Sumber daya alam Indonesia
Sumber daya alam didefinisikan sebagai segala sesuatu yang terdapat di alam yang berguna bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang telah dipakai sampai dengan masa kini maupun yang akan digunakan pada masa yang akan datang. Sumber daya alam dibagi menjadi 2, yaitu sumber daya alam yang dapat diperbarui dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Undang Undang No 4 Tahun 1982 Pasal 5 menyebutkan : ”sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya hayati, sumber daya non-hayati, dan sumber daya buatan”.
Sejak Repelita I sampai sekarang usaha pengelolaan sumber daya alam dilaksanakan dengan prioritas :
a. Perlindungan dan pengembangan flora dan fauna yang hampir punah.
b. Pemanfaatan sumber daya alam yang dapat diperbarui dengan menjamin kelestariannya.
c. Perlindungan atas plasma nutfah di hutan dan di luar kawasan konservasi.
d. Pemanfaatan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui harus dilaksanakan secara bijaksana tanpa menimbulkan pencemaran lingkungan.
e. Usaha agar kebikasanaan diterapkan secara terpadu dan saling menunjang.
f. Pemanfaatan sumber daya alam dengan memperhitungkan segi pembangunan daerah sehingga dapat saling mendorong pertumbuhan dan pengembangan daerah.
Indonesia merupakan negara yang mempunyai sumber daya alam hayati terbesar ketiga di dunia (kedua jika termasuk kekayaan laut). Berbagai ribu jenis tumbuhan dan hewan yang ada di nusantara, hanya sebagian kecil yang telah dikenali secara taksonomi maupun yang sudah digunakan untuk kepentingan manusia. Kebutuhan pangan, sandang perumahan (kayu) tidak lepas dari tumbuhan. Begitu pula untuk obat dan kosmetika sejak dulu telah dipakai oleh penduduk Indonesia. Sekarang dengan mahalnya harga obat sintesis mengakibatkan orang kembali kepada obat yang berbahan dasar tumbuhan (back to green). Hal ini didukung menjamurnya industri obat tradisional baik skala kecil, menengah dan besar, bahkan industri obat di negara kita sebgaian besar sudah mempunyai divisi obat tradisional.
Masalah kemudian timbul antara lain pengambilan secara besar-besaran tumbuhan yang mengakibatkan banyak tumbuhan dikhawatirkan hilang dari ekosistem Indonesia. Mungkin untuk keperluan industri di Indonesia tetapi mungkin juga dijual ke luar negeri dengan harga sangat murah. Masalah lain yang tidak kalah penting adalah banyak orang yang secara bombastis menyebutkan tumbuhan tertentu sebagai obat penyakit kanker atau jenis penyakit yang mematikan lainnya. Informasi yang hanya didasarkan kepada nama lokal suatu jenis tumbuhan sering menyesatkan sebagian masyarakat lainnya.
Gambar 1. Bukit Baka di Kalimantan Tengah Gambar 2. Pasak bumi
Konsekuensi bagi negara kita adalah melindungi, memanfaatkan tetapi juga melestarikannya. Pendekatan tersebut dikenal sebagai suatu usaha konservasi, yang memadukan ketiga unsur tersebut Sebuah usaha yang tidak mudah sebab akan berdampak kepada berbagai kepentingan baik ekonomi, sosial, budaya bahkan politik dan keamanan. Salah satu usaha untuk menjawab permasalahan tersebut adalah dengan membudidayakan tumbuhan obat. Dalam lingkup kecil budidaya tumbuhan obat dapat dilakukan melalui program Taman Obat Keluarga (TOGA) secara terpadu.
Di dalam TOGA terkandung tujuan untuk membudidayakan dengan cara yang betul dan murah (sistem budidaya secara organik), melestarikan jenis tumbuhan yang bersifat langka, menyediakan bahan baku obat tradisional yang terjamin kualitasnya, dapat menghidupkan industri lokal dengan dibangunnya kawasan agromedesin sehingga dapat meningkatkan taraf pendapatan masyarakat lokal.
3. Kearifan lokal dan sistem pengobatan
Setiap daerah di Indonesia mempunyai kearifan budaya lokal sendiri-sendiri. Hal ini dapat terjadi disebabkan penduduk menggunakan atau mengolah alam lingkungan yang tersedia dengan daya pikir dan kreasi penduduk setempat. Manusia tidak lepas dari lingkungan sehingga saling terkait antara manusia, tumbuhan, hewan dan iklim serta tanah tempat tinggal mereka.
Begitu pula dalam pengobatan tradisional, sistem pengobatan yang berlaku dan diyakini keberhasilannya jika menggunakan cara atau sistem pengobatan di daerah tempat tinggal mereka. Bahan makanan yang dikonsumsi, tanah tempat tinggal yang menghasilkan bahan pangan dan obat, tabiat sehari-hari penduduk adalah sesuatu yang melekat dan tidak dapat dipisahkan. Dengan demikian sistem pengobatan akan memilih cara yang berlaku di masyarakat setempat.
Untuk mengembangkan TOGA maka perlu diinventarisasi jenis-jenis tumbuhan yang sering digunakan dalam pengobatan di daerah tesebut. Jenis-jenis tumbuhan itu oleh dukun, mantri, balian atau orang pintar di daerah tersebut digunakan dalam pengobatan. Oleh karena itu TOGA bersifat lokal istimewa dari sudut pandang jenis tumbuhan dan kearifan budaya lokal tetapi juga bersifat naional sebab TOGA menjadi salah satu pilar penting pembangunan masyarakat dalam bidang kesehatan. Agar tidak terjadi benturan dengan budaya lain yang mungkin berbeda maka alangkah baiknya jika TOGA dan sistem pengobatan yang dikembangkan berbasis budaya lokal.
4. Persoalan dalam tumbuhan obat di dalam masyarakat kita
Secara internasional suatu jenis tumbuhan hanya mempunyai satu jenis nama ilmiah (one species-one scientific name). Mungkin akan lebih sulit untuk memberikan pengertian kepada masyarakat awam jika harus menggunakan nama ilmiah. Tetapi ini harus tetap dilakukan untuk menjaga kebenaran secara taksonomi maupun secara farmasis. Sebab suatu jenis tumbuhan akan mempunyai keragaman metabolit atau senyawa aktif yang dibutuhkan dalam pengobatan. Agar lebih informatif maka syarat diperlukannya deskripsi dan foto merupakan hal yang mutlak di dalam menuliskan monografi atau atlas tumbuhan obat.
Nama lokal atau nama daerah sebetulnya juga mempunyai peran penting di dalam mengenali tumbuhan. Nama lokal biasanya hanya dipakai oleh penduduk setempat dalam batas-batas geografi yang sempit. Setiap daerah mempunyai mempunyai nama lokal yang berbeda-beda untuk satu jenis tumbuhan yang sama. Sebagai contoh Nama ilmiah Sonchus arvensis, disebut oleh penduduk Yogyakarta (dan Indonesia umumnya) dengan nama tempuyung, tetapi oleh penduduk Kulon Progo disebut ron pacul goang. Centella asiatica, penduduk Sleman menyebut regedeg, penduduk Indonesia menyebut daun kaki kuda atau pegagan. Sambung otot oleh sebagian penduduk Indonesia dipakai untuk menyebut Plumbago zeylanicum, Muehlenbeckia platyclada, dan Euphorbia tirucalli. Sehubungan dengan hal itu maka tampaklah bahwa penggunanaan nama lokal sering dilakukan dengan dasar yang tidak kuat, tidak otentik (lemah).
Berdasarkan pengalaman di tengah masyarakat, banyak sekali terjadi kerancuan penggunaan sutu jenis tumbuhan tertentu untuk obat tertentu. Beberapa tahun lalu kita telah dihadapkan suatu masalah yaitu beredarnya informasi temu putih sebagai obat kangker (padahal belum diteliti sampai uji klinis). Masyarakat banyak yang meminta informasi tersebut karena tidak jelasnya informasi yang diberikan oleh pengguna atau orang pertama yang mempopulerkan.
Jika hanya berdasarkan nama lokal seperti tersebut maka akan terdapat banyak kesulitan. Temu putih digunakan untuk menyebut nama ilmiah Kaempferia rotunda tetapi juga dipakai untuk menyebut Curcuma zedoaria (Curcuma alba, tidak dikenal di dalam sistematika tumbuhan). Hal yang hampir sama ditemukan pada nama daun dewa untuk menyebut Gynura procumbens, Gynura pseudochina, dan Gynura carnosula. Peristiwa tersebut terjadi karena deskripsi yang tidak betul dan informasi yang kurang. Sehingga diperlukan penamaan lokal yang lebih ilmiah dalam hal ini lebih mendekati kepada pertelaan tumbuhan yang dimaksudkan. Penyebutan nama lokal suatu tumbuhan hendaknya dikembalikan kepada deskripsi di dalam buku-buku taksonomi atau monografi yang didalamnya tercakup nama ilmiah. Sehingga nama lokal akan mempunyai fungsi sinergi dengan nama ilmiah, yaitu memberikan informasi yang betul kepada masyarakat.
5. Mengenal tumbuhan obat dengan betul
Sebetulnya ketika membaca nama ilmiah suatu jenis tumbuhan terdapat ciri spesifik yang melekat pada diri jenis tersebut. Sebagai contoh :
1. Sidaguri (Sida rhombifolia) : Sida yang bentuk daunnya belah ketupat.
2. Gambas (Luffa acutangula) : Luffa yang ujung buahnya berbentuk meruncing
3. Clerodendrum serratum : Clerodendrum yang tepi daunnya bergerigi
4. Keji beling (Sericocalyx crispus) : Sericocalyx yang daunnya kasar
5. Brotowali (Tinospora tuberculata) : Tinospora yang batangnya bertotol-totol.
6. Bayam duri (Amaranthus spinosus) : Amaranthus dengan batang berduri.
7. Tapak dara (Catharanthus roseus) : Catharanthus yang bunganya seperti mawar
8. Saga pohon (Adenanthera microsperma) : Adenanthera yang bijinya kecil
9. Kaempferia rotunda : Kaempferia dengan bentuk rimpang bulat
Melihat contoh-contoh di atas maka dalam mempelajari tumbuhan akan lebih baik jika kita mengenal habitus atau perawakan tumbuhan melalui organ-organnya secara utuh.
Tidak cukup hanya dengan membaca tetapi perlu kita latih ke lapangan. Semakin banyak koleksi atau spesimen yang kita miliki akan lebih memperkaya khasanah jenis tumbuhan yang kita kenali dengan betul dan baik. Untuk itu perlu dibuat Taman Obat Keluarga (TOGA, bukan untuk lomba) yang dapat menciptakan suatu kondisi komunitas dan diharapkan mampu menjadi bentuk usaha agromedesin .
Langkah berikutnya adalah mengidentifikasi atau mendeterminasi koleksi tumbuhan yang kita miliki. Cara identifikasi bermacam-macam, yang paling umum adalah bertanya kepada seorang yang dianggap ahli di bidang sistematika tumbuhan. Jika kita sudah dapat mendeskripsikan dengan baik maka kita dapat pula merunut dengan buku-buku taksonomi tumbuhan sampai ketemu nama ilmiah yang dimaksudkan. Cara berikutnya adalah dengan mencocokkan foto atau gambar yang sesuai. Tetapi foto seringkali tidak sesuai dengan nama ilmiah yang betul. Dalam hal ini kita perlu lebih kehati-hatian kita. Foto atau gambar yang tidak dilengkapi dengan deskripsi dan nama ilmiah tidak dapat dijadikan referensi dalam identifikasi. Mencocokkan dengan spesimen hidup atau herbarium yang telah diidentifikasi oleh suatu lembaga yang menangani tumbuhan dapat pula dikategorikan sebagai kegiatan identifikasi. Misalnya spesimen dikirimkan ke Herbarium Bogoriense atau dicocokkan di Kebun Raya Bogor.
II. KONSEP KONSERVASI TUMBUHAN OBAT
1. Pendahuluan
Setelah mengikuti kuliah bab ini mahasiswa akan mampu mengetahui definisi konservasi tumbuhan, mengetahui kategori keterancaman oleh IUCN, mengetahui cara-cara konservasi dan mampu membedakannya.
2. Keterancaman jenis-jenis tumbuhan
Salah satu sumber daya alam yang dapat diperbarui adalah hutan. Hutan dapat dimanfaatkan untuk pembangunan berkelanjutan dan sebagai paru-paru dunia. Menurut UU No. 5 Tahun 1967 pasal (3), menyebutkan hutan dibedakan berdasarkan fungsinya :
a. Hutan lindung, merupakan kawasan hutan yang karena keadaan alamnya diperuntukkan pengaturan tata air, pencegahan bencana banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah.
b. Hutan produksi, merupakan kawasan hutan yang digunakan untuk memproduksi hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pada umumnya dan khususnya untuk pembangunan, industri dan devisa negara melalui ekspor hasil hutan.
c. Hutan suaka alam, kawasan hutan yang karena sifat khasnya diperuntukkan secara khusus untuk perlindungan alam hayati dan atau manfaat lainnya.
