Selasa, 02 Maret 2010

metabolisme obat

Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadi inaktif, sehingga biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat. Tetapi, ada obat yang metabolitnya sama aktif, lebih aktif, atau lebih aktif. Ada obat yang merupakan calon obat ( prodrug ) justru diaktifkan oleh enzim biotransformasi ini. Metabolit aktif akan mengalami biotransformasi lebih lanjut dan diekskresi sehingga kerjanya berakhir.
Biotransformasi terjadi terutama dalam hati dan hanya dalam jumlah yang sangat rendah terjadi dalam organ lain ( misalnya dalam usus, ginjal, paru – paru, limpa, otot, kulit atau dalam darah ).
Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya dalam sel, yakni enzim mikrosom yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus ( yang pada isolasi in vitro membentuk mikrosom ), dan enzim non mikrosom. Kedua macam enzim metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di sel jaringan lain misalnya ginjal, paru, epitel saluran cerna, dan plasma. Di lumen saluran cerna juga terdapat enzim non mikrosom yang dihasilkan oleh flora usus. Enzim mikrosom mengkatalisis reaksi konjugasi glukuronid, sebagian besar reaksi oksidasi obat, serta reaksi reduksi dan hidrolisis. Sedangkan enzim non mikrosom mengkatalisis reaksi konjugasi lainnya, beberapa reaksi oksidasi, serta reaksi reduksi dan hidrolisis.
Sebagian besar biotransformasi obat dikatalisis oleh enzim mikrosom hati, demikian juga biotransformasi asam lemak, hormon steroid, dan bilirubin. Untuk itu obat harus larut lemak agar dapat melintasi membran, masuk ke dalam retikulum endoplasma, dan berikatan dengan enzim mikrosom.
Sistem enzim mikrosom untuk reaksi oksidasi disebut oksidase fungsi campur ( mixed-function oxidase = MFO ) atau monooksigenase; sitokrom P-450 ialah komponen utama dalam sistem enzim ini. Reaksi yang dikatalisis oleh MFO meliputi reaksi N- dan O-dealkilasi, hidroksilasi cincin aromatik dan rantai sampingnya, deaminasi amin primer dan sekunder, serta desulfurasi.
Glukuronid merupakan metabolit utama dari obat yang mempunyai gugus fenol, alkohol, atau asam karboksilat. Metabolit ini biasanya tidak aktif dan cepat diekskresi melalui ginjal dan empedu secara sekresi aktif untuk anion.


