi ditunjukkan oleh peak delphinidine-3-glukoside.













Kurva 1. Pengaruh pemansaan suhu 95o C terhadap zat warna dalam black currant

Dari penelitian tersebut pengaruh thermal terhadap pigmen anthosianin pada black currant tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa, cyanidin-3-rutinoside adalah yang paling stabil terhadap efek pemanasan sampai dengan suhu 95o C. Sedangkan cyanidin dan delphinidin rutinoside merupakan anthosianin yang stabil pada penyimpanan selama 12 bulan pada suhu 8o C.

3. Pengaruh Cahaya terhadap Antosianin
Efek pencahayaan pada antosianin bekerja dengan dua arah. Pada satu sisi Cahaya sangat diperlukan dalam biosintesis Antosianin tetapi juga berpengaruh terhadap degradasinya. Antosianin dapat lebih lama menyimpan warnanya dengan baik dalam keadaan gelap, perbedaanya dapat dilihat setelah 24 jam, mendapat pencahayaan banyak dibandingkan dengan yang disimpan dalam ruang gelap, pada keduanya disimpan pada suhu ruang dan pH 2,3. Warna antosian dari minuman anggur berkarbonasi hanya kehilangan 30% jika disimpan dalam keadaan gelap, sedangkan jika disimpan dengan paparan matahari langsung kehilangan 50% pigmennya, sedangkan disisi lain semua kondisi penyimpanan sama. Semua antosianin yang kuat hilang 70% setelah observasi dibawah sinar fluoresensi dengan memperbaiki sedikit temperature penyimpanan.
Berikut ini adalah prosentase dari hasil penelitian terhadap 4 species Berbery (mempunyai kandungan antosianin), terkait dengan destruksi antosianin terhadap pengaruh penyinaran.



Nama Species Dengan penyinaran Tanpa penyinaran
B integerrima 79,04% 72,06%
B vulgaris 85,22% 59,22%
B khorasanika 26,4% 21,23%
B orthobotrys 96,61% 75,24%
Data diatas merupakan hasil penelitian selama 84 hari, pada pH 2 dan suhu 520C.
Penelitian lain menyebutkan tentang pengaruh penyinaran terhadap stabilitas antosianin pada jus anggur dan menunjukkan hasil bahwa paparan sinar pada pigmen akan mempercepat destruksinya. Penelitian ini menunjukkan setelah jus ditempatkan dalam gelap selama 135 hari pada suhu 200o C; hampir 30% antosianin terdistruksi. Sedangkan jika sampel yang sama ditempatkan pada suhu yang sama dengan periode penyimpanan yang sama namun dengan menghadirkan sinar maka sinar tersebut mendestruksi lebih dari 50% dari antosianin total.

4. Pengaruh gula terhadap stabilitas antosianin
Gula, termasuk semua produk degradasinya, dapat menurunkan stabilitas antosianin. Furfural, salah satu produk degradasi gula yang berasal dari dehidrasi gula yang memiliki lima rantai karbon, ditemukan lebih sering menyebabkan deteriorasi (pemburukan warna) pigmen antosianin dibandingkan hidroksi metilfurfural. Selain itu, dari beberapa jenis gula yang telah diujikan (sukrosa, fructose, glukosa, dan xylosa), ternyata dapat meningkatkan degradasi antosianin dengan mekanisme yang sama, yakni berformasi membentuk polimer pigment dan browning (pencoklatan).
Penambahan aspartame dan sukrosa sebanyak 10% dan 20% dapat mereduksi termostabilitas antosianin, meskipun dengan penambahan sampai 40% ternyata justru memberikan efek yang positif terhadap stabilitas antosianin. Demikian halnya dengan penambahan fruktosa, ternyata berefek mengurangi termostabilitas antosianin secara linier.
Namun penambahan gula (sukrosa) sebesar 20% ternyata dapat melindungi antosianin dari degradasi, browning, dan konformasi polimer pigmen. Dalam hal ini, ketika antosianin disimpan dalam keadaan beku. Diduga mekanisme proteksi ini melalui jalur inhibisi reaksi enzimatis, atau dengan jalan menghalangi adanya perbedaan kondensasi sukrosa. Namun efek ini akan menurun seiring makin bertambahnya konsentrasi sukrosa.

DAFTAR PUSTAKA
Laleh, G.H., Frydoonfar, H., Heidary, R., Jemeei, R., Zare, S., 2006, The Effect of Light, pH, and Species on Stability of Anthocyanin Pigments in Four Berries Species, Pakistan Journal of Nutrition 5 (1): 90-92, Pakistan

Nikkhah, E., Khayamy, M., Heidari, R., Jamee, R., 2007, Effect of Sugar Treatment on Stability of Anthocyanin Pigments in Berries, Journal of Biological Sciences 7 (8): 1412-1417, Urmia University, Iran.

Rein, Maarit, 2005, Copigmentation Reaction and Color Stability of Berry Anthocyanins, Academic Dessertation, Departement of Applied Chemistry and Microbiology Food Chemistry Division, University of Helsinki, Finlandia

Rubinskiene, M., Viskelis, P., Jasutiene, R., Viskeliene, R., Bobinas, C., 2005, Impact of Various Factors on the Compotition and Stability of Black currant Anthocyanins, Food Research International 38, 867-871, Lithuan

pandan

I. Pendahuluan

Penggunaan zat warna oleh manusia diketahui sejak zaman sejarah, hal ini terbukti dari peninggalan-peninggalan yang dapat ditemukan seperti pada dinding gua-gua, batu-batu, dan lain sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa sejak dahulu pun orang-orang telah mengetahui akan keindahan dan seni. Pada zaman sejarah orang-orang menggunakan zat warna alami mineral dari batu-batuan yang memiliki warna-warna yang menarik, bahkan mereka juga mewarnai tubuh mereka dengan batu-batuan yang telah dihaluskan dengan tujuan kecantikan dan melindungi kulit dari sinar matahari yang dapat merusak kulit.
Maraknya penggunaan zat warna pada era teknologi seperti saat ini menyebabkan banyaknya sintesis-sintesis zat warna agar dapat mengurangi kelemahan dari zat warna alami, antara lain tidak stabil (stabilitas pigmen rendah), seringkali memberikan rasa dan flavor khas yang tidak diinginkan, konsentrasi pigmen rendah, keseragaman warna kurang baik dan spektrum warna tidak seluas pewarna sintetik. Sedangkan pewarna sintetik mempunyai keuntungan yang nyata dibandingkan pewarna alami, yaitu mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih kuat, lebih seragam, lebih stabil dan biasanya lebih murah.
Pewarna sintetis mempunyai keuntungan yang nyata dibandingkan pewarna alami, namun ternyata akhir-akhir ini banyak terjadi kasus keracunan akibat zat warna sintetik. Hal ini terjadi karena pada proses pembuatan zat pewarna sintetik biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa antara yang kadang-kadang berbahaya dan sering kali tertinggal dalam hasil akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,00014 persen dan timbal tidak boleh lebih dari 0,001 persen, sedangkan logam berat lainnnya tidak boleh ada. Contoh zat warna yang saat ini dilarang beredar di masyarakat adalah Rhodamin B dan Metanil Yellow. Oleh karena itu saat ini masyarakat lebih memilih menggunakan pewarna alami yang cenderung lebih aman karena dalam proses pembuatannya tidak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya dan tidak meninggalkan residu pada tubuh. Salah satu pewarna alami yang banyak diguanakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari adalah daun pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.)


II. Pembahasan

A. Deskripsi Daun Pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.)


Daun pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.)
Klasifikasi dari pandan sebagai berikut:
Kingdom/Kerajaan : Plantae
Division/Divisi : Magnoliophyta
Class/Kelas : Liliopsida
Order/Ordo : Pandanales
Family/Keluarga : Pandanaceae
Genus : Pandanus
Species/Spesies : Pandanus Amaryllifolius Roxb.
Tanaman pandan di Indonesia dikenal dengan nama pandan wangi atau ada yang menyebutnya pandan rampe, sedangkan di Thailand disebut dengan bai toey. Di Vietnam dikenal sebagai la dua. Orang Jerman menyebutnya schraubenbaum, orang Italia menyebutnya pandano, sedangkan orang Jepang menyebutnya nioi-takonoki. Tentunya masih banyak lagi sebutan bagi tanaman pandan sesuai dengan negara/daerah masing-masing. Tanaman pandan ini diperkirakan berasal dari kepulauan di Lautan Pasifik, dengan penyebaran terbesar di Madagaskar dan Malesia.
Pandan wangi tumbuh di daerah tropis dan banyak ditanam di halaman atau di kebun. Pandan kadang tumbuh liar di tepi sungai, tepi rawa, dan di tempat-tempat yang agak lembab, tumbuh subur dari daerah pantai sampai daerah dengan ketinggian 500 m dpl. Perdu tahunan, tinggi 1-2 m. Batang bulat dengan bekas duduk daun, bercabang, menjalar, akar tunjang keluar di sekitar pangkal batang dan cabang. Daun tunggal, duduk, dengan pangkal memeluk batang, tersusun berbaris tiga dalam garis spiral. Helai daun berbentuk pita, tipis, licin, ujung runcing, tepi rata, bertulang sejajar, panjang 40 - 80 cm, lebar 3 - 5 cm, berduri tempel pada ibu tulang daun permukaan bawah bagian ujung-ujungnya, warna hijau. Bunga majemuk, bentuk bongkol, warnanya putih. Buahnya buah batu, menggantung, bentuk bola, diameter 4 - 7,5 cm, dinding buah berambut, warnanya jingga. Pandan wangi selain sebagai rempah-rempah juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan minyak wangi. Daunnya harum kalau diremas atau diiris-iris, sering digunakan sebagai bahan penyedap, pewangi dan pemberi warna hijau pada masakan atau penganan. Irisan daun pandan muda dicampur bunga mawar, melati, cempaka dan kenanga, sering diselipkan di sanggul supaya rambut menjadi harum, atau diletakkan di antara pakaian dalam lemari. Daun pandan yang diiris kecil-kecil juga digunakan untuk campuran bunga rampai atau bunga tujuh rupa. Perbanyakan dengan pemisahan tunas-tunas muda, yang tumbuh di antara akar-akarnya.
Pandan merupakan tumbuhan khas kawasan tropik. Pandan wangi banyak tumbuh secara liar di lahan terbuka, tetapi ada juga yang menanamnya di perkebunan. Tumbuhan ini akan tumbuh subur bila ditanam di tepi sungai, rawa dan di tempat-tempat yang agak lembab. Tetapi hendaknya tidak ditanam di dataran yang ketinggiannya melebihi 500 mdpl.


B. Khasiat Daun Pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.)
Di Indonesia terdapat dua jenis pandan yang kita kenal, yaitu pandan wangi yang sering digunakan untuk masakan serta pandan duri (pandan yang memiliki duri di tepi daunnya serta baunya tidak wangi) yang digunakan untuk pembungkus makanan. Daun pandan wangi digunakan untuk pewangi makanan karena memiliki aroma yang khas. Daun pandan biasa digunakan dalam pembuatan kue dan masakan-masakan lainnya, bahkan sering digunakan untuk menenk nasi agar nasi beraroma harum. Daunnya merupakan komponen penting dalam tradisi masakan Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Aroma harum yang khas ini terasa kuat ketika daunnya masih cukup segar atau agak kering. Selain sebagai pengharum kue, daun pandan juga dipakai sebagai sumber warna hijau bagi makanan, sebagai komponen hiasan penyajian makanan, dan juga sebagai bagian dalam rangkaian bunga di pesta perkawinan (dironce) untuk mengharumkan ruangan.