Jenis-jenis tumbuhan yang dimiliki oleh Indonesia ternyata banyak mengalami keterancaman kepunahan. Apabila hal ini dibiarkan maka tidak lama lagi kita tidak menjumpai jenis-jenis tumbuhan yang dulunya ada di sekitar kita. Eksploitasi hutan yang tidak bertangung jawab menyebabkan terjadinya fragmentasi terhadap habitat. Fragmentasi tersebut mirip dengan terbentuknya pulau-pulau yang dengan tegas akan membatasi habitat organisme tumbuhan.
Faktor-faktor yang mengancam suatu jenis tumbuhan, antara lain :
1. Hilangnya habitat dan terjadi modifikasi
2. Over eksploitasi
3. Introduksi jenis-jenis eksotik atau jenis-jenis baru
Hilangnya habitat dan modifikasinya terkait dengan fragmentasi habitat, misalnya untuk lahan transmigrasi, perkebunan, dan hak pengusahaan hutan. Modifikasi habitat paling besar digunakan untuk pemukiman, pertanian disusul peternakan dan terjadinya kebakaran serta pencemaran. Hilangnya habitat dan disusul dengan modifikasinya sampai dengan saat ini masih terjadi.
Over eksploitasi disebabkan oleh sifat manusia yang rakus dan cenderung mencari keuntungan sesaat dengan cara mengambil secara besar-besaran jenis-jenis tumbuhan yang banyak dibutuhkan.
Jenis tumbuhan dari negara asing banyak yang mengalahkan jenis-jenis lokal. Kata bangkok adalah sebagai contoh yang paling nyata. Apabila jenis-jenis lokal sudah tidak banyak orang menanam maka dikhawatirkan mempercepat kepunahan.
Salah satu jenis tumbuhan yang terancam punah adalah pasak bumi (Eurycoma longifolia). Jenis ini banyak dicari oleh orang karena berpotensi untuk meningkatkan stamina. Jenis lain yang juga terancam adalah anggrek hitam dan tapak barito (Ficus deltoidea) yang mendiami wilayah hutan Kalimantan dan Papua. Apabila pohon-pohon yang menjadi inang epifit ditebang sembarangan maka anggrek hitam akan mengalami keterancaman secara serius.
Menurut IUCN, kategori keterancaman bagi jenis organisme dapat dikelompokkan menjadi 6, yaitu :
1. Extinct (Ex)
2. Endangered (E)
3. Vulnarable (V)
4. Rare (R)
5. Indeterminate (I)
6. Insufficiently Know (K)
Suatu jenis tumbuhan dikatakan punah (extinct) apabila dalam kurun waktu 50 tahun tidak ada orang yang menjumpai atau menemukan. Tingkatan di bawahnya adalah ancaman yang dinamakan keadaan genting atau terancam (endangered). Jika dalam beberapa waktu eksploitasi dan faktor-faktor yang mengancam tidak dihentikan maka sangat dikhawatirkan beberapa jenis tumbuhan akan mengalami kepunahan. Kategori rawan (vulnarable) akan dapat menjadi keadaan genting apabila erosi terhadap sumber daya alam yang langsung berkaitan dengan jenis-jenis tumbuhan berkategori rawan tidak segera dihentikan. Salah satu kategori yang sering kita dengar adalah bahwa suatu tumbuhan sudah jarang keberadaannya. Kategori jarang (rare) berarti jenis tumbuhan tertentu ada dalam populasi yang banyak di suatu wilayah tetapi untuk wilayah lain jenis tersebut sangat jarang ditemukan. Kategori terkikis (indeterminate) sebetulnya jenis-jenis mungkin termasuk yang terancam, rentan atau jarang tetapi informasi yang jelas tentang jumlah jenis tersebut tidak cukup. Kategori yang terakhir adalah insufficiently known, dioeruntukkan bagi jenis-jenis yang dicurigai mungkin terancam atau jarang tetapi belum ada informasi yang jelas. Sebetulnya kategori ini sangat banyak dijumpai di wilayah kita sehingga tanpa kita sadari jenis-jenis yang tidak jelas kategorinya dengan cepat mengalami erosi secara terus-menerus.
Kegiatan penelitian sangat diperlukan untuk mengungkap keberadaan jenis-jenis tumbuhan termasuk yang terancam. Pendekatan kepada disiplin ekologi dan kefarmasian akan dapat mengungkap telaah biodiversitas atau lebih dikenal dengan nama biodiversity prospecting.
Gambar 3. Penelitian Biodiversitas Tumbuhan Obat di Hutan Kalimantan
3. Cara konservasi tumbuhan
Konservasi berarti perlindungan terhadap sesuatu, yang dimaksud adalah terhadap keanekaragaman hayati. Apabila biodiversitas terdiri atas 3 aras, yaitu tingkat jenis, tingkat di bawah jenis dan tingkat ekosistem maka semua aras bagi keanekaragaman hayati perlu untuk dilindungi. Perlindungan terhadap biodiversitas tidak dimaksudkan hanya untuk melindungi tetapi masyarakat dapat memanfaatkan sekaligus melestarikannya.
Suatu populasi gajah Afrika yang dalam jumlah besar bagi penduduk diperbolehkan sampai jumlah tertentu untuk mengambil gading gajah, dengan kata lain gajah boleh diburu. Tetapi untuk dapat menyatakan demikian perlu studi yang sangat panjang dan mendalam. Konsep ekuilibrium diterapkan dengan betul.
Masyarakat perlu untuk ditanamkan rasa tanggung jawab terhadap konsep ini. Orang boleh mengambil atau memanen beberapa jenis tumbuhan di hutan asalkan mereka juga ikut untuk membudidayakannya. Sering masyarakat lokal sudah arif dalam hal ini, mereka sangat taat terhadap aturan yang sudah disepakati karena mereka sangat dekat dan menyatu dengan alam tetapi tingkat kebutuhan yang ditunjukkan oleh orang yang luar bisa merusak keadaan ini. Mereka yang mempunyai modal besar dapat mengeksploitasi sumber daya alam seenaknya. Masyarakat lokal hanya kebagian musibah dan bencana yang ditinggalkan oleh orang bermodal besar. Di Indonesai hal ini sudah bukan hal yang baru, hampir di semua pulau yang mempunyai biodiversitas tinggi dieksploitasi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Untuk menyelamatkan plasma nutfah bangsa Indonesai ini maka harus diupayakan suatu usaha nyata. Usaha tersebut tidak lain adalah membudidyakan tumbuhan. Budidaya tumbuhan untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati kita dapat dibedakan menjadi 2 cara, yaitu : budidaya in situ dan ex situ.
Budidaya in situ berarti membudidayakan tumbuhan di habitat tumbuhan tersebut terdapat. Dengan kata lain benih atau plasma nutfah tumbuhan tersebut tidak dibawa keluar daerah atau habitat yang bersangkutan. Hal ini dilakukan dengan harapan mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan yang dikonservasi.
Budidaya tumbuhan secara ex situ dilakukan di luar habitat. Benih atau plasma nutfah didatangkan ke luar daerahnya kemudian dikembangkan di lokai baru yang berbeda habitatnya. Di daerah yang baru sebelum digunakan untuk budidaya dilakukan studi habitat terlebih dahulu. Fungsi dari penelitian ini adalah untuk menyiapkan habitat yang secara empirik mendekati habitat aslinya sehingga tumbuhan mudah dan cepat beradaptasi.
Ada dua cara membudidayakan tumbuhan secara ex situ, yaitu : secara eksvitro yang berarti menggunakan tanah sebagai media budidaya dan secara invitro dengan teknik yang lebih rumit sebab dilakukan di laboratorium. Kedua macam cara budidya akan diterangkan pada bagian lain dari buku ini.
Prinsip penting dalam budidaya tumbuhan obat adalah tidak boleh menggunakan bahan kimia (misal : pupuk dan pestisida). Sebab bahan kimia ini dapat bereaksi dengan bahan aktif yang terkandung di dalam tumbuhan obat itu sendiri. Cara pengawetan hasil panen juga tidak diperkenankan emnggunakan bahan kimia yang dapat merusak bahan baku simplisia untuk jamu. Lahan untuk budidaya tumbuhan obat sebaiknya tidak menggunakan bekas lahan sawah yang dibudidayakan secara non-organik. Lahan dapat dipilih, misalnya pekarangan, lahan kritis, tanah tandus, tanah dekat dataran tinggi ataupun pantai.
Membudidayakan tumbuhan berarti memberikan keadaan atau syarat tumbuh dan berkembang yang optimal bagi tumbuhan melalui : pemilihan bibit unggul, pengolahan tanah yang betul, pemeliharaan tanaman budidaya (pemupukan dan pemberantasan hama/penyakit secara organik), pemanenan dan penanganan pascapanen yang betul.
Jika usaha budidaya ini berhasil maka suatu kawasan dapat digerakkan roda perekonomian masyarakat yang dampaknya meningkatkan taraf pendapatan, kesamaan hak dan kewajiban pembangunan kesehatan di Indonesia.
III. LINGKUNGAN ORGANISME
1. Pendahuluan
Setelah mempelajari Bab ini mahasiswa akan mengetahui definisi lingkungan, mampu menjelaskan kembali unsur-unsur lingkungan, seluk beluk lingkungan fisik tanah, lingkungan fisik iklim, interaksi lingkungan biotik dan peranannya bagi pertumbuhan.
2. Definisi Lingkungan
Lingkungan menurut Barbour dkk (1987) adalah keseluruhan unsur abiotik dan biotik yang mengelilingi organisme dan secara potensial mempengaruhi organisme. Berdasarkan batasan di atas maka lingkungan organisme tidak lain adalah habitat organisme itu sendiri. Organisme secara potensial dipengaruhi oleh berbagai unsur lingkungan. Oleh karena itu ada hubungan yang sangat erat antara organisme dengan lingkungannya.
Definisi lingkungan menurut UU No. 4/1982, UU No 4/1982 (Pokok-pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup) : “kesatuan ruangan dengan semua benda, daya, keadaan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dengan perilakunya yangmempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya”
Lingkungan abiotik meliputi keseluruhan faktor fisik dan kimia. Secara garis besar faktor-faktor tersebut dapat berupa faktor iklim dan faktor tanah (edafik). Faktor iklim didominasi oleh sinar matahari. Akibat sinar matahari yang sampai ke belahan bumi maka setiap belahan bumi akan mengalami perbedaan dalam hal, antara lain : intensitas cahaya matahari, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin, dan kecepatan proses-proses pelapukan. Faktor edafik berupa faktor tanah yang merupakan medium pertumbuhan bagi jenis-jenis tumbuhan. Di dalam tanah banyak sekali unsur yang mempengaruhi pertumbuhan, antara lain : jenis tanah, tekstur tanah, struktur tanah, pH tanah, suhu tanah, kelembaban tanah, dan hara yang ada di dalamnya.
Lingkungan biotik meliputi keseluruhan interaksi dengan organisme. Interaksi dapat berupa simbiosis, predasi, kompetisi atau bentuk-bentuk lain yang sering dijumpai di alam. Meskipun faktor biotik ini merupakan faktor yang terjadi dari sesama organisme hidup tetapi sering menjadi faktor penting bagi keberadaan organisme.
Kepentingan lingkungan bagi semua organisme hidup tercermin dari kesadaran manusia untuk membicarakan dalam bentuk kesepakatan internasional yang bersifat mengikat bagi semua negara yang telah menandatanganinya. Bermula pada kesadaran pentingnya pelestarian bumi dan isinya, pencemaran oleh negara maju (industrial countries), kemiskinan dan ketidakberdayaan negara-negara berkembang dan miskin untuk membayar hutang LN padahal biodiversitas negara sangat besar.
Beberapa kesepatakan tersebut tertuang dalam konferensi internasional tentang lingkungan hidup. Konferensi itu antara lain Konferensi Stockholm (1972) sebagai hasilnya adalah dibentuknya badan dunia yang mengurusi lingkungan hidup atau dikenal dengan nama UNEP (United Nations Environmental Program).