Glukuronid yang diekskresi melalui empedu dapat dihidrolisis oleh enzim beta-glukuronidase yang dihasilkan oleh bakteri usus, dan obat yang dibebaskan dapat diserap kembali. Sirkulasi enterohepatik ini memperpanjang kerja obat. Reaksi glukuronidasi ini dikatalisis oleh beberapa jenis enzim glukuronil-transferase.
Berbeda dengan enzin non mikrosom, enzim mikrosom dapat dirangsang maupun dihambat aktivitasnya oleh zat kimia tertentu termasuk yang terdapat di lingkungan. Zat ini menginduksi sintesis enzim mikrosom tanpa perlu menjadi substratnya. Zat penginduksi enzim ini dibagi atas 2 golongan, yakni kelompok yang kerjanya menyerupai fenobarbital dan kelompok hidrokarbon polisiklik. Fenobarbital meningkatkan biotransformasi banyak obat, sedangkan hidrokarbon polisiklik meningkatkan metabolisme beberapa obat saja. Penghambatan enzim sitokrom P-450 pada manusia dapat disebabkan misalnya oleh simetidin dan etanol. Berbeda dengan penghambatan enzim yang langsung terjadi, induksi enzim memerlukan waktu pajanan beberapa hari bahkan beberapa minggu sampai zat penginduksi terkumpul cukup banyak. Hilangnya efek induksi juga terjadi bertahap setelah pajanan zat penginduksi dihentikan. Beberapa obat bersifat autoinduktif artinya merangsang metabolismenya sendiri, sehingga menimbulkan toleransi. Karena itu diperlukan dosis yang lebih besar untuk mencapai efektivitas yang sama. Pemberian suatu obat bersama penginduksi enzim metabolismenya, memerlukan peningkatan dosis obat. Misalnya, pemberian warfarin bersama fenobarbital, memerlukan peningkatan dosis warfarin untuk mendapatkan efek antikoagulan yang diinginkan. Bila fenobarbital dihentikan, dosis warfarin harus diturunkan kembali untuk menghindarkan terjadinya perdarahan yang hebat.
Oksidasi obat-obat tertentu oleh sitokrom P-450 menghasilkan senyawa yang sangat reaktif, yang dalam keadaan normal segera diubah menjadi metabolit yang stabil. Tetapi, bila enzimnya diinduksikan atau kadar obatnya tinggi sekali, maka metabolit antara yang terbentuk juga banyak sekali. Karena inaktivasinya tidak cukup cepat, maka senyawa tersebut sempat beraksi dengan komponen sel dan menyebabkan kerusakan jaringan. Contohnya ialah parasetamol.
Enzim nonmikrosom mengkatalisis semua reaksi konjugasi yang bukan dengan glukuronat yaitu konjugasi dengan asam asetat, glisin, glutation, asam sulfat, asam fosfat, dan gugus metil. sistem ini juga mengkatalisis beberapa reaksi oksidasi, reduksi, dan hidrolisis.
Reaksi hidrolisis dikatalisis oleh enzim esterase nonspesifik di hati, plasma, saluran cerna, dan di tempat lain, serta oleh enzim amidase yang terdapat di hati. Reaksi oksidasi terjadi di mitokondria dan plasma sel hati serta jaringan lain, dan dikatalisis oleh enzim alkohol dan aldehid dehidrogenase, xantin oksidase, tirosin hidroksilase, dan monoamin oksidase.
Reaksi reduksi mikrosomal dan nonmikrosom terjadi di hati dan jaringan lain untuk senyawa azo dan nitro, misalnya kloramfenikol. reaksi ini seringkali dikatalisis oleh enzim flora usus dalam lingkungan usus yang anaerob.


Karena kadar terapi obat biasanya jauh dibawah kemampuan maksimal enzim metabolismenya, maka penghambatan kompetitif antara obat yang menjadi substrat bagi enzim yang sama jarang terjadi. Penghambatan kompetitif metabolisme obat hanya terjadi pada obat yang kadar terapinya mendekati kapasitas maksimal enzim metabolismenya, misalnya difenilhidantoin yang dihambat metabolismenya oleh dikumarol dan 6-merkaptopurin yang dihambat metabolismenya oleh alopurinol. Akibatnya, toksisitas obat yang dihambat metabolismenya meningkat.
Reaksi biokimia yang terjadi dapat dibedakan atas 2 reaksi, yaitu :
1. Reaksi fase I
Pada reaksi fase I ini mengubah obat menjadi metabolit yang lebih polar, yang dapat bersifat inaktif, kurang aktif, atau lebih aktif daripada bentuk aslinya. Yang termasuk dalam reaksi fase I adalah oksidasi, reduksi, dan hidrolisis.
a. Reaksi Oksidasi
Yang sangat penting untuk biotransformasi ialah reaksi oksidasi yang melibatkan oksidase, monooksigenase, dan dioksigenase. Oksidase mengoksidasi melalui penarikan hidrogen atau elektron. Oleh monooksigenase, satu atom oksigen dari molekul oksigen diikat pada bahan asing dan atom oksigen lain direduksi menjadi air. Sebaliknya, dioksigenase memasukkan kedua atom dari 1 molekul oksigen ke dalam xenobiotika. Monooksigenase ( mikrosom ) yang mengandung sitokrom P-450 dan juga sitokrom P-448 yang merupakan protein hem memiliki makna terbesar untuk biotransformasi oksidasi obat.
Istilah sitokrom P-450 dan P-448 dipakai karena terjadi absorpsi kuat dari cahaya pada panjang gelombang 450 dan 448 nm setelah reduksi dengan natrium ditionit dan penyetimbangan dengan CO.
Mikrosom ialah bagian pecahan dari retikulum endoplasma yang terjadi pada sentrifugasi terfraksinasi dari homogenat sel hati ( fraksi mikrosom ). Enzim yang terikat pada mikrosom disebut enzim mikrosom.
Monooksigenase yang mengandung sitokrom mengkatalisis hidroksilasi alifatik dan aromatik, epoksidasi ikatan rangkap olefinik dan aromatik, dealkilasi oksidatif senyawa N-alkil, O-alkil, dan S-alkil, deaminasi oksidatif dan oksidasi tioeter dan amin menjadi sulfoksida dan juga hidroksilamina.
Enzim pengoksidasi yang penting lainnya adalah:
 alkoholdehidrogenase, yang mendehidrasi alkohol, khususnya etanol menjadi aldehid.
 monoaminoksidase, yang umumnya bekerja secara oksidasi pada amina biogenik ( misalnya katekolamina ).
 aldehida-oksidase, yang mengubah aldehida menjadi asam.
 n-oksidase, yang tidak mengandung sitokrom P-450 melainkan fad dan mengubah amina sekunder menjadi hidroksilamina, amina tersier menjadi n-oksida.