 Daun Pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.) Sebagai Zat Warna Alami
Daun merupakan organ terpenting bagi tumbuhan dalam melangsungkan hidupnya karena tumbuhan adalah organisme autotrof obligat, maka harus memasok kebutuhan energinya sendiri melalui konversi energi cahaya menjadi energi kimia melalui proses fotosintesis. Daun memilki beberapa fungsi antara lain sebagai tempat terjadinya fotosintesis, organ pernafasan, tempat terjadinya respirasi, tempat terjadinya gutasi, dan sebagai alat perkembangbiakan vegetatif.
Kebanyakan orang mungkin akan sulit untuk membedakan antara daun pandan dan daun suji (Pleomale angustifolia). Keduanya memiliki morfologi yang hampir sama, namun sebenarnya keduanya berbeda. Daun suji telah banyak digunakan untuk pewrna hijau alami pada makanan, sedangkan daun pandan banyak dikenal orang sebagai pemberi aroma atau pewangi pada makanan, padahal sebenarnya daun pandan juga dapat digunakan sebagai pewrna alami pada makanan seperti pada daun suji. Daun pandan mengandung klorifil yang dapat memberikan warna hijau yang banyak digunakan untuk mewarnai makanan, namun efek warnanya tidak sekuat atau seintens daun suji sehingga tidak banyak orang yang menggunakan daun ini sebagai pewarna makanan. Cara untuk mendapatkan warna daun pandan adalah dengan menumbuk beberapa helai daun pandan dan kemudian memeras airnya.
Warna hijau yang dihasilkan daun pandan adalah klorofil yang terdapat pada daunnya. Klorofil diketahui bersifat semipolar sehingga relatif tidak larut air, namun ada beberapa kandungan zat yang terdapat pada daun yang dapat membantu meningkatkan kelarutaanya di air, sehingga pada saat mengambil perasan air daun pandan terdapat klorofil yang terbawa.
Dari hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa daun tanaman ini mengandung zat kimia alami yang berdampak positif bagi kesehatan, antara lain alkaloida, saponin, flavonoida, tannin, polifenol dan zat warna alami. Dalam uji coba beberapa kali yang dilakukan oleh ahli herbal, pandan wangi direkomendasikan dapat digunakan untuk pengobatan beragam gangguan seperti rambut rontok, ketombe, lemah syaraf dan rematik.

C. Sumber penghasil warna pada daun pandan dan kestabilannya bila digunakan sebagi pewarna alam

 Klorofil
Klorofil merupakan zat warna hijau pada daun. Klorofil adalah pigmen hijau yang ditemukan dalam banyak tanaman, algae, dan cyanobacteria. Klorofil berasal dari bahasa Yunani, yaitu chloros "hijau" dan phyllon "daun". Klorofil a dan b adalah pigmen tumbuhan yang dibutuhkan dalam reaksi fotosintesis, diproduksi di kloroplast pada jaringan fotosintesis yang ada di daun. Klorofil a memiliki panjang gelombang maksimum pada 430 nm dan 662 nm, sedangkan klorofil b memiliki panjang gelombang maksimum pada 453 nm dan 642 nm. Dengan adanya klorofil pada daun, tumbuhan yang memiliki hijau dapat menghasilkan makanan melalui proses fotosintesis.Klorofil merupakan zat yang sensitif terhadap cahaya, terutama sinar dengan warna ungu atau biru dan jingga atau merah. Pada daun, ada dua jenis Klorofil, yaitu Klorofil a yang mengandung warna dominan hijau dengan susunan kimia C55H72MgN4O5 dan Klorofil b yang didominasi warna biru dengan susunan kimia C55H70MgN4O6. Klorofil-Klorofil ini disimpan dalam organel-organel penyimpan Klorofil, yaitu kloroplas.Daun suji juga dipakai sebagai pewarna makanan dengan warna hijau yang lebih pekat daripada daun pandan , namun tidak memiliki aroma yang harum.
Klorofil adalah pigmen pemberi warna hijau yang terdapat pada kloroplas sel tanaman. Sebagian besar Klorofil terdistribusi dalam daun, sehingga sering disebut sebagai zat hijau daun. Tidak hanya pada daun, Klorofil juga terdapat pada seluruh jaringan tanaman yang berwarna hijau, misalnya pada batang, akar, buah dan biji yang berwarna hijau dalam jumlah yang terbatas.
Salah satu tanaman yang banyak mengandung Klorofil adalah daun pandan, yang dimanfaatkan sebagai pewarna hijau makanan. Selain sebagai pewarna. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa konsumsi makanan tinggi Klorofil akan meningkatkan kualitas kesehatan menjadi lebih baik Klorofil dan kurkumin sama-sama memiliki kendala dalam hal kestabilan. Klorofil bersifat peka terhadap cahaya, suhu dan oksigen.
Klorofil merupakan pigmen hijau yang terdapat dalam kloroplas bersama-sama dengan karoten dan xantofil. Di dalam ini terdapat bermacam-macam Klorofil misalnya a, b, c dan d, bakteriofil a dan b dan klorobium Klorofil, akan tetapi yang paling umum berperan dalam pangan hanya Klorofil a dan b. Daun klorofil banyak terdapat bersama-sama dengan protein dan lemak yang bergabung satu dengan yang lain. Dengan lipid, Klorofil berikatan melalui gugus fitol-nya sedangkan dengan protein melalui gugus hidrofobik dari cincin porifin-nya. Rumus empiris Klorofil adalah C55H72O5N4Mg (Klorofil a) dan C55H70O6N4Mg (Klorofil b).
Klorofil yang berwarna hijau tersebut tidak stabil dan dapat mudah berubah menjadi coklat bila berhubungan dengan asam sebab atom Mg akan diganti dengan atom H sehingga terbentuk senyawa yang disebut Feofitin. Apabila Klorofil kehilangan gugus fitol-nya akan menjadi klorofilid yaitu senyawa yang berwarna merah terang larut dalam air tetapi lebih stabil dibandingkan Klorofil.
Klorofil menghasilkan warna hijau dan banyak digunakan untuk makanan. Saat ini bahkan mulai digunakan pada berbagai produk kesehatan. Pigmen klorofil banyak terdapat pada dedaunan (misal daun suji, pandan, katuk dan sebaginya). Daun suji dan daun pandan, daun katuk sebagai penghasil warna hijau untuk berbagai jenis kue jajanan pasar. Selain menghasilkan warna hijau yang cantik, juga memiliki harum yang khas.






Struktur klorofil













III. Daftar Pustaka


http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?mnu=2&id=124
http://inyu.multiply.com/journal/item/6
http://id.wikipedia.org/wiki/Pandan_wangi
http://budiboga.blogspot.com/2008/01/kupastuntas-daun-suji-pandan.html
http://empuz.wordpress.com/2009/04/15/dekstrin/
http://laresolo.multiply.com/journal/item/71/Khasiat_daun_pandan
http://id.wikipedia.org/wiki/Pandan_wangi
http://budiboga.blogspot.com/2008/01/kupastuntas-daun-suji-pandan.html
http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail.aspx?x=Natural+Healing&y=cybershopping%7C16%7C0%7C3%7C175
http://grahacendikia.wordpress.com/2009/04/14/kandungan-kimia-minyak-atsiri-tumbuhan-pandanus-amaryllifolius-roxb/
http://www.plantamor.com/index.php?plant=935
http://inyu.multiply.com/journal/item/6
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Pandanus_amaryllifolius&ei=CEbxSbTOLdaGkQXKyujzCg&sa=X&oi=translate&resnum=1&ct=result&prev=/search%3Fq%3Dpandanus%2Bamaryllifolius%26hl%3Did%26sa%3DN
http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?mnu=2&id=124
http://www.usd.ac.id/06/publ_dosen/farmasi/Mei04/seawani.htm
http://harvardforest.fas.harvard.edu/research/leaves/leaf_structure.html
http://everything2.com/title/chlorophyll
http://cat.inist.fr/?aModele=afficheN&cpsidt=2225609
http://www3.interscience.wiley.com/journal/119203809/abstract

diskusi kopigmen

• Kopigmen itu apa?
Koordinasi pigmen satu dengan pigmen yang lain sehingga menguatkan pigmen tersebut sehingga kestabilan lebih terjaga
• Mekanisme kopigmen?
Digunakan kopigmen yang kaya akan ikatan phi, flavilium miskin elektron, mengatasi adisi nukleofil yang dilakukan oleh air
• Kombinasi pigmen-pigmen yang semakin banyak apa akan semakin stabil?
Tidak selalu kombinasi dari berbagai pigmen-pigmen akan menjadi stabil
• Cara selain kopigmen untuk menstabilkan pigmen alami?
Belum tahu tetapi untuk menstabilkan intinya dengan menurunkan tetapan dielektrik sehingga dapat dikurangi adisi nukleofiliknya
• Pengertian bathokromik, hipsokromik, hiperkromik, dan hipokromik?
Bathokromik (pergeseran merah) : pergeseran ke arah λ yang lebih tinggi/pergeseran ke kanan
Melibatkan hidroksilasi
Hipsokromik (pergeseran biru) : pergeseran ke arah λ yang lebih rendah/pergeseran ke kiri
Melibatkan glikosilasi atau metilasi
Hiperkromik : meningkatkan absorbansi (kurva makin ke atas)
Hipokromik : menurunkan absorbansi (kurva makin ke bawah)
• Bagaimana dengan intensitas warnanya?
Intensitas tinggi warna biru ke ungu
• Setelah terjadi warna yang stabil karena adanya kopigmen, apa lantas sudah digunakan di masyarakat umum?
Belum populer di masyarakat, kopigmen yang ditemukan masih sedikit, dan tidak semua dapat dikopigmenkan
• Antosian yang tidak stabil apa digunakan dalam industri?
Ya, masih digunakan di industri misal strawberry digunakan dalam pewarna roti, tetapi warna cepat memudar
• Pengaruh antosian yang tidak stabil terhadap fisiologi tubuh?
Oksigen yang positif dari antosian punya aksi yang dapat diikat oleh radikal bebas jadi malah dapat sebagai antioksidan
• Mengapa temperatur berpengaruh terhadap kestabilan antosian?
Temperatur ↑ energi kinetik ↑ semakin banyak tumbukan yang terjadi sehingga semakin cepat degradasi pula
• Warna bunga stabil dalam penyinaran sinar UV, bagaimana dengan antosian?
Kalau masih di dalam tanaman itu masih stabil, tetapi setelah antosian diisolasi tidak tahan terhadap pemanasan dan penyinaran
• Mengapa antosian dalam tanaman stabil?jawaban masih ditanda tanya ma bu Andayana
Kalau pada tanaman ada hormon-hormon (contoh : giberelin) sehingga dapat meningkatkan dan menstabilkan intensitas warna
• Bagaimana pengaruh penyimpanan terhadap antosian?
Penyimpanan selama 3 bulan lebih stabil apabila tanpa disertai penyinaran
• Pengaruh radiasi terhadap kestabilan?
Berpengaruh pada struktur, ada pada mekanisme-mekanisme pada struktur
• Berapa pH yang sesuai agar warna tetap stabil?
pH dibawah 3,5 stabil (terutama 1-3)
pH netral akan menyebabkan semakin tidak berwarna, ini bersifat reversibel
• Kestabilan kopigmen dalam setiap tanaman apa berbeda-beda?
Ya, kestabilannya berbeda-beda
Contoh yang dari singkong dan kubis merah berbeda (pada jurnal dijelaskan)
• Bagaimana kalau kopigmen masih di dalam tanaman?bagaimana kestabilannya?
Sama bu andayana jawabannya di silang yang berarti salah,, so g usa Q ketik

3 zat warna biru alami

STABILITAS 3 ZAT WARNA BIRU ALAMI YANG DIGUNAKAN PADA INDUSTRI TEKSTIL DAN MAKANAN TERHADAP CAHAYA DAN PANAS

I. Pendahuluan
Perhatian konsumen terhadap keamanan pewarna sintesis meningkatkan penggunaan zat warna alami. Pewarna biru dapat dipakai dalam jangka panjang, mengakibatkan adanya peningkatan penggunaan warna biru alami, khususnya pada industri makanan dan minuman. Penggunaan pewarna makanan perlu diketahui kestabilan dengan mengetahui proses degradasinya, dalam optimasi produksi, pengemasan dan penyimpanan dalam pewarnaan makanan.Seperti kestabilan terhadap panas dan sinar sebuah pewarna alami biru- yaitu gardenia blue, pycocianin dan indigo-baru dilakukan studi untuk solusi pewarnaan
II. Deskripsi Tanaman Penghasil Zat Warna Biru Alami
1. Indigo