UNEP bersama dengan IUCN membuat perjanjian untuk memperkuat kerjasama yang mendunia dalam konservasi biodiversitas sumber daya alam dan pembangunan berkelanjutan sehingga lahir konferensi dunia tentang keanekaragaman hayati di Rio de Janiero, Brazil yang mengasilkan 5 dokumen penting, yaitu :
1. The framework convention on climate change
2. The convention on biodiversity
3. Foret principles
4. Agenda 21
5. Rio declaration
Dalam konferensi tersebut disetujui bahwa negara maju harus menstabilkan emisi gas sampai aras 1990 sampai dengan tahun 2000. Hal ini penting agar membatasi faktor-faktor yang dapat menimbulkan perubahan iklim dunia. Bagi negara-negara yang meratifikasi perjanjian dan melaksanakannya akan mendapatkan jaminan keuntungan biodiversitas secara bersama-sama. Pengelolaan hutan harus mengedepankan konservasi semua tipe hutan secara berkelanjutan. Dalam hal itu semua negara yang meratifikasi harus merancang pembangunannya untuk mendorong lingkungan dan perekonomian menuju abad ke-21. Deklarasi tersebut juga mencantumkan hak dan tanggung jawab negara dalam meningkatkan kesejahteraan hidup manusia.
3. Lingkungan makro dan mikro
Lingkungan makro adalah lingkungan regional secara umum, dan lingkungan mikro adalah lingkungan yang cukup dekat dengan suatu objek yang dipengaruhinya.
Lingkungan mikro dapat sangat berbeda dari lingkungan makro. Misalnya, lingkungan mikro di bawah suatu kanopi (tajuk) pohon hutan berbeda dengan lingkungan makro di atasnya dalam hal kelembaban, kecepatan angin, intensitas cahaya. Lingkungan mikro di bawah batu tanah gurun akan berbeda dengan lingkungan makro di sekitarnya. Lingkungan mikro tepat 1 mm di atas permukaan daun tanaman budidaya dapat berbeda dalam kecepatan angin, kelembaban, dan suhu dari lingkungan makro yang hanya berjarak 10 mm di atasnya.
Tiap organ atau bagian tumbuhan berhadapan langsung dengan lingkungan mikro yang berbeda. Jelaslah bahwa lingkungan mikro adalah suatu syarat bagi tumbuhan untuk tanggap oleh karenanya lingkungan mikro ini sangat berpengaruh terhadap tumbuhann termasuk tanaman budidaya.
4. Tanah
Di seluruh permukaan bumi terdapat beraneka ragam tanah, mulai dari tanah paling gersang sampai paling subur, berwarna merah, putih, coklat, kelabu, hitam dengan berbagai ragam sifat. Untuk memudahkan mengenali masing-masing jenis tanah sangat perlu jika masing-masing jenis tanah diberi nama. Dengan nama ini memudahkan kita dalam mempesingkat keterangan mengenai sifat kemampuan suatu jenis tanah.
Pemberian nama jenis tanah tidak dapat dilakukan secara serampangan tetapi harus mengacu kepada suatu kriteria yang melekat pada jenis tanah tersebut. Pembahasan mengenai kriteria dan nama jenis tanah ini dikenal sebagai klasifikasi tanah yang merupakan cabang ilmu tanah.
Untuk mengetahui kriteria masing-masing jenis tanah diperlukan survei tanah. Metode ini mencakup pemetaan jenis-jenis tanah di lapangan, memisahkan jenis-jenis tanah itu dan kemudian melukiskanya dalam suatu peta disertai uraiannya. Ada tiga hal penting dalam klasifikasi tanah, yaitu :
1. Definisi tanah
2. Genesis tanah
3. Morfologi tanah
4.1. Definisi tanah
Pada mulanya tanah, didefinisikan sebagai medium alam bagi tumbuhnya vegetasi yang terdapat di permukaan bumi atau tanah merupakan bentuk organik dan anorganik yang ditumbuhi tumbuhan baik yang tetap ataupun sementara.
Berzelius (1803), tanah merupakan laboratorium kimia alam yang di dalamnya dapat terjadi proses dekomposisi dan sintesis kimia berlangsung secara tenang. Davy (1913) menjelaskan, tanah sebagai laboratorium yang menyediakan hara (nutrien). Von Liebig (1840), tanah merupakan tabung reaksi sehingga seseorang mampu mengetahui jumlah dan jenis hara tanaman.
Joffe (1949) menjelaskan, tanah bangunan alam tersusun atas horizon-horizon yang terdiri atas bhan mineral dan organik biasanya mempunyai ketebalan berbeda-beda dan yang berbeda pula dengan bahan induk yang ada di bawahnya dalam hal morfologi, sifat dan susunan fisik, sifat dan susunan kimia dan sifat-sifat biologi. Bremmer (1958) berpendapat tanah adalah bagian permukaan kulit bumi yang dijadikan oleh pelapukan kimia dan fisik dan kegiatan berbagai tumbuhan dan hewan.
Tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas, menduduki sebagian besar permukaan planet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jazad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula (Darmawijaya, 1997).
4.2. Genesis tanah
Syarat utama terbentuknya tanah adalah (1) tersedianya bahan asal dan (2) faktor-faktor yang mempengaruhi bahan asal.
Bahan asal dikenal pula dengan bahan induk. Bahan induk dapat berwujud batuan, mineral-mineral dan bahan organik. Ada korelalsi antara iklim dengan tanah yaitu bahwa pada permulaan yang paling berpengaruh adalah batuan induk, semakin lama tanag berkembang semakin lama pula iklim berpengaruh sampai mendominasi terhadap faktor lainnya. Ada 5 faktor pembentukan tanah : iklim, kehidupan, bahan induk, topografi dan waktu.
Untuk memudahkan memahami proses pembentukan tanah dalam garis besarnya dibedakan atas : proses pelapukan dan proses perkembangan tanah. Kedua proses tersebut sukar dibedakan dan umumnya terjadi secara besamaan. Proses pelapukan adalah berubahnya bahan penyusun tanah dari bahan penyusun batuan, sedangkan proses perkembangan tanah adalah terbentuknya lapisan tanahyang menjadi ciri, sifat dan kemampuan khas bagi masing-masing jenis tanah. Dengan demikian pelapukan megandung arti geologis dan destruktif sedangkan proses pekembangan tanah mengandung arti pedolgis dan kreatif.
4.3. Morfologi tanah
Morfologi tanah adalah suatu uraian mengenai kenampakan-kenampakan, ciri-ciri dan sifat-sifat umum yang diperlihatkan suatu profil tanah. Tubuh tanah jika dipotong tegak akan memperlihatkan suatu seri lapisan yang dinamakan horizon karena masing-masing lapisan itu sedikit banyak sejajar denganpermukaan bumi (horizontal). Masing-masing horizon mempunyai ciri morfologi, sifat-sifat kimia, fisik dan biologi yang khas.
Profil tanah tebalnya berlainan mulai dari yang sangat tipis setipis selaput sampai dengan setebal 10 m. Semakin ke arah kutub profil tanah semakin tipis sebaliknya semakin ke arah khatulistiwa tanah semakin tebal. Masing-masing horizon tanah dibedakan dalam simbol, yaitu : O untuk horizon organik, A untuk horizon mineral, B horizon mineral illuviasi, C horizon mineral bukan batuan dan R adalah lapisan batuan induk tanah. Masing-masing horizon masih dibagi-bagi lagi atas strata yang diketahui.
Gambar 4. Lapisan tanah
Ciri-ciri morfologi setiap horizon : warna, tekstur, struktur, konsistensi, pH tanah, perakaran dan bahan-bahan kasar atau bentukan-bentukan istimewa.
Warna tanah merupakan ciri yang paling tampak nyata dan mudah ditentukan. Warna tanah merupakan pernyataan (a) jenis dan kadar bahan organik, (b) keadaan drainase dan aerasi tanah dalam hubungannya dengan hidratasi, oksidasi dan proses pelindian, (c) tingkat perkembangan tanah (d) kadar air tanah termasuk permukaan air tanah dan atau (e) adanya bahan-bahan tertentu. Secara kualitatif warna tanah dibedakan : hitam, kelabu, kuning, coklat dan merah.
Tekstur tanah adalah perbandingan relatif tiga golongan partikel besar dalam suatu massa tanah terutama fraksi-fraksi lempung (clay), debu (silt) dan pasir (sand). Pembatasan ketiga fraksi masing-masing tekstur tanah dapat digambarkan dengan bagan yang berbentuk segitiga dan disebut triangular textur. Bagan tersebut tampak pada gambar berikut ini.
Gambar 5. Bagan untuk menentukan struktur tanah
Struktur tanah didefinisikan sebagai susunan saling mengikat partikel-partikel tanah. Ikatan partikel tanah itu berwujud agregat tanah yang membentuk dirinya. Agregat tanah ini dinamakan ped. Tetapi gumpalan tanah akibat penggarapan lahan (clod), atau terbentuk oleh sebab lain atau karena akumulasi lokal senyawa yang mengikat partikel tanah tidak termasuk yang dinamakan agregat tanah. Berdasarkan bentuk dan besarnya kita mendapatkan tipe-tipe : lempeng, tiang, gumpal (blocky), remah, granular, berbutir tunggal dan massif.
Gambar 6. Tipe-tipe partikel penyusun struktur tanah
Konsistensi merupakan derajat kohesi adhsi diantara partikel-partikel tanah, dikenal tanah basah, lembab, kering. Bentukan istimewa antara lain padas yang bersifat mampat, padat dan keras selama genesis tanah. Dapat juga dikenali untuk melihat tingkat perakaran vegetasi dan penetrasi air. Pengamatan perakaran sangat penting bagi kecocokan jenis tanah bagi peruntukan jenis tanaman.
5. Faktor Iklim
Faktor iklim memegang peran penting dalam pertumbuhan suatu jenis tumbuhan. Faktor iklim didominasi oleh adanya sinar matahari. Intensitas sinar matahari untuk setiap daerah di permukaan bumi juga berbeda-beda. Bagi negara-negara seperti Indonesia yang berada di daerah garis khatulistiwa akan mendapatkan sinar matahari secara melimpah. Hal ini akan berbeda dengan negara-negara dengan letak garis lintang 40o bahkan sampai dengan kutub.
Akibat adanya sinar matahari ini maka akan terjadi perbedaan suhu, perbedaan kelembaban udara, terjadinya perbedaan kecepatan angin dan akhirnya menyebabkan terjadinya perbedaan kecepatan proses pelapukan.
Sinar matahari sangat dibutuhkan oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis tetapi jika sinar matahari terlalu kuat maka justru akan menurunkan hasil fotosintesis. Intensitas sinar matahari yang tinggi dapat merusak kloroplas, jika kloroplas rusak maka klorofil yang ada di dalam grana suatu fret kloroplas juga akan rusak. Apabila alat untuk mengkonversi sinar matahari rusak maka proses fotosintesis juga akan terganggu.
Jenis-jenis tumbuhan tertentu juga harus beradaptasi terhadap tingginya intensitas sinar matahari yang biasanya disusul dengan suhu yang tinggi pula. Bagi tumbuhan kemudian bertanggap dengan cara daun menjadi tebal dan di dalamnya terdapat jaringan spon untuk menampung sebagian besar air. Atau dapat pula tumbuhan bertanggap dengan cara mereduksikan daun menjadi duri tetapi batang menjadi berwarna hijau untuk tetap dapat mendukung fotosintesis. Cara bertanggap semacam itu bertujuan untuk mengurangi penguapan yang terlalu besar.
Akibat perbedaan sinar matahari yang diterima suatu daerah juga menyebabkan terjadinya perbedaan musim. Di negara-negara yang berada di daerah khatulistiwa umumnya hanya mengenal dua musim, yaitu : musim hujan dan musim kemarau. Meskipun demikian di hutan hujan tropika yang berada di daerah khatulistiwa perbedaan musim hujan dan kemarau tidak tegas.
Jenis-jenis tumbuhan akan melimpah sejalan dengan rendahnya letak negara di dalam garis lintang bumi dan akan semakin berkurang jenisnya jika suatu negara berada di garis lintang tinggi. Hal ini merupakan pengaruh dari sinar matahari yang masuk ke permukaan bumi. Hanya jenis-jenis tumbuhan tertentu yang dapat bertahan di daerah ekstrim seperti di daerah dengan garis lintang bumi yang tinggi. Pada musim tertentu tumbuhan akan menggugurkan daunnya dan akan dorman sampai musim semi tiba.
6. Faktor biotik
Faktor yang tidak kalah dlam menentukan keberadaan jenis tumbuhan adalah faktor biotik. Manusia dapat menjadi agen peubah bagi keberadaan jenis tumbuhan. Pengambilan secara insidental atau secara besar-besaran akan mempengaruhi jenis. Pemindahan jenis dan eksodus jenis baru juga akan membuat masalah tersendiri bagi jensi tumbuhan.
Kompetisi antara jenis yang sama atau antara jenis yang berbeda menyebabkan suatu jenis tumbuhan harus bertanggap. Beberapa jenis tumbuhan Asteraceae akan hidup mengelompok dan dari situ di antara mereka ada yang mengeluarkan senyawa untuk menekan pertumbuhan jenis lainnya. Fenomena ini yang dikenal dengan nama alelokemi atau alelopati. Apabila kompetisi hanya mempermasalahkan penyerapan unsur hara dan kebutuhan sinar semata maka alelopati harus ada syarat senyawa yang diproduksi untuk menghambat bahkan mematikan jenis lain.