b. Reaksi Reduksi
Dibandingkan dengan oksidasi, reduksi hanya memegang peranan kecil pada biotransformasi. senyawa karbonil dapat direduksi menjadi alkohol oleh alkoholdehidrogenase atau aldol ketoreduktase sitoplasma. Untuk penguraian senyawa azo menjadi amina primer melalui tahap antara hidrazo tampaknya ada beberapa enzim yang terlibat, di antaranya NADPH-sitokrom P-450 reduktase. Yang masih belum diketahui seluruhnya ialah enzim yang terlibat dalam reduksi senyawa nitro menjadi amina yang sesuai. Secara toksikologik berarti ialah dehalogenisasi reduktif, misalnya pada karbromal serta dari karbontetraklorida menjadi kloroform.
c. Reaksi Hidrolisis
Reaksi biohidrolisis penting :
 penguraian ester dan amida menjadi asam dan alkohol serta amina oleh esterase ( amidase )
 pengubahan epoksida menjadi diol berdampingan ( visinal ) oleh epoksidahidratase ( sinonim epoksidahidrolase ) serta
 hidrolisis asetal ( glikosida ) oleh glikosidase.
Ester dan amida dihidrolisis oleh enzim yang sama menurut pengetahuan saat ini. sesungguhnya ester lebih cepat dihidrolisis daripada amida. Enzim ini terdapat baik intrasel maupun juga ekstrasel, terikat pada mikrosom dan dalam bentuk terlarut. Untuk metabolisme bahan asing, terutama penting sekali pseudokolin-esterase dan yang disebut ali-esterase, yang menguraikan terutama ester alifatik dan amida, serta aril-esterase,yang memiliki afinitas tinggi terhadap ester dan amida aromatik. Epoksidahidratase, yang terdapat dalam suatu kompleks neka-enzim dengan monooksigenase, memiliki arti untuk penguraian epoksida.

2. Reaksi fase II
Merupakan penggabungan obat aslinya atau metabolitnya dengan bermacam-macam komponen endogen. Reaksi konjugasi yang dilakukan oleh enzim transferase memerlukan baik komponen endogen maupun eksogen.reaksi konjugasi mencakup:
a. reaksi antara senyawa yang mempunyai gugus hidroksil alkohol atau fenol, gugus amino, gugus sulfhidril dan sebagian juga gugus karboksil dengan senyawa tubuh sendiri yang kaya akan energi.
b. reaksi penggabungan antara senyawa asing, setelah diaktivasi dengan senyawa tubuh sendiri ( tidak teraktivasi )