Klasifikasi
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Fabales
Suku : Fabaceae
Genus :Indigofera
Jenis : Indigofera tinctoria
Tarum (dari bahasa Sunda), nila, atau indigo (Indigofera, suku polong-polongan atau Fabaceae) merupakan tumbuhan penghasil warna biru alami. Marga Indigofera (tanaman nila) yang besar (kira-kira 700 jenis) tersebar di seluruh wilayah tropika dan subtropika di Asia, Afrika dan Amerika sebagian besar jenisnya tumbuh di Afrika dan Himalaya bagian selatan. Tanaman Indigofera mengandung glukosida indikan. Warna biru indigo diperoleh dari rendaman daun (dalam jumlah banyak). Warna biru dihasilkan dari perendaman daun selama semalam. Setelah semalam akan terbentuk lapisan di atas yang berwarna hijau atau biru. Cairan ini lalu direbus, lalu dijemur hingga kering. Sebagai tanaman penghasil pewarna, indigofera ditanam di dataran tinggi dan sebagai tanaman sekunder ditanah sawah. Lahan sebaiknya berdainase cukup baik. Jika digunakan sebagai tanaman penutup tanah, Indigofera hanya dapat ditanam di kebun dengan sedikit naungan atau tanpa naungan. Jenis ini menyenangi iklim yang panas dan lembab dengan curah hujan tidak kurang dari 1.750 mm/tahun. Tanaman ini mampu bertahan terhadap pengenangan selama 2 bulan. Prekursor indigo dalam tanaman adalah indoksil, menghasilkan glukosida indican, ester isatin B, dimana setelah kedua ekstraksi dan modifikasi kimia komplek dari pewarna indigo.
2. Gardenia


Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Rubiales
Suku : Rubiaceae
Marga :Gardenia
Jenis : Gardenia jasminoides Ellis.

Gardenia biru dihasilkan dari ekstraksi buah Gardenia jasminoides yang terdiri dari warna glikosida iridoid geniposide dan gerdenoside yang memberikan kenaikan dan formasi warna biru normal. Setelah ekstraksi, geniposide terhidrolisis dengan B-glukosidase menjadi glukosa dan genipin, dengan mentransformasi pigmen biru dalam reaksi dengan asam amino, glisin dan lisin.Gardenia merupakan salah satu sumber pewarna biru yang berasal dari alam. Hasil penapisan fitokimia menunjukkan daun mengandung flavonoid, saponin, tanin galat, dan steroid/triterpenoid. Selain sebagai zat warna tanaman ini juga berkhasiat berkhasiat sebagai obat sariawan, obat demam, obat sesak nafas dan obat tekanan darah tinggi.




3. Phycocyanin


Klasifikasi
Domain : Bacteria
Phylum : Cyanobacteria
Class : Chroobacteria
Order : Oscillatoriales
Family : Phormidiaceae
Genus : Arthrospira
Species : Spirulina platensis
Spirulina adalah salah satu jenis alga hijau biru, seringkali ditemukan pada air payau yang bersifat alkalis. Spirulina merupakan tumbuhan air mikroalga (Cyanobacteria) berbentuk spiral, bersel satu yang telah ada sejak 3.5 milyar tahun yang lalu, dan telah dikonsumsi oleh suku Aztec kuno di Mexico sejak 5 abad yang lalu. Alga S.platensis berbentuk spiral dan memiliki sel yang tipis serta tidak berselaput inti. Sel S.platensis mengandung kloroplas, kromatophora dan pigmen yang tersebar dalam sitoplasma. Jenis alga S.platensis yang berukuran kecil mempunyai diameter sel 1-3 mikron dengan sitoplasma homogen. Spirulina berwarna hijau gelap. Warna ini disebabkan oleh kombinasi chlorophyll (hijau), phycocyanin (biru) dan carotenoids (orange). Warna-warna yang berlainan ini menyerap tenaga yang berlainan dari cahaya matahari.

III. Stabilitas Zat Warna Alami Biru Terhadap Cahaya
Tiga warna biru (Gardenia biru, phycocyanin, dan indigo) memilki panjang gelombang maksimum 313 nm dan 600 nm.



A. Gardenia Biru
Gardenia biru telah ditemukan stabil pada temperature sampai dengan 800C pada kelarutan air pH 3,5 dan 7. Jika terkena cahaya tampak dari 3x105 lux selama 24 jam mengakibatkan kira-kira 50% yang terdegradasi pada kelarutan air.
Jumlah gardenia yang terdegradasi oleh cahaya dengan intensitas yang tinggi akan bergantung pada jumlah asam amino yang digunakan untuk menyusun warna biru pada gardenia tersebut. Pada umumnya gardenia biru tetap bisa stabil walaupun terkena paparan cahaya yang lebih rendah daripada seperti yang ada di supermarket (lebih kurang 1500 Lux).
B. Phycocianin
Phycocianin diketahui menjadi tidak stabil pada pemanasan dan pencahayaan di kelarutan air. Jika terkena cahaya tampak dari 3x105 lux selama 24 jam di kelarutan air pada pH 5 dan 7 menyebabkan 80% bagiannya terdegradasi.
C. Indigo
Indigo ditemukan menjadi stabil pada rantai media triglyceril oil untuk temperatur sampai 900C. Namun untuk degradasi warna sekitar 70% setelah 5 jam terpapar 3x105 lux, sesuai dengan jumlah hasil dari 1,8x10-4 mol Einstein-1 untuk sinar visible dan 1,4x102 mol Einstein-1 untuk UV, sebagai determinasi untuk sinar monokromatik 600nm dan 313 nm. Indigo. menghasilkan fotodegradasi yang banyak pada sinar monokromatik di daerah UV (313 nm) dan daerah visibel (600 nm).
Penggunaan cahaya yang intensif, akan menyebabkan pemendaran yang besar pada indigo dengan cahaya monokromatik pada panjang gelombang 313 nm dan 600 nm. Pemakaian sinar visibel pada indigo lebih baik dibandingkan sinar UV, hal ini ditandai dengan terjadinya peningkatan degradasi pada rentang sinar UV kira-kira 100 kali. Hal ini menunjukkan pentingnya perlindungann produk yang menggunakan indigo dari sinar UV.
Indigo sangat sensitif terhadap cahaya dan akan memudar dengan cepat jika digunakan sebagai pewarna makanan. Indigo juga lebih sensitif terhadap degradasi cahaya dibandingkan karotenoid yang terkenal secara umum sensitif terhadap cahaya.
Untuk mengetahui sensitivitas zat warna seperti yang terdapat di pasaran terhadap cahaya, maka dilakukan percobaan dengan memberi paparan sinar xenon dengan intensitas yang tinggi pada larutan uji (zat warna) tersebut. Proses degradasi diukur secara spektrofotometri dimana hasilnya indigo yang paling sensitif terhadap cahaya

IV. Stabilitas Zat Warna Alami Biru terhadap pH
Gardenia biru telah ditemukan stabil pada kelarutan air pH 3,5 dan 7. Pikosianin tidak larut pada kelarutan asam (pH 3) dan terdenaturasi pada temperatur diatas 450C pada pH 5 dan 7. Yang mengarah pada perubahan warna. Terkena cahaya tampak dari 3x105 lux selama 24 jam di kelarutan air pada pH 5 dan 7 menyebabkan 80% terdegradasi.
Untuk puncak absorbsi gardenia biru tidak tergantung pada pH ( pada pH 3, 5 dan 7 ), dengan panjang gelombang maksimum ( λmaks ) 596 nm. Tetapi absorbsi maksimumnya ditentukan oleh asam amino yang digunakan untuk membentuk warna biru pada gardenia, berada pada kisaran panjang gelombang antara 580 nm sampai 597 nm
Spektrum dari pikosianin dipengaruhi oleh pH dan panjang gelombang maksimumnya pada 616 nm dan 620 nm terutama untuk pH 5 dan 7. Variasi nilai λmaks dari pikosianin tergantung pada pH dan untuk perbandingan 620 nm/280 nm menyatakan bahwa pikosianin adalah senyawa yang tidak stabil dan variasi komposisinya mungkin tergantung pada sumber, metode produksi dan bahan – bahan tambahannya.
Nilai konstan pada semua nilai pH ditingkatkan dengan temperatur, menunjukkan peningkatan degradasi pada temperatur yang ditinggikan. Pada pH 7, degradasi dan nilai k ditemukan lebih tinggi daripada di dalam larutan asam. Nilai konstan yang ditentukan pada PH 5 & PH 3 tidak berbeda signifikan, dan itu mungkin bisa disimpulkan bahwa degradasi dipercepat dalam larutan netral. Selain itu, pada PH 7 gardenia biru mempunyai energi aktivasi tertinggi, Ea, karena ditentukan dari ketergantungan temperature dari degradasi. Dan Ea ditemukan untuk pengurangan dengan meningkatkan keasaman. Oleh karena itu, temperature yang ditinggikan kurang penting untuk produk-produk yang mengandung asam.
Larutan gardenia biru pada pH 5 menunjukkan proses degradasi yang lebih lemah daripada pada pH 7 dan pH 3, dan pada kondisi yang lebih asam akan memicu timbulnya proses degradasi. Larutan tersebut akan berubah warna menjadi biru keabu-abuan setelah dipaparkan pada cahaya selama 24 jam pada kisaran pH 3. Proses degradasi gardenia yang dipicu oleh cahaya ini tergantung dari jumlah asam amino yang digunakan untuk menyusun warna biru tersebut.
Pikosianin diketahui lebih stabil pada pH 5 daripada berada dalam pH 7, dimana hanya terjadi proses dekolorisasi atau proses pengotoran warna yang sangat sedikit pada sampel pikosianin yang diamati selama 6 jam.
Meskipun stabilitasnya rendah terhadap panas dan cahaya, dapat disimpulakan phycosianin menjadi lebih fleksibel /berguna diantara ketiga zat wana biru makanan tersebut karena memperlihatkan warna biru yang cemerlang pada permen karet jeli, dan lapisan peren lembut.
V. Kegunaan Zat Warna Biru
Penggunaan warna biru alami, khususnya pada industri makanan dan minuman.Penggunaan pewarna makanan perlu diketahui kestabilan dengan mengetahui proses degradasinya, dalam optimasi produksi, pengemasan dan penyimpanan dalam pewarnaan makanan. Seperti kestabilan terhadap panas dan sinar sebuah pewarna alami biru- yaitu gardenia blue, pycocianin dan indigo-baru dilakukan studi untuk solusi pewarnaan.
Gardenia biru sekarang digunakan sebagai pewarna alami makanan di cina dan korea. Gardenia biru ditemukan dalam penambahan warna biru laut ke minuman ringan, terlihat biru kehijauan pada permen karet jeli, permen yang keras, dan ditengah lapisan gula. Semua pewarnaan dengan gardenia biru menunjukkan stabilitas warna yang bagus ketika diuji dengan degradasi warna yang dipercepat.
Phycocyanin diaplikasikan dalam bentuk produk perawatan yang mempunyai efek fungsional, digunakan dalam pewarnaan di China. Pikosianin memperlihatkan warna biru terang pada permen karet jeli dan lapisan gula, tetapi ini ditemukan untuk denaturasi pada permen yang keras dan tidak dapat larut pada media minuman ringan karena pH rendah. Pewarnaan permen karet jeli dengan pikosianin tidak apa-apa, ini mungkin disebabkan penyelubungan warna dengan matriks gelatin. Pewarnaan permen karet jeli dengan pikosianin menjadi berubah warna ketika dibiarkan tak terlindung sampai 3 x 105 lux selama 24 jam. Pewarnaan pikosianin ditambahkan pada gom arab dimana warna yang terlarut sedikit.
Indigo alami adalah pewarna tertua yang terkenal, digunakan sebagai bahan pencelup tekstil dan kosmetik dari antiquity (meski tidak digunakna sebagai pewarna makanan). Indigo jarang digunakan dalam makanan dan minuman karena kelarutannya rendah. Pewarna ini dapat digunakan untuk pewarnaan pada tengah lapisan coklat gula, yang juga digunakan untuk pewarnaan kain drill yang seperti warna biru.
VI. Bahan dan Metode Penelitian
A. Bahan yang digunakan
1. Larutan gardenia blue dalam air, Marine Blue-WS
2. Serbuk phycocyanin mengandung 10% phycocyanin dari Spirulina platensis dan 90% gom arabica.
3. Serbuk indigo “36000-A/B/C/D Indigo”
4. MCT-oil (Medium-chain-triglyceride oil)
5. Purified water
B. Metode yang digunakan
Metode yang sering digunakan dalam pembuatannya adalah sebagai berikut:
1. Pembuatan preparat larutan zat warna
Yang dilakukan pertama kali adalah pemberian larutan bufer asam sitrat-Na2HPO4 hingga pH 3, 5, dan 7 pada larutan gardenia blue. Konsentrasi zat warna yang dibutuhkan kira-kira 1,3 mg/ml untuk mencapai nilai absorbansi 0,8-1,0 pada λ maksimum 596 nm. Selanjutnya larutan disimpan pada suhu 5°C, dapat digunakan sampai 5 hari, gojok dahulu sebelum digunakan. Sedangkan larutan bufer asam sitrat-Na2HPO4 hingga pH 5 dan 7 diberikan untuk larutan phycocianin. Konsentrasi zat warna yang dibutuhkan sekitar 3,6 mg/ml untuk mencapai nilai absorban 0,8-1,2 pada λ maksimum 616 dan 620nm. Terakhir larutan disimpan pada suhu 5°C, dapat digunakan sampai 3 hari. Konsentrasi phycosianin dihitung berdasarkan konsentrasi phycosianin murni pada serbuk (10%).
Selanjutnya sebanyak 160 mg indigo dilarutkan dalam 400 ml MCT-oil dengan menggunakan ultrasound pada 50°C selama 4 jam. Larutan ditempatkan pada tempat gelap selama 7 hari untuk mengendapkan jumlah indigo yang berlebih. Saat nilai absorbansi konstan pada λ maks 604nm, larutan disaring menggunakan corong. Konsentrasi dihitung dengan metode spektrofotometri pada λ 604 nm menggunakan =8,5x L/mol cm. Larutan baku dari indigo sebaiknya disimpan di tempat gelap pada temperatur kamar untuk digunakan selama penelitian.
2. Degradasi thermal
Degradasi thermal untuk menghitung waktu paruh yang diukur dengan parameter suhu. Hal ini bisa diukur dengan metode spektrofotometri. Sampel dipanaskan pada waterbath pada temperatur yang dikehendaki. Degradasi gardenia blue terjadi pada temperatur 60, 70, dan 80°C selama 8-48 jam, sedangkan degradasi phycocyanin pada 45, 50, dan 55°C selama 5 jam. Degradasi dari indigo pada 90°C selama 5 hari. Perubahan absorbansi dimonitor pada setiap interval tertentu pada λmaks di daerah visible, untuk gardenia blue pada 596 nm, phycocyanin pada 612-620nm (tergantung pH larutan), dan indigo pada 604 nm.
3. Degradasi fotokimia
Degradasi fitokimia diukur dengan memberi radiasi zat warna dengan cahaya monokromatik pada 313nm dan 600nm dalam percobaan yang terpisah. Tingkat fotodegradasi diamati pada setiap interval tertentu dengan metode pengukuran spektofotometri menggunakan spektofotometer Cary Varian 219 pada λmax. Untuk percobaan pada 313nm, 5,0 ml larutan dimasukkan dalam kuvet ukuran 2cm. Larutan tersebut dipaparkan cahaya monokromatik dari lampu Hg tekanan tinggi 100/2 yang merupakan bagian dari deretan optik, yang termasuk di dalamnya sebuah kondensor cahaya, filter panas, interference filter, shutter yang tersambung pada timer elektronik, dan lensa yang memfokuskan cahaya kedalam thermostat (25,0+0,5˚C) sel holder.
Untuk percobaan pada 600nm, 3.0ml larutan dimasukkan dalam kuvet ukuran 1cm. Larutan tersebut dipaparkan cahaya monokromatik dari lampu Visilight Xenon 300F, dengan monokromator dan fokus ke dalam cuvette di dalam dioda spektofotometer untuk pengukuran spektra pada jarak yang diinginkan. Intensitas cahaya ditentukan oleh ferrioxalate actinometry (313nm) berdasarkan metode Hatchard and Parker atau oleh Reinecke salt actinometry (600nm) berdasarkan pada metode Wegner and Adamson.
4. Degradasi akselerasi cahaya
Degradasi akselerasi cahaya dari larutan zat warna dilakukan menggunakan SUNTEST CPS dan light cabinet yang dilengkapi dengan lampu xenon dihubungkan dengan pendingin berventilasi YETI PLUS. Intersitas cahaya 480 W/m2, sama dengan 328.000 lux. Degradasi mengikuti interval yang tetap dengan pengukuran spektrofotometri menggunakan Hewlet-Packard HP 8453 spektofotometer.