Interaksi lain misalnya epifit bagi jenis anggrek dan bromelian, mereka tidak merusak inang hanya membutuhkan tumpangan untuk mendapatkan sinar matahari bagi kebutuhan fotosintesisnya. Hal ini berbeda dengan beberapa jenis Loranthaceae yang mengambil hara dari tanaman inangnya atau yang dikenal dengan nama parasitisme.
7. Tumbuhan dalam lingkungan kompleks
Komunitas merupakan bagian ekosistem sebagai bentuk interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Komunitas tumbuhan yang berada di suatu area tertentu, tumbuh secara bersama-sama dengan dicirikan oleh komposisi jenis masing-masing atau kombinasinya yang terlihat dari ciri fisiognomi (kenampakan luarnya) disebut vegetasi. Setiap individu jenis tumbuhan penyusun vegetasi tidak akan lepas dari faktor lingkungan tempat tumbuh. Lingkungan disebut juga habitat suatu jenis tumbuhan yang merupakan kumpulan semua komponen abiotik maupun biotik yang mengelilingi tumbuhan dan secara potensial mempengaruhinya (Barbour dkk., 1987).
Komponen abiotik tumbuhan dapat dibagi menjadi 2 faktor penting yaitu faktor klimatik (iklim) dan faktor edafik (tanah). Iklim yang terdapat di suatu ekosistem juga bermacam-macam, iklim regional secara luas dinamakan iklim makro sedangkan iklim yang sangat dekat dengan objek tumbuhan disebut iklim mikro. Pada jarak beberapa cm dari permukaan atas dan bawah daun akan memiliki iklim mikro yang berbeda. Mengingat sangat pekanya jenis iklim yang kedua ini maka sebagian besar pakar ekologi menganggap iklim mikro paling berpengaruh terhadap tumbuhan.
Faktor edafik terdiri atas tanah sebagai medium pertumbuhan. Tanah merupakan hasil pelapukan dari batu sehingga di dalam tanah akan dijumpai berbagai unsur hara tanah termasuk air. Unsur hara di dalam tanah harus dalam bentuk tersedia agar dapat diserap oleh bulu-bulu akar. Jumlah unsur hara yang besar di dalam tanah tidak akan menjamin bagi kualitas pertumbuhan kecuali jika unsur hara tersebut dalam keadaan tersedia. Ketersediaan unsur hara di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh kandungan air tanah. Air tanah akan mempengaruhi pH tanah dan apabila terjadi perubahan pH tanah akan mengakibatkan tidak tersedianya hara tertentu. Berbagai unsur hara di dalam tanah sering menunjukkan gejala antagonisme hal ini dapat menghambat penyerapan unsur hara tertentu yang sangat dibutuhkan tumbuhan.
Di dalam tanah juga dijumpai berbagai mikroorganisme yang sangat menguntungkan tumbuhan seperti mikoriza. Jenis fungi ini dapat menyediakan unsur phospor dalam bentuk phospat dan mampu mempengaruhi ketersediaan air tanah. Mikroorganisme selain bersifat menguntungkan, ada pula yang bersifat patogen. Beberapa jenis tumbuhan ada yang mempunyai waktu perombakan litter fall (serasah) oleh mikroorganisme dengan cepat tetapi juga ada yang lambat. Perombakan guguran ranting dan daun Pinus merkusii sangat lambat dan tanah di sekitarnya menjadi lebih asam dibandingkan dengan daerah di luar naungan Pinus merkusii.
Hal yang tidak kalah penting adalah tekstur tanah yang merupakan perbandingan relatif besar butir partikel tanah dengan fraksi-fraksi pasir, debu dan lempung. Struktur tanah merupakan susunan alami pengaturan agregasi partikel tanah. Hasil penelitian 3 lokasi kajian di daerah Kaliurang tentang tekstur tanah menunjukkan hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Tekstur tanah
Area kajian Tekstur Kelas
Pasir (%) Debu (%) Lempung (%)
Pinus merkusii muda 52,92 31,87 5,21 Geluh pasiran
Pinus merkusii tua 74,28 21,67 4,05 Pasir geluhan
Schima wallichii 68,87 29,37 1,76 Geluh pasiran
Sebagian besar pakar ilmu tanah menyatakan bahwa jenis tanah sebanding dengan jenis tumbuhan yang mendiaminya maka sangat perlu di dalam kajian ekologi tumbuhan obat untuk diketahui tekstur tanah pada area yang diteliti.
Interaksi suatu jenis tumbuhan dengan jenis lain didalam komunitasnya merupakan komponen biotik lingkungan. Adanya kompetisi, parasitisme, simbiosis, dan alelopati merupakan bentuk interaksi yang tidak dapat dihindarkan di dalam komunitas tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan anggota suku Asteraceae, Poaceae dan Cyperaceae mempunyai daya kompetisi yang tinggi. Jenis-jenis tumbuhan seperti anggota suku Loranthaceae, Raflessiaceae, Cuscutaceae dan sebagian Lauraceae mempunyai sifat parasit terhadap inang tetapi ada pula yang bersifat epifit seperti Orchidaceae.
Berbeda dengan kompetisi dan parasitisme, alelopati merupakan bentuk interaksi tumbuhan dengan cara mengeluarkan suabstansi kimia melalui akar ke lingkungannya sehingga dapat menekan pertumbuhan atau bahkan mematikan organisme di dekatnya. Hal ini dapat dijumpai pada anggota beberapa suku seperti Asteraceae (Eupatorium odoratum), Poaceae (Imperata cylindrica), Polygalaceae (Polygala paniculata), Verbenaceae (Lantana camara), dan Lamiaceae seperti Salvia riparia.
Ancaman terhadap pengambilan secara insidental atau bahkan dalam jumlah yang besar-besaran oleh manusia merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan. Beberapa jenis tumbuhan yang sangat potensial sebagai obat sering mengalami peristiwa demikian seperti Eurycoma longifolia, Parameria barbata, Strychnos ligustrina, Alyxia reinwardtii, dan Alstonia scholaris. Tidak menutup kemungkinan jika hal ini terus menerus terjadi akan mempercepat kepunahan jenis-jenis tersebut.
Melihat keterangan di bagian ini maka faktor lingkungan yang manakah yang paling berpengaruh terhadap tumbuhan ? Tidak ada faktor yang mendominasi, semua faktor lingkungan berjalan seiring dan serempak bagaikan sebuah konser musik klasik yang sangat harmoni dalam perainannya.
IV. UNSUR HARA DAN DINAMIKANYA BAGI TUMBUHAN
1. Pendahuluan
Setelah mengikuti kuliah pada Bab ini mahasiswa akan mampu mengetahui jenis-jenis hara esensial dan nonesensial bagi tumbuhan, dinamika unsur hara di lingkungan dan penyerapan hara oleh tumbuhan.
2. Unsur hara dan dinamikanya
Tubuh tanaman sebagian terdiri atas tiga unsur penting, yaitu C 43,6%, O 44,4% dan H 6,2%. Unsur- unsur ini diambil dari udara berupa CO2 dan O2 serta dari tanah berupa H2O. Tanaman tidak mungkin hidup hanya dengan ketiga unsur tersebut sehingga mereka memerlukan unsur-unsur lain bagi pembentukan molekul karbohidrat, protein dan lipid di dalam metabolisme primernya dan senyawa organik lain sebagai produk dari metabolisme sekunder.
Adapun unsur yang harus ada di dalam setiap tanaman ada 16, yaitu : C, H, O, N, S, P, K, Ca, dan Mg kesemuanya dikenal sebagai unsur hara makro sedangkan unsur hra mikro terdiri dari : Fe, Zn, Mn, Cu, B, Mo, Ni, dan Cl.
Suatu jenis tanaman yang kekurangan suatu unsur akan mengalami gejala-gejala yang mudah untuk diketahui (gejala kahat). Salah satu gejala yang paling mudah diketahui adalah pertumbuhan tanaman terganggu.
Unsur nitrogen diperlukan bagi pembentukan asam amino yang menjadi bahan utama pembentukan protein. Ada dua macam protein yaitu protein sebagai pembangun sel tanaman dan protein sebagai enzim. Jenis kedua ini sangat berperan bagi proses metabolisme yaitu proses perombakan bahan yang berukuran besar menjadi bagian yang lebih kecil untuk kerja sel dan proses pembentukan molekul-molekul lain yang penting bagi pertumbuhan, perkembangan dan pertahanan diri sel-sel tanaman. Semua proses metabolisme pasti dikatalisis oleh enzim.
Tanda kekurangan unsur nitrogen adalah daun tidak tampak hijau segar melainkan kekuning-kuningan. Jika kahat ini dibiarkan maka semua daun menjadi kuning dan gugur sebelum tanaman dewasa.
Sumber nitrogen diperolah tanaman dari tanah, perombkan bahan organik yang terjadi di dalam tanah, pupuk yang mengandung nitrogen yang ditambahkan ke dalam tanah, bakteri Rhizobium yang mampu bersimbiosis dengan jenis-jenis tumbuhan Leguminosae.
Fosfor pada umumnya diambil dalam bentuk persenyawaan fosfat. Fosfor berguna dalam sintesis DNA yang mempunyai gugus fosfat. Oleh karena itu unsur ini sangat penting sebab tanpa fosfor maka tidak akan ada protein yang berarti tidak akan ada metabolisme sel.
Gejala kahat fosfor untuk tanaman tidak tampak secara jelas tetapi terlihat daun yang sangat hijau, terjadi pembentukan antosianin yang begitu cepat dan banyak, banyak bagian tangkai daun yang mati dan daun segera rontok.
Kalium adalah unsur hara yang jumlahnya banyak untuk daun yang masih muda. Unsur ini sebagai katalisator pembentukan protein. Menutup dan membukanya stomata sangat dipengaruhi oleh unsur ini. Kalium di dalam sel pulvinus tangkai daun Mimosa pudica berperan dalam menentukan tekanan turgor sehingga jika daun tanaman tersebut disentuh tekanan turgor menjadi berkurang dan daun segera menguncup. Kalium beperan dalam metabolisme karbohidrat. Jika kalium berkurang di dalam sel maka fotosintesis terhambat dan respirasi sel bertambah giat.
Gejala kahat kalium bagi tanaman adalah daun menguning di sepanjang tepi daun atau di tengah daun, batang lunak tidak kuat dan mudah patah.
Kalsium sangat penting bagi sel sebab dengan kalsium dinding menjadi kuat karena terbentuk ikatan pektin di dalam dinding sel dengan kalsium menjadi kalsium pektat. Jika kekurangan kalsium maka tidak akan dijumpai kalsium di bagian daun yang sudah tua. Hal ini menunjukkan bahwa kalsium bersifat immobil di dalam tanaman. Kalsium juga penting bagi ikatan kalsium dengan protein menjadi kalmodulin sebuah molekul yang memainkan pran penting bagi pertumbuhan organ reproduktif dan masuknya fitohormon di dalam sel.
Magnesium berguna bagi pembentukan klorofil. Magnesium sebagai aktivator beberapa enzim. Kekurangan magnesium menyebabkan klorosis yang dimulai dari bagian bawah daun dan diikuti matinya daun.
Belerang adalah unsur yang berpengaruh terhadap pembentukan beberapa macam asam amino. Dikenal ada dua puluh jenis asam amino esensial sehingga jika tidak terdapat belerang maka sintesis protein secara tidak langsung juga akan terhambat sebab di dalam protein akan terkandung sejumlah asam amino esensial tersebut.
Unsur besi menjadi aktivator pembentukan klorofil meskipun bukan sebagai penyusun inti kerangka klorofil. Seperti halnya kalsium, besi merupakan unsur yang bersifat immobil. Unsur ini sangat penting bagi pembentukan feredoksin yang penting bagi transport elektron.
Unsur zincum atau seng berperan bagi aktivator pembentukan enzim auksin sintase. Dapat dibayangkan jika tidak terdapat unsur ini maka pertumbuhan sel terhambat. Selain pembentangan sel terhambat, bagi perakaran juga akan berkurang bulu-bulu akar yang penting bagi penyerapan hara disebabkan kekurangan auksin.
Suatu tanaman akan tumbuh dengan baik jika segala unsur hara tersedia yaitu mudah diserap oleh akar. Kita telah mengenal hukum minimum Liebig, bahwa hasil panen ditentukan oleh unsur yang jumlahnya sedikit. Jika suatu lahan diberi semua unsur hara yang dibutuhkan secara berlebih kecuali kalium maka penambahan kalium akan menaikkan hasil panen sebanding tambahnya elemen tersebut. Tetapi jika persediaan kalium sudah melimpah kemudian ditambah kalium lagi maka pertumbuhan akan menurun, hasil panen menurun dan membahayakan tanaman. Sehingga jika ingin mendapatkan panen optimal tidak perlu menambahkan unsur hara berlebihan sebab hanya membuang-buang bahkan membahayakan tanaman.
3. Penyerapan hara oleh tanaman
Unsur hara diserap tanaman adalah mereka yang berada dalam bentuk terion. Dengan kata lain jumlah hara yang banyak bukan menjadi jaminan akan dapat diserap oleh akar. Ketersediaan hara adalah merupakan terminologi umum bagi unsur hara yang dapat diserap oleh akar.
Penyerapan hara dilakukan oleh bulu-bulu akar. Bagian lain akar seperti tudung akar, cabang akar hanya mampu menyerap hara dalam jumlah kecil. Jalan yang dilalui larutan hara tanah pada tanaman dikotil melalui bulu-bulu akar, sel-sel korteks akar, sel-sel endodermis, perisikel dan akhirnya sampai xylem. Bagaimana dengan tanaman monokotil ?
Panjang pendeknya lintasan penyerapan hara dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis dan juga faktor-faktor luar seperti keras lunaknya tanah, banyak sedikitnya air, jauh dekatnya air tanah dan lain-lain.
Penyerapan hara oleh bulu-bulu akar juga dipengaruhi oleh suhu tanah, kelembaban tanah dan aerasi tanah. Adanya perbedaan muatan karena unsur yang terion maka antara di dalam dan di luar bulu akar terjadi perbedaan muatan. Sebagai akibatnya terjadi tukar menukar ion antara akar dengan tanah.
V. KERAGAMAN METABOLIT
1. Pendahuluan
Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan mampu mengetahui produk metabolisme sekunder, terjadinya keragaman metabolit di dalam tanaman, dan membedakan keragaman metabolit pada tingkat anggota suku tumbuhan.
2. Metabolisme primer
Semua organisme di alam mengalami metabolisme untuk kelangsungan hidup. Proses transport dan pengubahan sejumlah bahan organik secara luas terjadi di dalam serangkaian proses metabolisme. Setiap sel memerlukan energi dan mensuplai bahan-bahan untuk membangun jaringan tubuh. Meskipun organisme tumbuhan sangat besar jumlah jenisnya dengan ciri dan sifat yang berbeda-beda tetapi secara umum tumbuhan akan memodifikasi dan mensintesis molekul-molekul esensial. Bahan-bahan tersebut adalah karbohidrat, protein, lipid dan asam nukleat yang dijumpai untuk semua organisme. Proses-proses yang secara fundamental terjadi di dalam materi hidup ini dikenal dengan metabolisme primer dan senyawa yang terlibat di dalamnya disebut metabolit primer. Perombakan karbohidrat dan gula secara umum terjadi melalui glikolisis dan siklus asam sitrat yang menghasilkan sejumlah energi. Oksidasi asam lemak dari lipid oleh sejumlah reaksi ß-oksidasi juga menghasilkan energi. Asam-asam amino hasil perombakan protein, ternyata selain dapat menghasilkan energi juga dapat diubah jalur metaboliknya. Selama proses anabolisme dan katabolisme termasuk amfibolisme (siklus Krebbs) selalu melibatkan enzim dan bahan atau substrat. Semua pengaturan dalam proses ini dikenal dengan metabolisme intermedier dan jalur untuk proses-proses ini dikenal dengan jalur metabolik.
3. Metabolisme sekunder
Berbeda dengan metabolit primer, sejumlah organisme mampu mengkonversi bahan-bahan organik menjadi senyawa tertentu yang sifatnya spesifik atau terdapat pada kelompok tumbuhan tertentu. Senyawa tersebut dikenal dengan metabolit sekunder. Hanya pada kondisi tertentu organisme mensintesis senyawa ini.
Secara umum, ada tiga jalur pembentukan metabolit sekunder, yaitu melalui jalur asetat, sikimat, dan mevalonat. Tetapi Taiz and Zieger (1998) berpendapat terdapat 4 jalur, yaitu sikimat, malonat, mevalonat, dan piruvat. Berdasarkan hal ini maka pembentukan metabolit sekunder tidak dapat atau sangat sulit ditentukan oleh satu atau dua prekursor yang sangat berpengaruh. Kenyataan jalur pembentukan metabolit sekunder bersifat polifiletik bukan monofiletik.
Metabolit sekunder yang terbentuk melalui jalur asetat antara lain senyawa fenol, prostaglandin, antibiotik bersama-sama dengan asam lemak. Melalui jalur sikimat akan terbentuk turunan asam sinamat, lignan, dan golongan senyawa alkaloida. Jalur asam mevalonat sangat berperan di dalam biosintesis senyawa-senyawa terpenoid dan steroid.
4. Nikotina senyawa identitas pada tembakau
Asam amino seperti lisina, ornitina, fenilalanin, tirosina, triptofan, dan histidina menjadi bahan utama bagi sebagian besar pembentukan alkaloida di dalam tanaman. Pembentukan alkaloida pada tahap pertama selalu didahului dengan dekarboksilasi yang menjadi point penting karena keterlibatan enzim dari metabolisme primer. Gugus amina kemudian bergabung secara langsung dalam sintesis alkaloida atau langsung masuk ke dalam reaksi siklis. Nama alkaloida dipakai karena merupakan turunan dari senyawa yang bersifat alkalis. Penggolongan alkaloida didasarkan atas struktur inti senyawa yang mengandung nitrogen seperti pirolidina, piperidina,quinolina, isoquinolina, indole dan sebagainya. Nikotina pada tembakau termasuk golongan pirolidina. Golongan alkaloida indol seperti vinkristina dan vinblastina, golongan steroida seperti solasodina.
Nikotina disintesis dari putresina, satu gugus turunan diamina berasal dari ornitina dan atau arginina. Ornitina diubah menjadi putresina oleh enzim ornitin dekarboksilase (ODC). Enzim putresina N-metiltransferase (PMT) mengkatalisis N-metilasi putresina sebagai tahap awal biosintesis nikotina dan mungkin memainkan peran penting dalam pengendalian atau pengaturan pembentukan alkaloida nikotina. S-adenosilmetionina disuplai oleh S-adenosilmetionina sintase (SAMS) yang digunakan sebagai co-factor oleh enzim-enzim metiltransferase, termasuk PMT Urutan pembentukan nikotina tembakau dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 7. Skema jalur biosintesis nikotina (Shoji et al., 2000)
Keterangan : [1 ] arginase [2] arginina decarboksilase [3] agmatina deminase [4] N-karbamoilputresina amidahidrolase [5] ornitina dekarboksilase [6] spermidina sintase [7] spermina sintase [8] S-adenosilmetionina sintase [9] S-adenosilmetionina dekarboksilase [10] putresina N-metiltransferase [11] diamina oksidase [12] asam quinolinat fosforibosiltransferase [13] asam nikotinat mononukleotida adeniltransferase [14] adenina dinukleotida nikotinamida sintase [15] adenina dinukleotida pirofosfatase [16] mononukleotida nikotinamida adeniltransferase [17] mononukleotida nikotinamida glikohidrolase [18] nikotinamidase [19] asam nikotinat fosforibosiltransferase [20] asam nikotinat mononukleotida glikohidrolase [21] nikotina N-demetilase
Pembentukan nikotina tembakau tidak lepas dari pengaruh signal transduksi. Asam jasmonat beserta senyawa metilester (MeJA) sebagai turunan dari asam lemak diproduksi melalui jalur oktadekanoid. Di dalam tembakau, asam jasmonat menjadi molekul sebagai signal adanya proses herbivori and rangsang akibat pelukaan. Setelah terjadi peningkatan jasmonat secara endogen di dalam daun yang luka, sebagian dari asam jasmonat kemudian diedarkan ke akar tempat biosintesis nikotina. Secara eksogen asam jasmonat dapat pula ditambahkan untuk mempengaruhi ekspresi gen-gen yang menyandi enzim-enzim dalam biosintesis nikotina.
Nikotina merupakan satu dari 3 senyawa penting yang berasal dari asam amino ornitina selain anabasina dan anatabina. Nikotina bersifat sangat toksik yang diedarkan melalui pembuluh xilem dari akar ke bagian daun tembakau. Distribusi nikotina di dalam habitus tumbuhan tembakau tidak hanya terdapat di daun tetapi terdapat pula di batang, karangan bunga (infloresensia), buah dan biji meskipun dalam jumlah yang sedikit.
VI. BUDIDAYA IN VITRO TUMBUHAN OBAT
1. Pendahuluan
Setelah mengikuti kuliah pada bab ini mahasiswa akan mampu mengetahui prinsip budidaya in vitro, membedakan jenis-jenis kultur dan tujuan masing-masing kultur, pengerjaan kultur yang mungkin secara konvensional tidak dapat dilaksanakan pada budidaya secara eks vitro.
2. Kultur jaringan sebagai alat budidaya tumbuhan obat
Kultur jaringan adalah budidaya organ, jaringan, sel atau bagian sel di dalam suatu media yang sesuai secara aseptik dengan tujuan tertentu yang sifat-sifatnya akan sama dengan sifat genetik induknya.
Teknik kultur jaringan mempunyai kelebihan dan juga kekurangan. Kelebihan teknik ini dibandingkan dengan teknik budidaya secara konvensional antara lain : tidak tergantung musim, tidak membutuhkan lahan luas, mampu menghasilkan tanaman jumlah besar dan waktu yang singkat, dapat digunakan untuk membudidayakan jenis-jenis tertentu yang secara konvensional tidak dapat dilaksanakan. Meskpun demikian ada beberapa kekurangan antara lain : biaya mahal, membutuhkan keahlian khusus dan risiko tinggi untuk jenis-jenis kultur tertentu.
Jenis media yang digunakan berupa media buatan yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan hara, antara lain : Murashige-Skoog (MS), Woody Plant Medium (WPM), Nitsch & Nitsch, N6, A2, B5, dan Vancin-Went (VW). Masing-masing media mempunyai spesifikasi berbeda-beda dan digunakan untuk pengerjaan jenis kultur yang berbeda-beda pula. Sebagai contoh, media VW biasanya untuk jenis kultur anggrek, WPM untuk jenis tanaman keras, A2 untuk kultur mikrospora dan kultur protoplas, N6 untuk jenis serealia, meskipun demikian ada jenis media yang umum untuk jenis-jenis Angiospermae yaitu media Murashige-Skoog.
Gambar 8. Bahan-bahan untuk media Gambar 9. Laminar air flow
Semua media, peralatan kultur dan alat untuk menanam harus dalam keadaan steril. Oleh karena itu ruang laboratorium juag diatur sedemikin rupa sehingga di dalamnya mempunyai keadaan aseptik.
3. Jenis-jenis kultur
Jenis-jenis kultur yang dilakukan di laboratorium meliputi : kultur tunas, kultur kalus, kultur sel, kultur mikrospora dan kultur protoplas.
Gambar 10. Skema sumber eksplan dan jenis kultur yang dilakukan
Kultur tunas sebetulnya mirip dengan stek jika dilakukan secara konvensional. Dalam kultur ini diambil bagian yang bersifat meristematik seperti ujung batang atau bagian ketiak daun. Potongan tersebut selanjutnya ditanam di media.
Gambar 11. Skema kultur tunas
Jenis kultur ini sesuai untuk mikro propagasi yaitu untuk menghasilkan jenis tumbuhan dalam jumlah besar dalam waktu singkat. Seringkali meskipun telah tumbuh banyak tunas tanaman dalam botol kultur tetapi belum muncul perakaran sehingga kultur yang bersangkutan perlu dipindah ke media yang mampu menghasilkan perakaran. Zat pengatur tumbuh seperti 2,4 D dalam konsentrasi tertentu mampu menginisiasi perakaran.
Jenis kultur kedua adalah kultur kalus. Kultur kalus mensyaratkan eksplan yang ditanam harus diberi pelukaan. Tujuan pelukaan (wounding) ini adalah mendeferensiasikan kembali jaringan yang telah dewasa dalam arti menjadikan jaringan bersifat merstemoid lagi setelah jaringa tersebut dewasa. Jika sepotong daun dilukai maka pada umur kultur tertentu di bagian yang dilukai akan tumbuh benjolan-benjolan kecil berwarna putih yang dinamakan kalus. Sebetulnya kalus adalah kumpulan sel yang besifat parenkematis sebagai akibat dari pembelahan sel yang tidak terkendali dan belum mengalami diferensiasi. Meskipun pada umur tertentu dari kalus akan menunjukkan diferensiasi ke arah organ.
Dalam bidang kefarmasian jenis kultur ini sesuai untuk mendapatkan metabolit yang diinginkan. Sebab pada umur tertentu dari kalus dapat dipanen untuk diambil metabolit sekundernya. Suatu langkah yang lebih cepat dalam produksi metabolit sekunder dibandingkan menanam secara konvensional dengan waktu tunggu yang lebih lama.