zat warna alam

I. pendahuluan
Warna adalah hal penting bagi suatu produk. Sebaik apapun produk yang dihasilkan jika tidak didukung pewarnaan yang baik, maka hasilnya tidak bisa dikatakan sempurna. Makanan dengan rasa yang lezat tidak akan mamapu menarik pembeli jika tidak mempunyai warna yang menarik. Kain dengan kualitas terbaik tidak mamapu menggugah pembeli jika hanya berupa selembar kain polosan tanpa polesan warna. Dan lain sebagainya.
Dalam bahasan ini, kita lebih memfokuskannya kepada pewarna makanan, Karena memang makanan adalah hal yang paling dekat dan paling rentan juga pada manusia.
Zat warna/pewarna makanan secara umum dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu : zat warna alami, zat warna yang identik dengan zat warna alami, dan zat warna sintetis.
1. Zat Warna Alami
Zat warna alami adalah zat warna (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan,hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah sejak dahulu digunakan untuk pewarna makanan dan sampai sekarang umumnya penggunaannya dianggap lebih aman daripada zat warna sintetis. Selain itu….
penelitian toksikologi zat warna alami masih agak sulit karena zat warna ini umumnya terdiri dari campuran dengan senyawa-senyawa alami lainnya. Misalnya, untuk zat warna alami asal tumbuhan, bentuk dan kadarnya berbeda-beda, dipengaruhi faktor jenis tumbuhan, iklim, tanah, umur dan faktor-faktor lainnya.
Bila dibandingkan dengan pewarna-pewarna sintetis
penggunaan pewarna alami mempunyai keterbatasan-keterbatasan, antara lain :
a.Seringkali memberikan rasa dan flavor khas yang tidak diinginkan
b.Konsentrasi pigmen rendah
c.Stabilitas pigmen rendah
d.Keseragaman warna kurang baik
e.Spektrum warna tidak seluas seperti pada pewarna sintetis.
Jenis zat warna alami yang sering digunakan untuk pewarna makanan antara
lain ialah :
a. Karotenoid
b. Antosianin
c. Kurkum
d. Biksin
e. Karamel
f. Titanium oksida
g. Cochineal, karmin dan asam karminat
2. Zat Warna yang Identik dengan Zat Warna Alami
Zat warna ini masih satu golongan dengan kelompok zat warna alami, hanya zat warna ini dihasilkan dengan cara sintesis kimia, bukan dengan cara ekstraksi atau isolasi. Jadi pewarna identik alami adalah pigmen-pigmen yang dibuat secara sintetis yang struktur kimianya identik dengan pewarna-pewarna alami. Yang termasuk golongan ini adalah karotenoid murni antara lain canthaxanthin (merah), apo-karoten (merah-oranye), beta-karoten (oranye-kuning). Semua pewarna-pewarna ini memiliki batas-batas konsentrasi maksimum penggunaan, terkecuali beta-karoten yang boleh
digunakan dalam jumlah tidak terbatas.
3. Zat Warna Sintetis
Berdasarkan rumus kimianya, zat warna sintetis dalam makanan menurut“Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives” (JECFA) dapat digolongkan dalam beberapa kelas, yaitu : azo, triarilmetana, quinolin, xanten dan indigoid. Kelas azo merupakan zat warna sintetis yang paling banyak jenisnya dan mencakup warna kuning, oranye, merah, ungu, dan coklat, setelah itu kelas triarilmetana yang mencakup warna biru dan hijau.
Pada saat ini, pare pengguna zat warna lebih menyukai jenis sintetis dibandingkan jenis alami mengingat berbagai kelebihan yang dimilikinya. Corak warna yang bervariasi, tahan luntur yang baik, dosis yang tetap, serta kemudahan dalam pemakaian menyebabkan zat wama sintetis secara luas telah digunakan tidak hanya pada industri tekstil sebagai industri terbesar pengguna zat warna tetapi juga industri kertas berwarna, foto berwarna, pewarnaan makanan, bahkan industri kosmetika. Namun demikian, sekitar 10-50% zat warna akan masuk ke dalam limbah dan dapat mencemari lingkungan. Dampak yang mungkin timbul adalah komplain dari masyarakat sekitar (gangguan estetika) dan terganggunya penggunaan air di daerah hilir.
Dewasa ini terdapat kecenderungan penyalahgunaan bahan pewarna sintetik untuk bahan pangan. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena dapat menyebabkan diare, keracunan, kanker, stroke dan penyakit jantung. Seiring dengan semakin tingginya kesadaran konsumen akan keamanan pangan, penggunaan bahan pewarna alami sebagai pewarna makanan lebih diutamakan. Oleh karena itu banyak dilakukan penggalian bahan pewarna alami yang bersumber dari tumbuhan, hewan, buah-buahan, mineral, dan sumber-sumber alami lainnya. Termasuk salah satu yang potensial adalah Antosian dari tanaman blackcurrant.
Blackcurrant adalah spesies dari Ribes berry berasal dari Eropa tengah dan utara dan Asia utara. Juga dikenal sebagai French “cassis”. Merupakan Semak kecil yang tumbuh hingga 1-2 m. Daunnya alternate, sederhana, panjang dan luas 3-5 cm. Bunganya berdiameter 4-6 mm, dengan 5 petala hijau kemerahan hingga kecoklatan. Bunganya tersusun rasemus dengan panjang 5-10 cm.
Ketika tidak sedang berbuah, tanaman ini mirip dengan semak redcurrant, dibedakan melalui aroma yang kuat dari batang dan dahan. Buahnya dapat dimakan, diameternya 1 cm berwarna ungu tua hingga hitam dengan kulit yang mengkilap. Blackcurrant memiliki kelopak pada apex, dan juga memiliki beberapa biji yang penuh dengan nutrisi.
Tanaman dari Asia terkadang dibedakan sebagai varietas yang terpisah yaitu Ribes Nigrum var. sibiricum atau disebut juga spesies Ribes cyathiforme.

Nutrien dan Fitokimia
Buahnya memiliki kandungan vit C yang sangat tinggi (302% dari Daily Value per 100g), juga mengandung potassium, fosfor, besi dan vit. B 5 dan beberapa nutrisi esensial lainnya.
Fitokimia lain yang terkandung dalam buah, yaitu Antosianin pada blackcurrant kismis antara lain delphinidin-3-O-glucoside, delphinidin-3-O-rutinoside, cyanidin-3-O-glucoside, dan cyanidin-3-O-rutinoside. Senyawa ini ditemukan pada konsentrat jus diantara polifenol lain yang belum dalam teridentifikasi. Minyak dari biji Blackcurrant juga kaya akan nutrisi, khususnya asam Gamma Linoleat (GLA), yaitu suatu asam lemak esensial.