Sel-sel kalus yang dihasilkan dapat juga dijadikan sumber kultur sel atau dikenal dengan kultur suspensi sel. Berbeda dengan kultur kalus, kultur sel mengunakan media cair dalam pengerjaan kulturnya. Sel-sel kalus dipisahkan dari kelompoknya sehingga menjadi sel tunggal yang ampu memproduksi metabolit sekunder jika ditempatkan pada media produksi.
Gambar 12. Kalus daun kemangi Gambar 13. Sel kalus sumber kultur sel
Kalus yang terbentuk apabila akan dipakai sebagai sumber kultur sel harus segera dipisahkan dari sel-sel penyusunnya. Selanjutnya sel-sel tersebut kemudian diidspersikan ke dalam media cair untuk dikulturkan. Populasi sel tunggal dari kalus yang terbentuk untuk kultur sel sebaiknya berjumlah 1-2,5 x 105 sel/ml.
Tujuan utama kultur sel adalah produksi metabolit sekunder tetapi sel-sel yang ada di dalam kultur kalus juga masih mempunyai kemampuan berdiferensiasi menjadi organ-organ tanaman. Sehingga hal ini harus dihindari dengan cara sel pada umur tertentu perlu dibuat ammobil atau dikenal dengan istilah immobilisasi sel. Semua sel yang telah diikat ini akan dapat dikulturkan lagi pada saat dibutuhkan.
Persilangan yang secara konvensional tidak dapat dilakukan dengan bantuan kultur jaringan hal ini dapat dilakukan. Teknik yang memungkinkan adalah dengan persilangan antar protoplas. Sebelum dilakukan fusi 2 macam protoplas yang berbeda perlu diisolasi terlebih dahulu kedua macam protoplas.
Protoplas adalah sel tumbuhan yang dihilangkan dindingnya. Cara penghilangan dinding dilakukan dengan pemberian enzim selulase dan sejenisnya. Organ daun yang masih muda disterilkan kemudian diiris-iris atau disobek sehingga terpisah antara bagian permukaan bawah dan atas daun. Setelah terpisal kemudian dimasukkan ke dalam larutan enzim dengan kadar tertentu dan ditunggu selama 12-18 jam. Selama itu sel-sel akan keluar dan dinding sel akan lisis sehingga didapatkan protoplas. Semua pengerjaan dilakukan secara aseptik.
Gambar 14. Protoplas daun Geranium Gambar 15. Protoplas dicat FDA
Keterangan : FDA = flourescin Diacetate , diamati di mikroskop inverted
Tanaman hasil persilangan dua macam protplas sudah banyak diteliti antara lain pomato, sebagai persilangan antara tomat dan kentang (Solanaceae). Penelitian lain dilakukan dnegan menyilangkan dua macam kloroplas (bukan protoplas), yaitu antara jagung dengan tebu (Poaceae). Harapan dari persilangan itu adalah mendapatkan semua bahan yang dapat dipakai manusia dalam satu individu. Jika pomato menghasilkan buah maka di bagian atas dapat dipanen buah tomat dan dari umbi batang dihasilkan kentang. Begitu pula dengan pesilangan kloroplas jagung dan tebu akan dihasilkan buah jagung dan batang untuk menghasilkan gula tebu dalam satu individu.
Rekayasa demikain juga dapat dilakukan untuk menghasilkan tanaman yang taha tehadap hama tetentu. Persilangan diharapkan berasal dari hama dan tanaman lokal Indonesia. Persilangan secara genetik yang berupa tanaman transgenik jika menggunakan semua sumber lokal dari negara kita sendiri dapat menurunkan tingkat kerusakan ekosistem jika tanaman transgenik sudah dibudidayakan.
Jenis kultur lain yang dapat dipakai untuk mendapatkan bibit unggul adalah kultur mikrospora. Mikrospora sebetulnya serbuk sari muda yang apabila dewasa dipakai untuk melakukan penyerbukan tanaman. Penyerbukan yang berhasil dan diikuti pembuahan akan menghasilkan biji dan dipakai untk melajutkan pergiliran keturunan berikutnya. Tetapi dengan teknik tertentu perkembangan ke arah gamet dewasa dari mikrospora dapat dicegah dan justru dapat dipakai untuk sumber menghasilkan tanaman.
Dipilihnya mikrospora dengan alasan bahwa jumlahnya banyak, dalam satu kepala sari biasanya terdapat ribuan bahkan ratusan ribu mikrospora. Apabila perlakuan yang tepat dn mampu menghasilkan 75% embrioid maka dapat dibayangkan jumlah tanaman yang akan dihasilkan.
Gambar 16. Sumber eksplan, kultur mikrospora dan kultur kepala sari
Gambar di atas menunjukkan bahwa ada prinsip dasar perbedaan antara kultur mikrospora dengan kultur kepala sari. Kultur kepala sari menggunakan media padat dalam pengerjaan kultur. Semua kepala sari dilukai dengan harapan serbuk sari keluar dan mampu menghasilkan embrio tanaman. Tetapi seringkali embrio tanaman tumbuh bukan dari serbuk sari tetapi justru berasal dari jaringan dasar (matternal tissue). Oleh karena itu sangat sukar ditentukan embrio berasal dari serbuk sari atau jaringan induk.
Kultur mikrospora menggunakan sel tunggal mikrospora sebagai sumber kulturnya. Kepala sari dibuka kemudian semua isi dikeluarkan sehingga didapatkan sl-sel tunggal mikrospora. Selanjutnya sel inilah yang dikulturkan dalam media cair.
Meskipun terdapat perbedaan, keduanya bertujan untuk menghasilkan jenis tanaman haploid yang mempunyai sifat-sifat berbeda dengan induknya. Sebagai contoh, tembakau dengan nikotin yang tinggi dapat diupayakan untuk ditekan dengan dihasilkannya jenis tembakau haploid (n) yang sudah digandakan kromosomnya menjadi tembakau bihaploid (n+n). Bedakan tanaman dengan kromosom haploid (n), bihaploid (n+n) dan tanaman diploid (2n) !
Terbentuknya mikrospora diawali dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam mikrosporangium. Di dalam mikrosporangium inilah serbuk sari dibentuk dan berkembang. Pada saat kepala sari masih muda, terdapat jaringan yang homogen berada di bawah epidermis. Jaringan tersebut dikenal dengan nama jaringan arkesporium yang bersifat meristematik. Arkesporium ini selanjutnya akan berperan dalam pembentukan mikrospora.
Jaringan arkesporium membelah secara periklinal menghasilkan sel-sel sporogen primer dan sel-sel parietal primer. Sel sporogen langsung menjadi sel induk mikrospora. Melalui pembelahan meiosis, satu sel induk mikrospora akan dihasilkan empat mikrospora haploid. Mikrospora ini bersatu membentuk mikrospora tetrad. Terbentuknya mikrospora melalui pembelahan meiosis yang terdiri 2 tahap. Tahap pertama, sel induk spora membelah secara meiosis karena dari satu sel (dengan 2n kromosom) menjadi 2 sel dengan masing-masing n kromosom. Pembelahan kedua, sel akan membelah secara meiosis ( sebetulnya sama dengan pembelahan mitosis biasa) pembelahan satu sel dengan n kromosom menjadi 2 sel dengan n kromosom. Hasil keseluruhan dari dua tahap pembelahan itu adalah 4 sel dengan n kromosom.
Pembelahan meiosis sel induk mikrospora dibedakan menjadi 2, yaitu secara simultan menghasilkan bentuk tetrad yang bertipe tetrahidris dan secara suksesif menghasilkan bentuk tetrad isobilateral. Tumbuhan anggota kelas Dicotyledoneae mempunyai tetrad tipe isobilateral sedangkan anggota tumbuhan kelas Monocotyledoneae mempunyai tetrad tipe tetrahidris. Pada perkembangan selanjutnya mikrospora dalam bentuk tetrad akan lepas menjadi bentuk tunggal.
Dinding kepala sari tersusun dari jaringan epidermis, endotesium, lapisan tengah dan tapetum. Tapetum merupakan lapisan terdalam dari dinding anter. Pada saat serbuk sari masih muda, sel-sel tapetum mempunyai inti yang jelas dan kaya akan plasma. Lapisan ini berfungsi untuk memberi makanan kepada sel-sel sporogen. Ada dua cara lapisan tapetum memberi makanan kepada sel-sel sporogen, yaitu secara plasmodial dan sekretorial. Secara plasmodial, tapetum memberi makanan kepada sel sporogen dengan cara mengeluarkan seluruh isi protoplas ke dalam lokulus dan dinding sel tapetum mengalami lisis. Protoplas dari tapetum bersatu dengan protoplas yang terdapat di dalam lokulus yang kemudian menyelubungi sel induk mikrospora. Secara sekretorial, sel-sel tapetum akan memberi makanan kepada mikrospora dengan mengeluarkan isi selnya secara bertahap (slow release). Dinding sel tapetum tidak lisis tetapi sudah tidak dapat terlihat lagi ketika akhir perkembangan mikrospora.
Mikrospora yang masih muda hanya berinti satu, inti terletak di tengah. Fase ini kemudian dinamakan fase mononuklear atau stadium uninukleat. Tahap perkembangan selanjutnya mikrospora mengalami pembesaran ukuran dan mempunyai sebuah vakuola. Stadium ini disebut stadium vacuolated. Semakin besar vakuola, inti semakin terdesak ke arah tepi. Stadium demikian dinamakan uni-nukleat akhir.
Stadium perkembangan mikrospora dapat dibedakan menjadi beberapa fase, yaitu :
a. Uni-nukleat sangat awal, dicirikan oleh inti mikrospora di tengah, dinding mikrospora sangat tipis dan tanpa vakuola.
b. Uni-nukleat awal, dicirikan oleh inti mikrospora di tengah, dinding sudah semakin kuat dan vakuola kecil bentuk sferik.
c. Uni-nukleat tengah awal, dicirikan oleh sebgian besar inti mikrospora di tengah sedangkan sebagian kecil inti mikrospora di tepi, vakuola besar.
d. Uni-nukleat tengah, hampir sama dengan uninukleat tengah awal tetapi ukuran vakuola dua kali ukuran vakuola pada stadium sebelumnya.
e. Uni-nukleat akhir, dicirikan oleh hampir semua mikrospora mempunyai inti di tepi, pada beberapa jenis sudah berkembang menjadi stadium 2 inti, vakuola besar berbentuk bulat telur.
Perkembangan selanjutnya, setelah stadium uni-nukleat akhir inti akan mengalami pembelahan secara mitosis menghasilkan 2 inti, yaitu inti generatif (berukuran lebih kecil) dan inti vegetatif yang berukuran lebih besar. Fase demikian disebut stadium binukleat atau disebut pula stadium biselular. Pada tahap ini mikrospora sudah mencapai akhir perkembangannya sehingga dapat disebut serbuk sari. Perkembangan berikutnya inti generatif membelah secara mitosis menghasilkan 2 inti sperma. Sehingga jumlah inti menjadi 3 buah. Pembelahan inti generatif dapat berlangsung di dalam serbuk atau di dalam buluh serbuk sari yang berkecambah pada peristiwa penyerbukan.
Salah satu keberhasilan androgenesis ditentukan oleh pemilihan stadium perkembangan dari serbuk sari. Beberapa faktor lain yang juga berpengaruh antara lain kondisi tanaman donor, cara isolasi mikrospora dari kepala sari, stres fisiologi dan medium dengan suhu inkubasi. Tetapi syarat-syarat kondisional tersebut sangat tergantung pada setiap jenis tanaman dan genotipnya.
VII. BUDIDAYA TUMBUHAN OBAT SECARA ORGANIK
1. Pendahuluan
Setelah mengikuti kuliah pada bagian ini mahasiswa akan mampu mengetahui definisi budidaya tumbuhan obat, tahapan budidaya tumbuhan obat dan membedakan cara budidaya secara organik dan bukan organik.
2. Definisi Budidaya Tumbuhan Obat
Budidaya tumbuhan obat adalah suatu cara untuk optimalisasi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan yang digunakan sebagai bahan baku obat, pemeliharaan kesehatan dan kosmetika melalui proses penyiapan lahan, pemilihan bibit unggul, penanaman, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, penyiangan, pemanenan dan proses penanganan pascapanen.
Melihat definisi di atas tampak bahwa tujuan budidaya tumbuhan obat tidak harus untuk bahan baku obat. Sekarang tumbuhan yang dibudidayakan juga dapat dipakai sebagai bahan baku untuk menjaga kebugaran tubuh dan kosmetika.
Masyarakat saat ini sangat menyukai bahan-bahan yang berasal dari bahan nonsintetik. Mereka mengharapkan segala sesuatu yang masuk atau menempel di tubuh tidak akan membawa efek samping yang membahayakan. Oleh karena itu kesadaran semacam ini sangat baik dan dapat menjadi pendorong untuk mampu menghasilkan bahan baku obat atau kosmetika secara aman.
Tahapan budidaya tumbuhan juga panjang. Saat ini tumbuhan obat yang dibudidayakan sudah semakin menjamur. Hal ini sangat berbeda dengan dua dekade tahun yang lalu, pemerintah dan masyarakat sangat terpusat kepada swasembada beras. Tumbuhan obat sering dipandang sebagai tanaman sela di kebun-kebun penduduk. Tumbuhan obat tidak dirawatpun juga akan memberikan hasil panen meskipun hanya untuk kebutuhan sendiri. Pandangan semacam itu sangat berubah sejak tahun 1997, pemerintah mulai sadar akan penyelamatan keanekaragaman hayati Indonesia dan masyarakat juga mulai sadar akan hak dan kewajiban dalam membangun nilai-nilai kesehatannya.
3. Tahap penyiapan lahan
Lahan adalah media yang digunakan untuk kegiatan budidaya. Dalam budidaya tumbuhan obat syarat lahan yang digunakan adalah bukan bekas sawah. Hal ini disebabkn lahan sawah di Indonesia umumnya dan di Pulau Jawa khususnya sudah banyak tercemar insektisida yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Banyak jenis insektisida yang mempunyai waktu paruh sangat lama. Jika bahan tesebut masuk ke dalam tumbuhan budidaya maka dikhawatirkan akan mengganggu proses metabolisme sel tanaman atau bahkan merusak bahan genetik di dalam tanaman. Manusia sebagai konsumen akan mengalami timbunan bahan-bahan berbahaya atau yang dikenal dengan sebutan biological magnification.
Melihat pentingnya penyiapan lahan maka perlu dirancang terlebih dulu lahan yang akan diperuntukkan bagi budidaya tumbuhan obat. Kebun rumah yang cukup luas atau tanah pekarangan atau lahan kritis dapat digunakan sebagai lahan budidaya tumbuhan obat. Tetapi untuk lahan kritis perlu diupayakan agar jenis-jenis tumbuhan budidaya di atasnya bukan jenis tanaman yang dipanen pada bagian akarnya. Sebab lahan kritis biasanya merupakan lahan yang tidak produktif dengan lapisan tanah subur yang tipis dan mudah mengalami pelindihan oleh air hujan.
Pembukaan lahan baru bukanlah hal ynag mudah. Tidak seperti lahan yang pernah ditanami padi, pembukaan lahan baru harus memperhatikan tekstur tanah. Seringkali tekstur tanah lahan baru berupa tanah lempung atau jenis tanah yang keras sehingga diperlukan tenaga lebih dalam mengolah.
Cara mengolah lahan biasanya dilakukan dengan bantuan hewan ternak berupa sapi dan menggunakan alat berat berupa traktor, seperti yang tampak pada gambar berikut ini.
Gambar 17. Cara mengolah lahan secara tradisional (kiri) dan cara modern (kanan)
Pengolahan lahan, baik menggunakan bantuan hewan sapi atau dengan traktor akan mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dan kekurangan tersebut sangat terkait dengan jenis atau tektur tanah, waktu, tenaga dan semua itu akan bermuara kepada biaya pengolahan tanah. Meskipun demikian alasan keamanan terhadap hasil panen tetap harus diutamakan.
Pengolahan lahan pada akhirnya akan didapatkan dua macam bentuk lahan yang berbeda. Lahan yang telah digemburkan akan tetap bibiarkan rata dengan diberi pupuk kandang atau lahan dibuat bedengan-bedengan. Bedengan merupakan lahan yang dibuat sedemikian rupa sehingga lajur satu dengan yang lain mempunyai ketinggian yang sama dan di antara lajur dipisahkan oleh jarak yang seragam. Kedua macam lahan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 18. Jenis lahan yang dibiarkan rata (kiri) dan bedengan (kanan)
Gambar di atas menunjukkan lahan yang dibuat bedengan mempunyai kelebihan sebab tidak semua lahan akan diberi pupuk kandang, hanya yang tanahnya tinggi yang diberi pupuk. Ada juga yang menyatakan hanya lubang-lubang tanam yang diberi pupuk kandang. Kelebihan lain dengan lebih tinggi maka memudahkan bagi petani dalam memelihara tanaman budidaya.
Selain bedengan yang dibiarkan terbuka, ada bedengan yang dilindungi dengan plastik mulza. Jenis plastik ini dimaksudkan untuk melindungi lahan dari berbagai masuknya penyakit. Dengan ditutup palstik mulza mengurangi cahaya matahari yang masuk lahan akibatnya pertumbuhan mikroorganisme terhambat. Gambar bedengan yang ditutup plastik mulza tampak seperti berikut ini.
Gambar 19. Bedengan dengan plastik mulza
Untuk membuat lubang tanam bagi bedengan yang ditutup plastik mulza adalah dengan menggunakan kaleng bekas yang di dalamnya diberi arang panas. Dengan diatur jarak tanam tertentu (tergantung jenis tanaman) kaleng tersebut disentuhkan ke plastik sehingga terbentuk lubang tanam.
4. Pembenihan tanaman dan transplantasi benih
Lahan yang sudah disipakan tidak dapat langsung untuk ditanami tanaman budidaya. Lahan harus dibiarkan selama 10-14 hari agar proses dekomposisi pupuk kandang berlangsung sempurna. Dalam waktu tersebut dilakukan pembibitan tanaman budidaya.
Pembenihan tanaman menggunakan sebagian lahan kecil di dekat lahan budidaya atau di tempat lain yang memungkinkan. Benih tanaman budidaya dapat berupa biji, stek batang atau bentuk propagula lain ditanam di dalam plastik bungkus atau polybag dengan media campuran pasir, tanah halus dan sekam. Dengan media ini diharapkan benih mudah berkecambah. Tujuan pembenihan adalah memberi kondisi adaptasi bagi tanaman. Bentuk lahan untuk pembenihan tampak seperti pada gambar berikut ini.
Gambar 20. Lahan pembibitan
Apabila benih tanaman telah mempunyai 2-3 helai daun maka benih tersebut sudah siap untuk dipindahkan ke lahan budidaya. Pemindahan benih ke lahan budidaya (transplantasi) dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain habitus tanaman berupa herba, semak atau pohon.
Pemindahan benih ke lahan budidaya biasnya dilakukan pada sore hari sebab dikhawatirkan tanaman tidak tahan terhadap pejanan sinar matahari. Tetapi bagi jenis-jenis yang tahan terhadap pejanan sinar matahari maka dapat dilakukan transplantasi pada pagi hari sebelum intensitas sinar matahari kuat.
Tanah yang berasal dari plastik pembenihan tidak serta merta dibuang tetapi dibiarkan masuk ke dalam lubang tanam. Hal ini dikarenakan perakaran yang sudah terbentuk akan menempel tanah. Sehingga diharapkan tidak terjadi kerusakan perakaran. Lubang tanam ditutup dengan pasir halus atau abu bekas pembakaran jerami agar tidak mengganggu proses pertumbuhan akar yang baru terbentuk.
5. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman budidaya meliputi penyiraman, pemupukan, penyiangan, pemberantasan hama dan penyakit. Penyiraman dimaksudkan untuk menjaga ketersediaan air bagi tanaman. Seperti pada bab sebelumnya, air memegang peran penting sebab akan menjadi pelarut bagi unsur hara di dalam tanah. Ketersediaan unsur hara ditentukan oleh adanya air. Dengan adanya air maka kelembaban udara, suhu akan terjaga yang pada akhirnya menghambat terjadinya kelayuan batang.
Pemupukan dimaksudkan untuk menyediakan unsur hara bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pupuk yang digunakan untuk budidaya tanaman obat adalah jenis pupuk organik. Ada beberapa kelebihan pupuk organik sehingga disuki oleh banyak petani, yaitu :
1. Memperbaiki struktur tanah, mikroorganisme tanah sebagai pengurai bahan organik dalam pupuk bersifat sebagai perekat dan mampu mengikat butir-butir tanah menjai butiran yang lebih besar.
2. Menaikkan daya serap tanah terhadap air, bahan organik mempunyai daya serap besar terhadap air tanah. Hal ini menyebabkan pupuk organik berpengaruh positif terhadap hasil tanaman terutama pada musim kering.
3. Menaikkan kondisi kehidupan di dalam tanah, organisme di dalam tanah memanfaatkan bahan organik sebagai bhan makanan. Oleh karena itu pupuk organik yang diberikan ke tanah harus diurai lebih dulu oleh organisme tanah melalui proses pembusukan. Semakin banyak pupuk yang diberikan semakin banyak pula organisme yang ada di dalam tanah.
4. Sebagai sumber hara bagi tanaman, pupuk organik emngandung hra yang lengkap meskipun tidak selengkap pupuk anorganik. Cara kerja pupuk organik juga lebih lamban dalam penyediaan hara (slow release fertilizer). Meskipun demikian cara penyediaan yang lamban justru menjadi kelebihan tersendiri bagi pupuk organik karena pada saat yang tepat unsur hara sedikit demi sedikit akan tersedia. Struktur tanah menjadi hitam atau kecoklatan dan gembur atau remah.
Jenis pupuk organik dapat dikategorikan menjadi :
1. Pupuk kandang.
2. Pupuk kompos
3. Pupuk hijau
4. Humus
5. Kotoran burung liar
6. Pupuk organik lain
Pupuk kandang berasal dari kotoran ternak (jumlah terbesar) dan bercampur dengan urin ternak dan sisa makanan mereka. Sehingga sebetulnya dapat dibedakan lagi pupuk kandang yang padat (berupa feses kotoran ternak dengan sisa makanan ternak) dan berbentuk cair berupa urin. Ternak besar seperti kambing, sapi dan kerbau di dalam urinnya masih mengandung auksin, suatu jenis fitohormon yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu di dalam penyimpanan urin harus dilakukan dalam keadaan asam dan terlindung dari cahaya matahari. Penyimpanan dilakukan di dalam suhu rendah misalnya 4o C. Cara pengambilan urin kambing : Dipilih kambing betina yang sehat, tidak sedang menyusui, urin diambil pada pagi hari. Urin ditampung di dalam botol gelap yang telah diberi asam asetat 5% sebanyak 5 ml ditambah 95 cc urin. Selanjutnya sebanyak 100 cc (campuran urin dan asam asetat) diencerkan dengan akuades menjadi 1000 ml. Setiap lubang tanam dipupuk dengan 50 ml pupuk cair tersebut.
Tabel 2. Komposisi unsur hara beberapa kotoran ternak
Jenis Ternak Kadar hara (%)
Nitrogen Fosfor Kalium Air
Sapi :
Padat
Cair
Kerbau :
Padat
Cair
Kambing :
Padat
Cair
Domba :
Padat
Cair
0,40
1,00
0,60
1,00
0,60
1,50
0,75
1,35
0,20
0,50
0,30
0,15
0,30
0,13
0,50
0,05
0,10
1,50
0,34
1,50
0,17
1,80
0,45
2,10
85
92
85
92
60
85
60
85
Tabel di atas menunjukkan bahwa sebetulnya setelah dianalisis unsur hara di dalam pupuk organik besar jumlahnya. Pupuk organik semacam ini dapat digunakan untuk budidaya selain harga murah, mudah didapatkan tetapi juga tidak akn mengganggu tanah dalam hal pencemaran. Tanah-tanah yang sudah tercemar bahan beracun dan berbahaya dapat menyebabkan kerusakan permanen bagi lingkungan.
Orang dapat menydiakan jenis pupuk kandang ini. Ada 5 tahap pembuatan pupuk kandang, yaitu :
1. Dekomposisi, proses penguraian bahan yang ada di dalam kotoran ternak menjadi zat yang dapat diserap tanaman.
2. Pengeringan, dilakukan di bawah sinar matahari atau menggunakan pemanas jika cuaca mendung. Pupuk kandang yang baik jika kadar airnya sudah berkurang dari 70% menjadi 30%.
3. Pengayakan, hal ini diperlukan untuk memisahkan partikel-partikel yang berukuran halus dari yang kasar. Partikel-partikel yang halus inilah yang akan dijadikan pupuk di lahan budidaya.
4. Pemberantasan tanaman pengganggu, seringkali setelah dihasilkan partikel halus di dalamnya masih tedapat biji yang mampu berkecambah. Sehingga benih-benih ini harus dihilangkan dari pupuk kandang.
5. Pengemasan, pupuk kandang yang sudah jadi dikemas menggunakan kantong yang terbuat dari bahan rami atau plastik. Maksud pengemasan agar pupuk kandang dapat didistribusikan ke daerah yang lebih jauh.
Pupuk kompos merupakan hasil dekomposisi bahan-bahan berupa dedaunan, jerami, rumput ilalang, sampah kota dan sebagainya. Pengkomposan bahan betujuan untuk menurunkan rasio karbon dan nitrogen atau disingkat rasio C/N. Tegantung pada jenis tanamannya, rasio C/N sisa tanaman yang masih segar umumnya tinggi sehingga mendekati rasio C/N tanah.