Antosianin
Antosianin merupakan salah satu flavonoid golongan flavilium yang membentuk pigmen tanaman, salah satunya blackcurrant. Blackcurrant antosianin terdiri dari cyanidin-3-rutinosida, delphinidine-3-rutinosida, cyanidin-3-glukosida, dan delphinidine-3-glukosida. Senyawa tersebut banyak terdapat pada bagian bunga dan buah. Cyanidin memberikan warna magenta, sedangkan delphinidine memberikan warna ungu-biru.
Antosianin yang terdapat pada Blackcurrant dianalisis dengan menggunakan HPLC/UV deteksi dengan menggunakan sistem deteksi UV L-7400 LaChrom Merck Hitachi (Merck, Damstad, Jerman) dengan panjang gelombang 520 nm.
Cyanidin merupakan kelompok antosianin dan memiliki struktur dasar C6-C3-C6. Cyanidin adalah pigmen yang dapat larut dalam air. Warna cyanidin dapat berubah sesuai dengan pH larutan. Cyanidin akan berwarna merah pada pH di bawah 3, berwarna biru pada pH di atas 11, dan pada pH netral warnanya menjadi ungu. Pada tanaman, cyanidin berikatan dengan molekul gula membentuk cyanidin 3-O-β-Glukosida. Cyanidin terdapat pada sebagian besar buah berri yang berwarna merah, seperti: bilberry, blackberry, cherry, cranberry, elderberry, hawthorn, loganberry, raspberry, juga pada buah lain seperti apel, pir, peach (buah persik), dan plum.


Gambar1. Struktur Cyanidin


Gambar 2. Struktur Cyanidin-3-Rutinoside

Delphinidin-3-rutinoside pewarna alami yg ditemukan pada blackcurrant dan dari buah2an serta bunga2 yg lain. Diambil dari proses ekstraksi. Senyawa ini akan menghasilkan asam hidroklorat dalam air dan bersifat higroskopik. Rumus kimianya C27H31O16Cl memiliki BM=647,0 g/mol. Senyawa ini memiliki antosianin yg merupakan golongan flavonoid. Sangat mudah larut dalam air dan mudah didegradasi melalui hidrolisis dan/atau hydrogen pada suhu >40o. Senyawa ini berwarna merah tua-ungu, biasanya tersedia dalam bentuk serbuk. Senyawa ini memiliki tingkat kemurnian 97% yg terdeteksi melalui HPLC yg dihubungkan ke detector UV/Vis pada 280nm dan 520nm. Senyawa lainnya merupakan antosianin, flavonoid atau polifenol lain yg tidak murni. Penyimpanan sebaiknya terlindung cahaya dan pada suhu yg rendah (<-5o) selama beberapa hari.


Gambar 3. Struktur Delphinidin

Gambar 4. Struktur Delphinidin-3-rutinoside

Fungsi Black Currant Antosianin
Selain sebagai pigmen, antosianin dapat membantu proses penyerbukan karena dapat menarik serangga polinator. Sedangkan bagi manusia, antosianin dapat memberikan efek :
1. Antioksidan kuat
Mampu menetralisir adanya radikal bebas seperti hidrogen peroksida, oksigen reaktif, dan radikal hidroksil.
2. Anti kanker dan anti mutagenik
Secara in vivo dan in vitro, dapat menurunkan resiko leukimia, kanker paru, kanker kolon, kanker kulit, dan kanker prostat. Hal tersebut dikarenakan cyanidin yang terkandung di dalamnya dapat menginduksi apoptosis sel kanker, menurunkan kerusakan oksidatif DNA, menghambat pertumbuhan sel dan menurunkan proliferasi sel kanker.
3. Anti inflamasi
Dapat mengontrol adanya peradangan, seperti arthritis dan menurunkan kadar serum malonaldehid yang merupakan parameter level stress oksidatif. Hal tersebut sangat penting untuk pencegahan mediator inflamasi (nitrit oksida). Polifenol atau antosianin telah didemonstrasikan di percoban laboratorium dengan potensi menghambat mekanisme inflamasi yang diduga menjadi penyebab penyakit hati, kanker, infeksi mikroba, atau neurological disorders seperti penyakit Alzheimer.
4. Anti diabetes
Dapat digunakan untuk mencegah obesitas dan diabetes, dengan menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan produksi insulin.

Stabilitas Antosianin Dalam Blackcurrant
Pewarna antosian larut air biasa digunakan dalam berbagai produk minuman,jeli,dan puree (sup yg kental). Produk-produk ini biasanya mengandung gula atau pemanis buatan; maka dari itu hal ini penting untuk mempelajari pengaruh sukrosa,fruktosa dan aspartame pada stabilitas larutan-larutan pigmen yang disiapkan dari serbuk hasil spray-dry. Pengaruh aktivitas air pada pigmen-pigmen juga telah dilaporkan (Simon,Didak,&Altamirano,1993), maka dari itu secara serempak diselidiki pengaruh aktivitas air pada thermostabilitas pigmen. Telah diketahui pula bahwa konsentrasi gula yg tinggi dalam buah-buahan yg diawetkan dapat menstabilkan antosianinnya (Wrolstad,Skede,Lea,&Enersen,1990). Efek ini bisa dijelaskan melalui fakta bahwa penambahan gula mengurangi aktivitas air (aw). Walaupun terjadi sedikit perubahan konsentrasi gula dan aktivitas air dapat berpengaruh terhadap stabilitas pigmen. Aktivitas air yg rendah menstabilkan pigmen, misalnya nilai aw pada serbuk kering lebih kecil dari 0,3 dan dalam kondisi terbungkus kedap udara pewarna dapat stabil selama beberapa tahun. Didalam penelitian kami ditambahkan 10-40% sukrosa, fruktosa, dan aspartame pada larutan air dari pewarna yg terspray-dry dan sampel dipanaskan pada suhu 70oC selama 2 jam. Penambahan gula dan pemanis mengurangi aktivitas air dari 1,0 menjadi 0,9. Pengaruh aspartame dan sukrosa dalam jumlah yang sama; thermostabilitas diturunkan saat konsentrasinya naik dari 0% menjadi 20%,kemudian konsentrasi ditingkatkan menjadi 40%, memiliki efek positif pada stabilitas pigmen (LSD0,05=2,44). Dengan peningkatan konsentrasi fruktosa thermostabilitas pigmen menurun secara linier (y=-26,183x+90,782;R2=0,9937). Hal ini sesuai dengan hasil laporan sebelumnya, yang menunjukkan bahwa fruktosa, arabinosa, laktosa, dan sorbosa memiliki efek lebih besar pada degradasi antosianin dibandingkan dengan glukosa,sukrosa,dan maltose (Elbe & Schwartz,1996).
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI ANTHOSIAN
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi anthosian adalah oksigen, pH, temperature, cahaya, ion logam, enzim, dan asam askorbat. Stabilitas anthosian dipengaruhi oleh pH dan panas sensitif. Kecepatan kerusakan anthosian pada pH yang lebih tinggi dan lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi.
Kecerahan pigmen warna dipengaruhi oleh tingkat keasaman vakuola (rongga sel), pH media tidak mempengaruhi pH rongga sel, umumnya rongga sel memang sudah asam, pH 5-6 (Russel jones, 2001). Namun bila media dalam keadaan asam(<5) maka beberapa ion logam tertentu menjadi lebih mudah diserap tanaman. Saat unsur logam tersebut berada di dalam rongga sel dan di ikat anthosian, maka akan merubah pigmen warna (Hank Backer, 1996). Karena tingkat keasaman media mempengaruhi diversitas penyerapan ion tertentu oleh tanaman, pada akhirnya juga mampengaruhi pembetukan karoten di plastid (Kanyoet, 2008).
Cahaya dapat mempengaruhi produksi antosianin dalam tanaman. Semakin tinggi intensitas cahaya kadar antosianin dalam tanaman akan menurun.

blackcurrant

Blackcurrant adalah spesies dari Ribes berry berasal dari Eropa tengah dan utara dan Asia utara. Juga dikenal sebagai French “cassis”. Merupakan Semak kecil yang tumbuh hingga 1-2 m. Daunnya alternate, sederhana, panjang dan luas 3-5 cm. Bunganya berdiameter 4-6 mm, dengan 5 petala hijau kemerahan hingga kecoklatan. Bunganya tersusun rasemus dengan panjang 5-10 cm.
Ketika tidak sedang berbuah, tanaman ini mirip dengan semak redcurrant, dibedakan melalui aroma yang kuat dari batang dan dahan. Buahnya dapat dimakan, diameternya 1 cm berwarna ungu tua hingga hitam dengan kulit yang mengkilap. Blackcurrant memiliki kelopak pada apex, dan juga memiliki beberapa biji yang penuh dengan nutrisi.
Tanaman dari Asia terkadang dibedakan sebagai varietas yang terpisah yaitu Ribes Nigrum var. sibiricum atau disebut juga spesies Ribes cyathiforme.

Nutrien dan Fitokimia
Buahnya memiliki kandungan vit C yang sangat tinggi (302% dari Daily Value per 100g), juga mengandung potassium, fosfor, besi dan vit. B 5 dan beberapa nutrisi esensial lainnya.
Fitokimia lain yang terkandung dalam buah, yaitu Antosianin pada blackcurrant kismis antara lain delphinidin-3-O-glucoside, delphinidin-3-O-rutinoside, cyanidin-3-O-glucoside, dan cyanidin-3-O-rutinoside. Senyawa ini ditemukan pada konsentrat jus diantara polifenol lain yang belum dalam teridentifikasi. Minyak dari biji Blackcurrant juga kaya akan nutrisi, khususnya asam Gamma Linoleat (GLA), yaitu suatu asam lemak esensial.

Antosianin
Antosianin merupakan salah satu flavonoid golongan flavilium yang membentuk pigmen tanaman, salah satunya blackcurrant. Blackcurrant antosianin terdiri dari cyanidin-3-rutinosida, delphinidine-3-rutinosida, cyanidin-3-glukosida, dan delphinidine-3-glukosida. Senyawa tersebut banyak terdapat pada bagian bunga dan buah. Cyanidin memberikan warna magenta, sedangkan delphinidine memberikan warna ungu-biru.
Antosianin yang terdapat pada Blackcurrant dianalisis dengan menggunakan HPLC/UV deteksi dengan menggunakan sistem deteksi UV L-7400 LaChrom Merck Hitachi (Merck, Damstad, Jerman) dengan panjang gelombang 520 nm.
Cyanidin merupakan kelompok antosianin dan memiliki struktur dasar C6-C3-C6. Cyanidin adalah pigmen yang dapat larut dalam air. Warna cyanidin dapat berubah sesuai dengan pH larutan. Cyanidin akan berwarna merah pada pH di bawah 3, berwarna biru pada pH di atas 11, dan pada pH netral warnanya menjadi ungu. Pada tanaman, cyanidin berikatan dengan molekul gula membentuk cyanidin 3-O-β-Glukosida. Cyanidin terdapat pada sebagian besar buah berri yang berwarna merah, seperti: bilberry, blackberry, cherry, cranberry, elderberry, hawthorn, loganberry, raspberry, juga pada buah lain seperti apel, pir, peach (buah persik), dan plum.


Gambar1. Struktur Cyanidin


Gambar 2. Struktur Cyanidin-3-Rutinoside

Delphinidin-3-rutinoside pewarna alami yg ditemukan pada blackcurrant dan dari buah2an serta bunga2 yg lain. Diambil dari proses ekstraksi. Senyawa ini akan menghasilkan asam hidroklorat dalam air dan bersifat higroskopik. Rumus kimianya C27H31O16Cl memiliki BM=647,0 g/mol. Senyawa ini memiliki antosianin yg merupakan golongan flavonoid. Sangat mudah larut dalam air dan mudah didegradasi melalui hidrolisis dan/atau hydrogen pada suhu >40o. Senyawa ini berwarna merah tua-ungu, biasanya tersedia dalam bentuk serbuk. Senyawa ini memiliki tingkat kemurnian 97% yg terdeteksi melalui HPLC yg dihubungkan ke detector UV/Vis pada 280nm dan 520nm. Senyawa lainnya merupakan antosianin, flavonoid atau polifenol lain yg tidak murni. Penyimpanan sebaiknya terlindung cahaya dan pada suhu yg rendah (<-5o) selama beberapa hari.


Gambar 3. Struktur Delphinidin

Gambar 4. Struktur Delphinidin-3-rutinoside

Fungsi Black Currant Antosianin
Selain sebagai pigmen, antosianin dapat membantu proses penyerbukan karena dapat menarik serangga polinator. Sedangkan bagi manusia, antosianin dapat memberikan efek :
1. Antioksidan kuat
Mampu menetralisir adanya radikal bebas seperti hidrogen peroksida, oksigen reaktif, dan radikal hidroksil.
2. Anti kanker dan anti mutagenik
Secara in vivo dan in vitro, dapat menurunkan resiko leukimia, kanker paru, kanker kolon, kanker kulit, dan kanker prostat. Hal tersebut dikarenakan cyanidin yang terkandung di dalamnya dapat menginduksi apoptosis sel kanker, menurunkan kerusakan oksidatif DNA, menghambat pertumbuhan sel dan menurunkan proliferasi sel kanker.
3. Anti inflamasi
Dapat mengontrol adanya peradangan, seperti arthritis dan menurunkan kadar serum malonaldehid yang merupakan parameter level stress oksidatif. Hal tersebut sangat penting untuk pencegahan mediator inflamasi (nitrit oksida). Polifenol atau antosianin telah didemonstrasikan di percoban laboratorium dengan potensi menghambat mekanisme inflamasi yang diduga menjadi penyebab penyakit hati, kanker, infeksi mikroba, atau neurological disorders seperti penyakit Alzheimer.
4. Anti diabetes
Dapat digunakan untuk mencegah obesitas dan diabetes, dengan menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan produksi insulin.

Stabilitas Antosianin Dalam Blackcurrant
Pewarna antosian larut air biasa digunakan dalam berbagai produk minuman,jeli,dan puree (sup yg kental). Produk-produk ini biasanya mengandung gula atau pemanis buatan; maka dari itu hal ini penting untuk mempelajari pengaruh sukrosa,fruktosa dan aspartame pada stabilitas larutan-larutan pigmen yang disiapkan dari serbuk hasil spray-dry. Pengaruh aktivitas air pada pigmen-pigmen juga telah dilaporkan (Simon,Didak,&Altamirano,1993), maka dari itu secara serempak diselidiki pengaruh aktivitas air pada thermostabilitas pigmen. Telah diketahui pula bahwa konsentrasi gula yg tinggi dalam buah-buahan yg diawetkan dapat menstabilkan antosianinnya (Wrolstad,Skede,Lea,&Enersen,1990). Efek ini bisa dijelaskan melalui fakta bahwa penambahan gula mengurangi aktivitas air (aw). Walaupun terjadi sedikit perubahan konsentrasi gula dan aktivitas air dapat berpengaruh terhadap stabilitas pigmen. Aktivitas air yg rendah menstabilkan pigmen, misalnya nilai aw pada serbuk kering lebih kecil dari 0,3 dan dalam kondisi terbungkus kedap udara pewarna dapat stabil selama beberapa tahun. Didalam penelitian kami ditambahkan 10-40% sukrosa, fruktosa, dan aspartame pada larutan air dari pewarna yg terspray-dry dan sampel dipanaskan pada suhu 70oC selama 2 jam. Penambahan gula dan pemanis mengurangi aktivitas air dari 1,0 menjadi 0,9. Pengaruh aspartame dan sukrosa dalam jumlah yang sama; thermostabilitas diturunkan saat konsentrasinya naik dari 0% menjadi 20%,kemudian konsentrasi ditingkatkan menjadi 40%, memiliki efek positif pada stabilitas pigmen (LSD0,05=2,44). Dengan peningkatan konsentrasi fruktosa thermostabilitas pigmen menurun secara linier (y=-26,183x+90,782;R2=0,9937). Hal ini sesuai dengan hasil laporan sebelumnya, yang menunjukkan bahwa fruktosa, arabinosa, laktosa, dan sorbosa memiliki efek lebih besar pada degradasi antosianin dibandingkan dengan glukosa,sukrosa,dan maltose (Elbe & Schwartz,1996).

Ipomoea batatas (Ubi jalar ungu)

A. PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara yang memiliki sumber daya alam yang amat besar. Kekayaan alam ini potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku industri yang bersumber dari alam. Dewasa ini masyarakat cenderung memilih untuk kembali ke alam. Obat-obatan, kosmetik, bahan pewarna makanan dan minuman serta tekstil banyak yang berbahan baku dari tumbuhan ataupun hewan.
Bahan pewarna berperan dalam produksi makanan dan minuman. Hal ini dikarenakan warna menjadi nilai untuk menentukan kualitas. Warna yang menarik akan memberikan kesan yang baik pada pembeli sehingga akan meningkatkan nilai jual serta dapat meningkatkan selera makan. Namun saat ini masih banyak produsen yang menggunakan pewarna sintetik. Alasannya harga pewarna sintetik lebih murah dan memiliki stabilitas yang lebih baik dari pewarna alami. Melihat keadaan ini banyak peneliti yang mulai memperkenalkan dan menggiatkan penggunaan bahan pewarna dari alam, salah satunya pigmen antosian yang terdapat pada umbi tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas).
Ubi jalar ungu mengandung pigmen antosianin dalam jumlah cukup besar. Warna ini didapat dari daging maupun kulitnya. Selain mengandung antosian, ubi jalar ungu juga merupakan sumber antioksidan dan beberapa zat lain yang berguna untuk kesehatan. Melihat prospek manfaat yang besar dan kemudahan dalam mendapatkan bahan bakunya,ubi jalar dapat dioptimalkan penggunaanya sebagai pewarna alami untuk makanan dan minuman.

B. PEMBAHASAN
Makanan dan warna berkaitan erat dalam kehidupan manusia sehari-hari. Makanan atau minuman yang berwarna mencolok, membuat orang tertarik untuk melihat, membeli, bahkan memakannya. Warna merupakan salah satu sifat penting makanan yang dapat menambah selera makan. Beberapa alasan penambahan bahan pewarna dalam makanan antara lain :
• mengurangi atau mencegah hilangnya warna makanan yang disebakan oleh adanya paparan sinar matahari, suhu yang ekstrem, kelembaban, dan kondisi penyimpanan.
• Memperbaiki perubahan warna bahan makanan yang terjadi secara alami.
• Memperkuat warna yang secara alami sudah ada.
• Memperkuat identitas makanan dengan warna.
• Melindungi rasa dan vitamin yang dapat dipengaruhi oleh sinar matahari selama penyimpanan.
• Memberikan penampilan makanan sesuai keinginan konsumen.
Pewarna yang biasa dipakai dalam makanan dan minuman sehari-hari umumnya berasal dari pewarna sintetik. Bahan pewarna buatan digunakan secara luas karena kekuatan zat warnanya lebih kuat dibandingkan bahan pewarna alami. Karena itu, bahan pewarna buatan dapat digunakan dalam konsentrasi yang kecil. Lagi pula, bahan pewarna buatan lebih stabil, penampilan warna lebih seragam, dan umumnya tidak mempengaruhi rasa makanan. Namun, bahan pewarna buatan perlu disertifikasi oleh pihak yang berwenang sebelum dapat digunakan. Hal ini sebagai aturan untuk menjaga keamanan pemakaian sebab pewarna sintetik dapat menyebabkan beberapa penyakit bila dikomsumsi melebihi nilai ambang batas.
Melihat bahaya yang dapat ditimbulkan dari pewarna sintetis, masyarakat mulai melirik potensi bahan alam sebagai pengganti pewarna sintetik. Bahan-bahan yang biasa digunakan adalah tanaman yang ada di sekitar rumah, salah satunya umbi tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas) varietas warna ungu. Tanaman yang awalnya hanya sebagai pengganti nasi di daerah Papua, sekarang telah dibudidayakan lebih serius. Bahkan di beberapa daerah, Bali dan Tuban misalnya, menanamnya untuk produksi berbagai makanan olahan dari ubi. Dari tanaman ini dihasilnkan warna ungu yang menarik dan dapat digunakan sebagai pewarnba alami.
Tanaman ini ada 3 varietas, yaitu ubi jalar kuning, merah dan ungu. Dibanding ubi jalar putih, tekstur ubi jalar merah atau ungu memang lebih berair dan kurang masir (sandy) tetapi lebih lembut. Rasanya tidak semanis yang putih padahal kadar gulanya tidak berbeda. Ubi jalar putih mengandung 260 mkg (869 SI) betakaroten per 100 gram, ubi merah yang berwarna kuning emas tersimpan 2900 mkg (9675 SI) betakaroten, ubi merah yang berwarna jingga 9900 mkg (32967 SI). Makin pekat warna jingganya, makin tinggi kadar betakarotennya yang merupakan bahan pembentuk vitamin A dalam tubuh. Namun dari ketiganya, yang mengandung paling banyak antosian adalah varietas yang berwarna ungu. Dua varietas ubi jalar ungu introduksi (Ayamurasaki dan Yamagawa-murasaki) saat ini telah diusahakan secara komersial di beberapa daerah di Jawa Timur dengan potensi hasil 15¬-20 ton/ha. Beberapa varietas lokal sesungguhnya juga ada yang daging umbinya berwarna ungu, hanya intensitasnya masih jauh dibanding kedua varietas tersebut
1. Tanaman penghasil

Sumber : kulit buah Ipomoea batatas
Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Convolvulales
Famili : Convolvulaceae
Genus : Ipomoea
Spesies : I. batatas
Nama Inggris : Sweet potato
Nama Indonesia : Ubi jalar
Nama Lokal : ketela rambat (Jawa), huwi boled (Sunda)
Sinonim : Convolvulus batatas L. (1753), Convolvulus edulis Thunb. (1784), Batatas edulis (Thunb.) Choisy (1833).
Deskripsi :
Tumbuhan bergetah putih. Umbi akarnya sangat bervariasi bentuk, ukuran, warna kulit (putih, kuning, coklat, merah dan ungu) dan warna didalamnya (putih, kuning, jingga, ungu). Batang menjalar, bercabang-cabang. Daun tunggal tersusun spiral, helaian daun membundar telur, rata, bersudut atau bercuping menjari. Bunga aksiler, tunggal atau perbungaan terbatas, mahkota bunga bentuk corong, putih atau lembayung muda, ungu dibagian dalam tabungnya. Buah kapsul dengan 1-4 biji. Biji hitam.
Manfaat tumbuhan :
Sekitar 70-100 % umbi jenis ini telah dimanfaatkan untuk dikonsumsi di sebagian besar daerah tropik. Sekitar 10-30 % dikonsumsi sebagai sumber pangan, hanya 5-10 % untuk keperluan industri. Di Asia sekitar 30-35 % digunakan untuk industri alkohol maupun tepung. Di daerah tropik Asia termasuk Indonesia, jenis ini dimanfaatkan sebagai makanan tambahan, untuk kue, keripik, namun di Papua Nugini dan beberapa kepulauan Oseania jenis ini dimanfaatkan sebagai bahan pangan pokok. Daun mudanya sering kali dimakan untuk sayur.
(Prohati dan Wikipedia)
2. Cara ekstraksi
Bagian yang digunakan sebagai pewarna adalah daging buah dan kulitnya yang berwarna ungu. Pada bagian tersebut terdapat senyawa antosian. Untuk mendapat zat warna, terlebih dulu dengan memotong-motong bagian ubi hingga kecil dan dihancurkan hingga berbentuk serbuk. Serbuk ini kemudian diekstrasi dengan pelarut etanol dan HCl. Untuk menetralkan, digunakan NaOH. Melalui proses diatas dan analisa pH diferensial dapat diperoleh pewarna dengan warna dasar merah. Sifat asam yang terkandung pada ubi jalar menghasilkan warna merah tetapi dengan mengatur PH-nya bisa didapat warna lain. Untuk mendapatkan warna lain yang diinginkan, kita cukup menambahkan basa pada bahan ini.
Ubi jalar kaya akan serat diet, mineral, vitamin dan antioksidan seperti asam fenolat, antosianin, tokoferol dan beta karoten. Selain bekerja sebagai antioksidan, senyawa karotenoid dan fenolat juga menjadikan ubi jalar menjadi menarik dengan warna krem, kuning, oranye dan ungu. Kandungan fenolat pada ubijalar sekitar 0,14 - 0,51 mg/g berat segar. Ubi jalar ungu mengandung 0,4 - 0,6 mg antosianin/g berat segar.
Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan dalam bahan pangan atau sistem biologis. Dua metode yang umum digunakan dalam uji aktivitas antiokisdan adalah DPPH dan ABTS. Generator radikal bebas yang dipakai dlam DPPH adalah 2,2-diphenyl-l-picrylhydrazyl dan dalam ABTS adalah 2,2′-azinobis(3-ethyl-benzothiazoline-6-sulfonic acid.