Bila bahan organik yang memiliki rasio C/N tinggi tidak dikomposkan lebih dahulu di dalam tanah sebab proses pengkomposan di dalam tanah kan cepat yang berakibat tingginya CO2 tanah yang berakibat buruk bagi tanaman. Bahkan untuk jenis-jenis tanah tertentu menyebabkan daya ikat terhadap air menurun sehingga struktur tanah menjadi keras.
Pupuk hijau adalah semua bagian tanaman yang kemudian dibenamkan ke dalam tanah dengan maksud untuk :
memberi pengaruh baik terhadap kehidupan mikroorganisme tanah
memperkaya tanah dengan bahan organik
mengembalikan unsur hara tanah yang tercuci
menekan pertumbuhan gulma
mencegah erosi tanah
melindungi tanah dari aliran air hujan
Beberapa jenis tumbuhan yang dapat dijadikan pupuk hijau adalah jenis-jenis tanaman yang mampu bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium. Jenis tanaman orok-orok atau anggota marga Crotalaria (Leguminosae) dalah salah satu conothnya. Bakteri tersebut mampu menghasilkan bintil-bintil akar, di dalamnya terdapat bakteri yang menguntungkan. Bakteri mampu menambat nitrogen dari udara (rhizosfer) dan tanaman menyediakan sumber karbon yang diperlukan bakteri.
Jenis pupuk lain adalah jus buah sebagai contoh. Jenis pupuk lain adalah pupuk cair yang berasal dari campuran tetes tebu dengan sari buah pepaya (1:1). Cara pembuatan pupuk ini adalah sebagai berikut : diambil beberapa batang tebu kemudian diperas diambil tetes airnya sebanyak 100 ml. Dibuat jus pepaya yang masak, disaring dan diambil sari buahnya sebanyak 100 ml. Keduanya kemudian dicampur dan diencerkan dengan akuades menjadi 1000 ml. Setiap lubang tanam dipupuk dengan 50 ml pupuk cair tersebut.
Pemberantasan hama dan penyakit untuk budidaya tumbuhan obat secara organik tidak digunakan jenis-jenis insektisida sintetik buatan pabrik. Dalam hal ini dipilih bahan tumbuhan yang mampu menekan bahkan menghentikan berkembangnya hama dan penyakit tanaman. Beberapa jenis tumbuhan seperti : Azadirachta indica, Melia azedarach, Nicotiana tabacum, Syzygium aromaticum, Eupatorium odoratum, Aglaia odorata, Piretrum sp, dan beberapa anggota Zingiberaceae dapat digunakan sebagai insektisida dan herbisida nabati. Cara pembuatan yang mudah menyebabkan tidak ada alasan orang untuk berusaha menggunakan bahan-bahan yang sudah tersedia di alam untuk dapat digunakan.
Gambar 21. Seorang mahasiswi sedang mengamati hama dan gulma pengangganggu (kiri) dan jenis imago dari seekor serangga pengganggu (kanan)
Di antara jenis tanaman budidaya pasti akan banyak juga gulma dan hama penganggu. Oleh karena itu pemeliharaan sangat dibutuhkan agar dihasilkan panen yang bemutu. Salah satu ramuan yang dapat dipakai untuk memberantas hama dan penyakit :
Contoh ramuan pestisida nabati secara umum :
Daun mimba (Azadirachta indica) 8 kg
Lengkuas (Languas galanga) 6 kg
Serai (Andropogon nardus) 6 kg
Deterjen 20 g
Air 20 l
Cara membuat : Daun mimba, lengkuas, serai ditumbuk. Seluruh bahan diaduk merata dalam 20 l air kemudian direndam selama 24 jam. Selanjutnya disaring dengan kain halus. Larutan hasil penyaringan diencerkan lagi dalam 60 l air. Larutan sebanyak itu dapat digunakan untuk lahan seluas 1 hektar.
Contoh ramuan untuk pemberantasan jamur dan bakteri :
Sebanyak 50-100 g daun cengkih (Syzygium aromaticum) kering dihaluskan. Kemudian ditaburkan atau dibenamkan untuk setiap batang tanaman.
Panen budidaya tanaman obat didasarkan atas bagian tanaman yang dipakai sebagai bahan baku obat, menjaga kesehatan tubuh atau kosmetika. Secara empirik pemanenan tumbuhan obat dapat digolongkan menjadi :
1. Jika yang digunakan adalah daun atau herba, bagian boleh dipanen jika daun telah mekar sempurna, menjelang tanaman berbunga. Pemanenan dilakukan pada pagi hari sebelum sinar matahari berintensitas tinggi. Contoh : Camellia sinensis, Sonchus arvensis, Pluchea indica, Kalanchoe pinnata, Andrographis paniculata, Pogostemon cablin, dan Plantago major.
2. Jika yang diambil bagian bunga maka ditunggu sampai bunga mekar sempurna dan mengeluarkan aroma, dipanen pada pagi hari atau sore hari. Contoh : Rosa hybrida, Cananga odorata.
3. Jika yang dipanen bagian buah maka buah akan berkhasiat sesudah terjadinya perubahan warna kulit buah dari hijau ke warna kuning atau kemerahan, contoh : Carica papaya, Morinda citrifolia.
4. Jika dimabil bagian biji maka harus ditunggu buah yang kering sampai buah merekah atau pecah, contoh : Parkia roxburgi
5. Jika yang dipanen bagian rimpang maka bagian atas tanah dari tanaman sudah menguning dan kering atau kira-kira umur rimpang 10 bulan. Contoh : Zingiber officinale, Curcuma domestica, Alpinia galanga, Curcuma mangga, Kaempferia galanga dan Cymbopogon nardus.
6. Jika yang digunakan adalah bagian kulit batang maka umur tanaman minimal mencapai 4 tahun, contoh : Caesalpinia sappan, Strychnos ligustrina, Alstonia scholaris.
Apabila bahan baku yang dipanen berasal dari seluruh bagian tanaman atau hanya bagian yang tinggal di bawah tanah maka dalam melakukan panen harus lebih cermat. Di sekitar lubang tanam perlu digemburkan tanahnya (dikeruk) secara hati-hati kemudian diberi air lebih dahulu agar semua perakaran atau organ yang ada di bawah tanah tercabut sempurna. Dengan cara demikian maka perakaran dan organ di dalam tanah tidak ada yang terluka (lecet) sebagai awal mula dari serangan penyakit setelah dipanen.
Gambar 22. Seorang mahasiswa sedang menggemburkan tanah sekitar lubang tanam untuk persiapan panen (kiri), gembira memperlihatkan keberhasilan budidaya tanaman obat (kanan)
Setelah dipanen dari lahan budidaya kemudian dilakukan pencucian dengan air mengalir. Air yang dipakai dapat berupa air PAM atau air sumur. Air sungai tidak direkomendasikan untuk mencuci hasil panen sebab dikhawatirkan telah terjadi banyak pencemaran baik limbah berbahaya atau limbah domestik. Kemudian ukuran bahan diperkecil dengan cara dipotong-potong dengan tujuan mudah mengamati bagian yang amsih baik dan bagian yang rusak serta memudahkan dalam pengeringan bahan. Setelah dilakukan pencucian dilakukan sortasi basah yang bearti memisahkan bahan yang masih baik dengan bahan yang rusak akibat kesalahan panen atau serangan patogen.
Gambar 23. Mencuci bahan (kiri), melakukan sortasi basah (kanan)
Semua bagian bahan tanaman yang masuk persyaratan selabnjutnya ditimbang untuk mengetahui berat basah bahan tanaman yang dipanen. Setelah dilakukan penimbangan semua bahan kemudian dimasukkan ke dalam kantong kertas yang diberi lubang ventilasi agar tidak tercampur dengan bahan lain untuk dikeringkan dalam lemari pengering atau oven.
Gambar 24. Penimbangan setelah sortasi (kiri), menyiapkan kantong kertas (kanan)
Jika tidak tersedia alat pengering maka dapat dipakai cahaya sinar matahari. Bahan yang sudah disortasi diletakkan di dalam wadah yang berlubang-lubang agar sisa air dapat menetes kemudian diletakkan di tempat papan panjang (wadah tidak boleh langsung bersentuhan dengan tanah) dan kemuidan wadah ditutup kain yang berwarna gelap (hitam).
Setelah kering kemudian dilakukan sortasi lagi untuk memisahkan bahan yang telah rusak dengan bahan yang masih baik. Hasil sortasi ini selanjutnya ditimbang untuk mendapatkan berat kering bahan atau yang dikenal dengan nama simplisia kering.
Pengemasan dilakukan dengan menggunakan kantong plastik yang sudah divakum sehingga tidak ada udara di dalam kantong. Untuk menjaga kelembaban maka perlu disimpan di gudang yang diatur suhu dan kelembaban. Kantong simplisia tidak boleh bersentuhan langsung dengan lantai atau dinding gudang.
6. Penjaminan mutu panen tumbuhan obat
Agar hasil budidaya mempunyai daya jual yang tinggi dalam arti senyawa aktif di dalamnya tidak ruask maka perlu dilakukan penjaminan mutu simplisia. Hal ini wajib dilakukan sebab akan dapat menjadi standar yang ajeg bagi panen-panen berikutnya.
Parameter yang dilakukan untuk standardisasi simplisia meliputi fisik, kimia, biologi dan cemaran. Parameter fisik meliputi organoleptik, kadar air, kadar abu. Parameter biologi meliputi ketepatan bahan secara taksonomi dan pemeriksaan fragmen-fragmen spesifik sebagai pengenal simplisia secara mikroskopi. Parameter kimi meliputi golongan senyawa identitas, senyawa marker (penanda) sedangkan cemaran meliputi cemaran logam berat dan cemaran mikroorganisme.
Penjaminan mutu sangat perlu sebab habitat tumbuhan bermacam-macam, lokasi budidaya juga berbeda-beda sehingga diperlukan usaha standardisasi bahwa simplisia X yang berasal dari lokasi Y akan mempunyai parameter-parameter tertentu. Dalam hal keragaman metabolit kita masih ingat bahwa ekosistem akan bepengaruh terhadap keragaman metabolit walaupun dalam hal kadar senyawa aktifnya (fenomena vikariasi).
Masalah penjaminan mutu simplisia hasil panen akan dibahs lebih mendalam pada kuliah teknologi pasca panen.
DAFTAR PUSTAKA
Barbour, M.G., Burk, J.H., and W.D. Pitts, 1987, Terrestrial Plant Ecology, 2nd Ed., The Benjamin/Cumming Publishing Company.
Bazzaz, F.A., 1996, Plants in Changing Environments, Cambridge University Press.
Djoko Santosa, 1996, Analisis Tumbuhan Bawah Naungan Pinus merkusii Jungh. et de Vries dan Schima wallichii (DC.) Korth. Di Hutan Wisata Kaliurang Kab. Sleman, Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Biologi UGM.
Djoko Santosa dan Dwi Tyaning Adrianti, 2000, Kajian Komunitas Alstonia scholaris di Dataran Tinggi Dieng dan Gunung Kidul serta Fenomena Vikariasi antara Alkaloida dan Glikosida Jantung, Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian UGM.
Djoko Santosa, Sudarsono dan Purnomo, 2001, Kajian Interspesifik Plantago major di Daerah Kaliurang Kabupaten Sleman, Prosiding, Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XX, Fakultas Farmasi UGM dan POKJANAS TOI.
Frankel, O.H., Brown A.H.D., Burdon, J.J., 1995, The Conservation of Plant Biodiversity, Cambridge University Press
Garret, S.D., 1981, Soil Fungi and Soil Fertility, 2nd Ed., Pergamon Press, Oxford.
George, F.E., 1993, Plant Propagation by Tissue Culture, 2nd Ed., Exergetics Limited, England, London.
Harborne, J.B., 1987, Introduction to Ecological Biochemestry, 3rd Edt., Academic Press, London.
Hekkner, M., 2003, Workshop on Good Agriculture Practice (GAP) and Good Manufacturing Practice (GMP) for Manufacture of Herbal Medicinal Products, Proceeding, International Symposium of Natural Product, Center for Traditional Medicines Studies GMU and Central Federal Inspectorate of Hesse, Germany
Marschner, 1995, Mineral Nutrition of Higher Plants, 2nd Ed., Academic Press, London.
Taiz, L. and Zieger, E., 1998, Plant Physiology, 2nd Ed., Sinauer Associates Inc., Publishers, Massachusetts.
Wills, R.H., Lee T.H., Graham D., Mc Glasson W.B., and Hall E.G., 1981, Post Harvest : An Introduction to the Physiology and Handling of Fruit and Vegetable, Granada, London.
Selasa, 02 Maret 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ayo tulis komentar donk