Ekstraksi fraksi lipofilik dan hidrofilik (untuk analisis)
Tepung ubi jalar divorteks selama dua menit dalam heksan. Campuran kemudian disaring menggunakan Buchner funnel. Ekstraksi dilakukan dua kali dan ekstrak lipofilik yang diperoleh dievaporasi pada suhu 500C menggunakan vakum evaporator.Residu setelah ekstraksi heksan kemudian di ekstraksi dua kali dengan metanol asam (asam asetat 7 % dalam metanol 80%) untuk memperoleh fraksi hidrofobik.
Pewarna dari ubi jalar ini umumnya digunakan pada minuman meskipun dapat juga digunakan pada makanan. Penggunaan di minuman lebih mudah dilakukan karena lebih banyak bahan minuman yang meiliki sifat asam. Pewarna dari ubi jalar bisa digunakan pada es krim, selai dan minuman anggur. Untuk pewarna makanan, ubi jalar dapat digunakan pada mie, pizza, dan macam-macam kue. Karena terbuat dari bahan alami maka penggunaan zat warna ini terhadap makanan dan minuman lebih aman dibandingkan pewarna sintetis. kelebihan lainnya juga tidak mempengaruhi rasa pada makanan dan minuman yang digunakan.
3. Zat kimia yang berperan
Selain antosian dan betakaroten, warna jingga pada ubi jalar memberi isyarat akan tingginya kandungan senyawa Lutein dan Zeaxantin, pasangan antioksidan karotenoid. Keduanya termasuk pigmen warna sejenis klorofil, merupakan pembentuk vitamin A. Lutein dan Zeaxantin merupakan senyawa aktif yang memiliki peran penting menghalangi proses perusakan sel. Ubi jalar ungu juga kaya vitamin E untuk memenuhi kebutuhan sehari.Warna ungu yang dihasilkan ubi jalar berasal dari kandungan antosian. Antosianin adalah zat warna alami golongan flavonoid yang tersebar luas di alam. Senyawa antosian memberikan warna merah, ungu, dan biru pada beberapa bunga, buah, dan sayuran. Dalam tanaman, antosianin ditemukan hampir diseluruh bagian tanaman, misalnya kulit buah, mahkota bunga, dan akar.
Zat wana antosianin bersifat tidak stabil dan mudah terdegradasi. Stabilitasnya dipengaruhi oleh pH, suhu ppenyimpanan, cahaya, enzim, oksigenasi, perbedaan struktur dalam antosian dan konsentrasi dari antosian. Antosianin berada dalam bentuk glikosida, bila dipecah akan menghasilkan gula dan antosianidin sebagai aglikonnya. Bagian terpenting dari glikosida antosianin adalah aglikon antosianidin (kation flavilium) yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi, sehingga dapat diserap pada panjang gelombang 500 nm dan menyebabkan senyawa ini padat ditangkap oleh mata. Antosian larut dan stabil dalam air karena merupakan suatu glikosida. Dalam bentuk glikosida, antosian dibedakan berdasarkan jenis gula yang menempel pada aglikonnya. Gula yang paling umum terikat pada aglikon antosianidin antara lain : monosakarida (glukosa, ramnosa, arabinosa, xilosa), disakarida, dan trisakarida (yang paling umum adalah rutinosa, sofosa, sambubiosa, dan glukorotinosa).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas antosian, yaitu:
1. pH
Antosian lebih stabil pada media asam daripada media basa. Namun, antosian dapat digunakan untuk menampilkan berbagai variasi warna dalam rentang pH 1-14. Karena sifatnya ini, pewarna ungu dari ubi jalar lebih cocok untuk pewarna minuman pH rendah, seperti sirup, wine.
2. Suhu
Suhu yang terlalu tinggi dapat menaikkan degradasi antosian. Temperatur dan pH saling berhubungan. Temperature naik pada pH 2-4. Naiknya temperaturdapat menginduksi rusaknya struktur.
3. Cahaya
Efek pencahayaan pada antosian bekerja 2 arah. Pada satu sisi cahaya sangat diperlukan pada biosintesis antosian, tetapi berpengaruh juga terhadap degradasinya. Antosianin dapat lebih lama dan baik dalam menyimpan warna dalam keadaan gelap.
4. Gula
Gula termasuk semua produk degradasinya dapat menurunkan stabilitas antosian. Selain itu dari beberapa jenis gula yang telah diuji (sukrosa, fruktosa, glukosa, dan xilosa) ternyata dapat meningkatkan degradasi antosian dengan mekanisme berformasi membentuk polimer pigmen dan browning (pencoklatan). Namun penambahan gula (sukrosa) ± 20% ternyata dapat melindungi antosian dari degradasi, browning, dan konformasi polimer pigmen. Dalam hal ini ketika antosian disimpan dalam keadaan beku.

Efek Pengolahan Terhadap Komposisi Kimia & Fisik Ubi Jalar Ungu Dan Kuning
Komposisi ubi jalar ungu klon MSU dan Ayamurasaki seperti terlihat pada Tabel 1:
Tabel 1. Komposisi Fisiko-kimia dari ubi jalar ungu
Sifat Kimia dan Fisik MSU 03028-10 AYAMURASAKI
Kadar air
Kadar abu (%) 60,18
2,82 67,77
3,28
Kadar pati (%) 57,66 55,27
Gula reduksi (%) 0,82 1,79
Kadar lemak (%) 0,13 0,43
Kadar serat (%) ? ?
Kadar antosianin (mg/100g) 1419,40 923,65
Aktivitas antioksidan (%)* 89,06 61,24
Warna (L*) 34,9 37,5
Warna (a*) 11,1 14,2
Warna (b*) 11,3 11,5

Seperti terlihat pada Tabel 1. Kandungan antosianin lebih tinggi pada MSU 03028-10 dari pada klon Ayamurasaki.
Efek pengolahan penggorengan, pengukusan dan pengolahan ubi menjadi selai dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Persentase Retensi Kadar Total Antosianin pada Ubi Jalar Ungu
Klon/varietas Proses Total antosianin (mg/100g bk) Persentase Retensi (%)
MSU 03028-10 Segar 1419,40 100
Goreng ? 41
Kukus ? 50
Selai ? 48
Ayamurasaki Segar 923,65 100
Goreng ? 72
Kukus ? 91
Selai ? 30

Hampir 50% kadar antosianin penyebab warna ungu pada ubi jalar ungu rusak akibat penggorengan, pengukusan dan pembuatan selai pada klon MSU 03028-10. Sedang kerusakan sekitar 10 – 30% terjadi pada ayamurasaki akibat penggorengan dan pengukusan, namun hampir 70% warna ungu rusak akibat proses pembuatan selai.

4. Manfaat dan khasiat
Ubi jalar ungu mengendalikan produksi hormon melatonin yang dihasilkan kelenjar pineal di dalam otak. Melatonin merupakan antioksidan yang menjaga kesehatan sel dan sistem saraf otak, sekaligus memperbaiki jika ada kerusakan. Asupan vitamin A yang kurang akan menghambat produksi melatonin dan menurunkan fungsi saraf otak sehingga muncul gangguan tidur dan daya ingat berkurang. Keterbatasan produksi melatonin berakibat menurunkan produksi hormon endokrin, sehingga sistem kekebalan tubuh merosot. Ubi jalar ungu yang berlimpah vitamin A dan E dapat mengoptimumkan produksi hormon melatonin. Dengan rajin makan ubi jalar ungu, ketajaman daya ingat dan kesegaran kulit serta organ tetap terjaga. Sebuah keunikan, kombinasi vitamin A (betakaroten) dan vitamin E dalam ubi jalar ungu dapat bekerja sama menghalau stroke dan serangan jantung. Kesimpulan dari sebuah penelitian menyebutkan kalium yang terkandung dalam ubi jalar ungu memangkas 40% risiko penderita hipertensi terserang stroke fatal, tekanan darah tinggi pun menurun 25%.
Menyantap ubi jalar ungu 2 -3 kali seminggu membantu kecukupan serat. Apabila dimakan bersam kulitnya ubi jalar akan menyumbang serat lebih banyak. Kandungan serat dalam ubi jalar ungu sebagian besar merupakan serat larut (soluble fiber), yang bekerja seperti busa spon. Serat menyerap kelebihan lemak atau kolesterol, sehingga kadar lemak atau kolesterol dalam darah tetap terkendali. Serat alami oligosakarida yang tersimpan dalam ubi jalar ini sekarang menjadi komoditas bernilai dalam pemerkayaan produk pangan olahan, seperti susu bubuk. Oligosakarida tersebut juga bermanfaat untuk mencegah konstipasi, wasir, kanker kolon, memelihara keseimbangan flora usus dan bersifat prebiotik, yaitu merangsang pertumbuhan bakteri yang baik bagi usus sehingga penyerapan zat gizi menjadi lebih baik dan usus lebih sehat. Selain itu Oligosakarida mempermudah buang angin, namun pada beberapa orang yang sangat sensitif, oligosakarida dapat mengakibatkan perut kembung. Ini sebabnya setelah menyantap ubi, orang sering kentut.
Pada zaman global saat ini kehidupan dengan aktivitas fisik berat serta pengaruh lingkungan akan menyebabkan radikal bebas sulit dihindari, sehingga perlu diusahakan untuk meningkatkan antioksidan dalam tubuh.Selain vitamin E dan vitamin C ternyata beberapa flavonoid yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan memiliki khasiat antioksidan. Salah satu komponen flavonoid dari tumbuh-tumbuhan yang dapat berfungsi sebagai antioksidan adalah zat warna alam yang disebut antosianin. Kadar antosianin cukup tinggi terdapat pada berbagai tumbuh-tumbuhan seperti red wine, anggur, dan umbi ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L).
Berdasarkan penelitian dari Fakultas Pertanian Universitas Udayana di Bali ditemukan bahwa tumbuhan umbi ubi jalar ungu yang umbinya mengandung antosianin cukup tinggi yaitu berkisar antara 110 mg sampai 210 mg/100 gr. Pemanfaatan jenis umbi ubi jalar ungu tersebut telah teliti dan telah dikembangkan dalam berbagai bentuk suplemen yang siap pakai, penelitian mengenai kemampuan umbi ubi jalar ungu sebagai antioksidan secara pasti pada darah dan berbagai organ tubuh belum ada. Sementara budidaya tanaman ini tidak sulit untuk dikembangkan, maka penelitian tentang khasiat antioksidan dari umbi ubi jalar ungu perlu dilakukan khususnya terhadap hati. Mengingat hati merupakan organ yang besar dalam tubuh dan memiliki fungsi yang amat penting dan rentan terhadap pengaruh radikal bebas.
Penelitian tentang efek antioksidan umbi ubi jalar ungu terhadap proteksi sel hati dilakukan pada hewan percobaan mencit dewasa. Dari hasil penelitian terbukti bahwa pemberian ekstrak umbi ubi jalar ungu yang mengandung zat warna antosianin dapat mengurangi kadar ALT dan AST dalam tubuh mencit. Penurunan ALT dan AST ini terjadi setelah pemberian ekstrak yang belum diolah dan yang telah diolah pada hewan percobaan yang diberikan beban aktivitas fisik berat maksimal. Dari hasil penelitian nampak pemberian ekstrak umbi ubi jalar ungu yang mengandung antosianin dapat mengurangi pengaruh radikal bebas terhadap jaringan hati mencit. Terlihat dari menurunnya AST dan ALT dibandingkan tanpa pemberian esktrak. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian pada pelari marathon dimana terjadi peningkatan ALT dan AST secara bermakna.

5. Contoh aplikasi
1. Mie telo
Mie ini ada di Jawa Timur. Bahan utama mie ini dibuat dari ubi jalar ungu, jadi tidak salah kalau mienya berwarna ungu, lain dari mie biasa yang berwarna putih atau kuning. Warna ungu dari mie ini menjadi keunikan dan daya tarik tersendiri, warna ungu mie ini didapat dari warna ungu alami ubi jalar sebagai bahan baku utama, dikemasan mie juga tertulis tanpa bahan pewarna tambahan.

2. Es krim

3. Pizza dan hamburger
4. Sirup



C. KESIMPULAN
Saat ini masyarakat cenderung memilih gaya hidup sehat dengan cara memakai bahan-bahan dari alam di berbagai kesempatan. Kosmetik, obat-obatan, makanan dan minuman adalah contoh industri yang sedang mengalami peningkatan dalam penggunaan produk alami sebagai bahan bakunya. Makanan dan minuman sangat berkaitan dengan warna. Sebab warna yang menarik akan membuat konsumen ingin melihat dan mencobanya. Pewarna alami yang biasa digunakan berasal dari pigmen antosianin (suatu jenis flavonoid). Pigmen ini tersebar luas dalam tanaman. Salah satu tanaman yang mengandung antosian adalah ubi jalar (Ipomoea batatas) warna ungu.
Ubi jalar ungu mengandung antosian dalam jumlah besar, karbohidrat, betakaroten, vitamin E, Kalsium dan zat besi juga serat. Warna ungu tersebut dapat diperoleh dari daging buah dan kulit umbi ubi jalar. Cara mendapatkan warna ungu ini cukup mudah, yakni serbuk ubi jalar diekstrasi dengan pelarut etanol dan HCl. Untuk menetralkan, digunakan NaOH. Sebagai pewarna makanan contohnya mie dan es krim, sedangkan penggunaan pada minuman yaitu pembuatan sirup dan wine. Selain sebagai pewarna makanan dan minuman, ubi jalar dapat berguna sebagai antioksidan kuat. Hal ini akibat adanya betakaroten yang berguna sebagai provitamin A yang mampu mencegah radikal bebas. Selain itu dapat mencegah diabetes karena kandungan gulanya yang sederhana. Kestabilan antosian pada ubi jalar dipengaruhi oleh pH, suhu, cahaya, dan gula yang ditambahkan. Oleh karena itu pengembangan ubi jalar sebagai pewarna perlu diteliti lebih lanjut.

D. DAFTAR PUSTAKA
http://www.proseanet.org/florakita/browser.php?pcategory=2 (diakses pada 24 April 2009)
http://www.widyamandala.org/news.php?ID=1&action=detail&id=38 (diakses pada 24 April 2009)
http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/691/ (diakses tanggal 30 april 2009)
http://www.antara.co.id/arc/2007/4/22/sirup-ubi-ungu-bali-kian-diminati/ (diakses tanggal 30 april 2009)
http://simonbwidjanarko.wordpress.com/2008/06/page/2/ (diakses tanggal 30 april 2009)
http://ptp2007.wordpress.com/2008/07/08/ekstraksi-antosianin-dari-ubi-jalar/ (diakses tanggal 30 april 2009)

Dracaena angustifolia Roxb. (daun suji)

1. PENDAHULUAN
A. Deskripsi Tumbuhan Suji
Suji (Dracaena angustifolia Roxb) merupakan perdu tegak atau pohon kecil dengan tinggi 6 - 8 m, sering bercabang banyak; daun memita-melanset, menyempit di bawah dasar pelepah, sangat meruncing; Pembungaan malai, bercabang, panjang lebih dari 75 cm; bunga kekuning-kuningan - putih. Buah membulat dengan 3 cuping, diameter 1,5-2,5 cm, jingga terang, 1-3 biji.
Suji tumbuh tersebar dari India, Birma (Myanmar), Indo-Cina, Cina bagian selatan, Thailand, Jawa, Filipina, Sulawesi, Maluku, New Guinea dan Australia bagian utara. Suji tumbuh subur hingga ketinggian 1000 m dpl., dan menyukai daerah pegunungan atau dekat aliran air (sumur, sungai kecil). Tanaman ini sudah banyak ditanam di pekarangan rumah penduduk dengan potongan rimpangnya atau ditanam sebagai pagar hidup, namun belum ditanam dalam skala besar atau perkebunan.
Deskripsi lengkap dari tanaman suji adalah sebagai berikut :
Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Bangsa : Liliales
Suku : Liliaceae
Marga : Dracaena
Jenis : Dracaena angustifolia
Nama umum/dagang : Suji
Nama daerah
Jawa : Suji (Sunda), Sujen (Jawa)
Sulawesi : Tawaang Im Bolai (Minahasa)
Maluku : Pendusta utan (Ambon), Ngose kolotidi (Temale)
Deskripsi
Habitus : Perdu, tinggi 6-8 m
Batang : Tegak, berkayu, beralur melintang, putih kotor
Daun : Tunggal.berseling, lanset.ujung meruncing, pangkal memeluk batang, tepi rata, panjang 16-20 cm, lebar 3-4 cm, pertulangan sejajar, hijau tua.
Bunga : Majemuk, di ujung cabang, bentuk tandan, putih keunguan.
Buah : Bulat, diameter ± 1 cm, hijau.
Biji : Bulat, putih bening.
Akar : Tunggang, putih kotor.
Sinonim : Pleomele angustifolia N.E. Brown
B. MANFAAT TANAMAN SUJI
Daun suji (Pleomale angustifolia) banyak digunakan sebagai bahan pewarna hijau pada makanan, kue-kue tradisional dan minuman seperti untuk pewarna hijau pada es cendol. Selain memberikan pewarna hijau, daun suji juga memberikan aroma harum yang khas. Selain berfungsi sebagai bahan pewarna daun suji juga memiliki beberapa khasiat sebagai obat. Buah untuk mengobati orang yang kurang nafsu makannya. Selain itu buah dari daun suji berkhasiat untuk menurunkan tekanan darah tinggi. Penggunaanya dengan cara langsung memakan buah tersebut. Sedangkan pada daunnya berkhasiat untuk mengobati kepala yang sedang khas.
Di Maluku, dekoksi dari akar tanaman suji digunakan untuk mengatasi gonorhoe, daunnya digunakan sebagai obat luar untuk mengatasi beri-beri dan getah daun digunakan untuk menebalkan rambut. Daunnya juga digunakan untuk mewarnai minyak sayur dan menghijaukan makanan serta getah daunnya digunakan sebagai zat warna untuk mengecat. pucuk yang direbus dari tanaman Dracaena angustifolia dimakan sebagai sayuran. Tanaman ini terkenal sebagai tanaman hias dan sebagai tanaman pagar.
Daun Dracaena angustifolia juga berkhasiat sebagai obat beri-beri dan akarnya sebagai obat kencing nanah. Untuk obat beri-beri dipakai + 20 gram daun segar Dragaena angustifolia, dicuci, direbus dengan 1 gelas air selama 15 menit, setelah dingin disaring. Hasil saringan diminum sekaligus.
C. Kandungan Kimia Daun Suji
2. HASIL DAN PEMBAHASAN
Daun Suji secara tradisional digunakan sebagai pewarna hijau dalam makanan, namun dengan berkembangnya jaman dan minat masyarakat pada zat warna yang berasal dari alam maka daun Suji juga dikembangkan sebagai pewarna tekstil (batik), yang berperan sebagai pewarna hijau yaitu klorofil a dan b. Klorofil a termasuk dalam pigmen yang disebut porfirin; hemoglobin juga termasuk di dalamnya. Klorofil a mengandung atom Mg yang diikat dengan N dari 2 cincin pirol dengan ikatan kovalen serta oleh dua atom N dari dua cincin pirol lain melalui ikatan koordinat; yaitu N dari pirol yang menyumbangkan pasangan elektronnya pada Mg (pada gambar dinyatakan dengan garis putus-putus). Dalam proses pengolahan pangan, perubahan yang paling umum terjadi ialah penggantian atom magnesium dengan atom hidrogen yang membentuk feofitin ditandai dengan perubahan warna dari hijau menjadi coklat olive yang suram. Klorofil bersifat peka terhadap cahaya, suhu dan oksigen

A. Kelarutan
Klorofil alami bersifat lipofilik (larut lemak) karena keberadaan gugus fitolnya. Hidrolisis dengan asam atau klorofilase terhadap gugus tersebut akan mengubahnya menjadi turunan klorofil yang larut air (hidrofilik), antara lain klorofilid dan klorofilin. Secara in vitro, penyerapan klorofilin 6-9 kali lebih besar dibanding klorofil alami. Penelitian mengenai stabilitas serbuk daun Suji dalam berbagai konsentrasi pelarut etanol (0%, 9.6%, 19.6%, 28.8%), menunjukkan bahwa konsentrasi 0% etanol dalam air adalah yang paling stabil. Sebab mengandung 2.90% klorofil total (klorofil kompleks). Telah dibandingkan efektivitas pengekstraksian zat warna alami dari daun suji (Pleomele angustifolia (Roxb.) N.E.Brown) menggunakan berbagai pelarut ekstraksi. Simplisia diekstraksi secara maserasi menggunakan empat pelarut (n-heksan, aseton 80 %, etanol 95 % dan metanol). Rendemen ekstraksi terbesar 27,4 % yang dihitung berdasarkan ekstrak kering yang diperoleh terhadap simplisia kering diperoleh dari pelarut aseton 80 %. Pada keempat ekstrak tersebut mengandung klorofil dan klorofil terbanyak diperoleh dari pelarut aseton 80 % berdasarkan serapannya.
B. Suhu dan pH
Stabilitas serbuk terhadap suhu dan pH menunjukkan bahwa warna masih stabil dalam suhu 100°C, pada pH 8.0 lebih stabil daripada range pH 3.0-5.0 dan pH 11.0-12.0. Sebab pada suasana asam, atom Mg akan diganti dengan atom H sehingga terbentuk senyawa yang disebut Feofitin yang berwarna kecoklatan. Berdasarkan penelitian yang telah di lakukan terbukti bahwa bila air rebusan yang mengandung klorofil dengan pH 10 pada suhu 24°C sampai 95°C kandungan klorofil mengalami penurunan sekitar 40,47 %, pH 11 pada suhu 24 °C sampai 95 °C mengalami penurunan klorofil 46, 47% dan pH 12 pada suhu 24°C samapai 95°C mengalami penurunan 39,04 %. Sedangkan tanpa menggunakan kapur sirih kandungan klorofil mengalami penurunan sekitar 21,99 %, namun yang menarik di sini adalah warna hijau yang menggunakan kapur sirih cenderung lebih stabil bahkan sampai suhu 95 °C, ini membuktikan bahwa kandungan kalsium yang dimiliki kapur sirih mampu mempertahankan klorofil agar tidak terbentuk feofitin. ekstrak daun suji (Pleomele angustifolia) digunakan sebagai pewarna alami tanpa menimbulkan residu. Tetapi klorofil daun suji bersifat tidak stabil, untuk mengatasinya perlu digunakan jenis bahan penstabil klorofil yang cocok yaitu asam sitrat dan soda kue. Proses lain seperti blanching juga perlu diterapkan dalam ekstraksi karena dengan adanya blanching akan menghambat kerja dari enzim klorofilase sehingga tidak terjadi degradasi warna. Kadar total klorofil dan kapasitas antioksidan ekstrak suji menurun selama penyimpanan selama 1 bulan pada suhu refrigerasi
C. Fotooksidasi
Semakin lama waktu penyinaran, maka absorbansi pigmen menjadi semakin rendah. Pencampuran kurkumin dengan klorofil dapat meningkatkan kestabilan klorofil a maupun klorofil b terhadap fotooksidasi. Penambahan antioksidan asam askorbat 0.1% (b/v) ke dalam ekstrak suji mengakibatkan menurunkan intensitas warna hijau, namun intensitas warna hijau ekstrak ini lebih stabil selama penyimpanan dibandingkan ekstrak suji tanpa penambahan asam askorbat. Kadar total klorofil juga menunjukkan pola yang sama, sehingga diduga penambahan asam askorbat dapat membantu mempertahankan kestabilan klorofil ekstrak suji dalam perlakuan penyimpanan yang diberikan.
DEGRADASI KLOROFIL



3. KESIMPULAN
4. DAFTAR PUSTAKA