Reaksi fase II terpenting adalah konjugasi dengan :
 asam glukuronat aktif
Umumnyakonjugasi dapat terjadi dengan terbentuknya glukuronida. Kombinasi dengan asam glukuronat terjadi dengan cepat dengan senyawa yang mempunyai gugus fungsional dengan proton yang reaktif yang biasanya mengikat hetero-atom seperti gugus hidroksil, karboksil, amino sulfidril. Gugus fungsional kemungkinnan sudah terdapat dalam molekul obat seperti Asetaminophen.
 asam amino
N-glukoronida terbentuk melalui gugus amino sebagai contoh pada Meprobamat.
 sulfat aktif
Ester sulfat terbantuk dari fraksi terlarut dari P.A.P.S.F (3-phosphoadenosine-5’phosphosulfat) dan komponen substrat lain, seperti fenol (contoh Parasetamol, Salisilamid), alifatis dan alkohol steroid (contoh Etanol, Andosteron). Kapasitas terbentuknya konjugasi sulfat adalah terbatas dan tampak dalam hubungannya dengan ketersediaan sulfat yang rendah.
 asam asetat aktif
 S- adenosilmetionin
 serta pembentukan turunan asam merkapturat
Kecuali pada konjugasi dengan asam asetat atau reaksi metilasi, di sini selalu terjadi pemasukan satu gugus asam ke dalam molekul yang pasti meningkatakan kehidrofilan melalui pembentukan garam. Konjugat asam cepat dieliminasi melaui ginjal, dan melalui proses aktif. Dengan demikian umumnya reaksi konjugasi mempunyai sifat reaksi bioinaktivasi atau reaksi detoksikasi, karena produk konjugasi hampir selalu tidak aktif secara biologi. Walaupun demikian dalam beberapa hal, konjugat dapat dihidrolisis lagi menjadi senyawa asal. Yang sering terjadi demikian, misalnya apabila konjugat dengan empedu mencapai usus. sebaliknya konjugat-konjugat yang diekskresi dalam urin, ini merupakan kekecualian.
Metabolit fase II yang masih aktif secara biologi adalah ester asam sulfat triamteren, diuretika penyimpanan kalium.
 konjugasi dengan asam glukuronat aktif.
Alkohol yang dikonjugasi dengan asam glukuronat aktif terutama alkohol yang tidak dapat cepat dioksidasi yaitu alkohol sekunder dan alkohol tersier. Fenol, asam karboksilat dan amina dapat juga dikonjugasi dengan asam glukuronat. Asam glukuronat adalah asam yang relatif kuat yang mengandung gugus oh alkohol tambahan dan karena itu sangat hidrofil. Asam glukuronat diubah menjadi bentuk asam glukuronat aktif ( UDP-asam glukuronat ) oleh glukuroniltransferase yang terikat membran, terutama dalam hati, dan disamping itu dalam ginjal dan usus.



 konjugasi dengan glisisn.
Asam karboksilat yang tidak dapat diuraikan lebih lanjut secara oksidasi, dapat diuraikan lebih lanjut secara oksidasi, dapat membentuk konjugat dengan glisin. di sini termasuk asam karboksilat yang tersubtitusi pada atom alfa –C dan aromatik, misalnya asam benzoat. Contoh klasik untuk konjugat demikian adalah asam hipurat yang terbentuk dari asam benzoat dan asam salisilurat yang terbentuk dari asam salisilat.Reaksi ini dikatalisis oleh transasilase.
 konjugasi dengan asam sulfat
Terutama fenol membentuk konjugat dengan sulfat aktif, yang dilakukan oleh sulfotransferase. Sulfotransferase merupakan enzim yang larut dengan kespesifikan yang berbeda-beda.Yang terbentuk adalah setengah ester asam sulfat yang diekskresi dalam urin.Perbandingan sulfat organik terhadap sulfat anorganik dalam urin meningkat jauh sesuai dengan pemasukan fenol ke dalam tubuh atau pemasukan senyawa yang diuraikan menjadi fenol.
 pembentukan turunan asam merkapturat
Ini merupakan reaksi konjugasi yang berlangsung melalui beberapa tahap. Pada reaksi ini terutama glutation-s-epoksidatransferase yang terlibat. Senyawa halogen dan senyawa aromatik dapat di biotransformasi dengan cara ini. Turunan asam merkapturat, seperti konjugat lain, sangat hidrofil dan mudah diekskresi. Karena itu, senyawa ini merupakan substrat yang baik untuk sistem transport aktif dalam ginjal dan hati.
 metilasi
Metilasi jarang terdapat dalam reaksi biotransformasi. Dalam beberapa hal ditemukan suatu N-metilasi atau metilasi senyawa heterosiklik tak jenuh. Contohnya,pembentukan N-metilnikotinamida dari nikotinamida. Basa amonium kuarterner yang dibentuk dengan cara ini bersifat hidrofil dan dapat diekskresi secara aktif. Metilasi gugus OH fenol, seperti ditemukan misalnya pada katekolamina, lebih merupakan kekecualian daripada menurut aturan.
 asetilasi
Xenobiotika bergugus amino yang tak dapat diuraikan secara oksidasi, sering diasetilasi dengan bantuan asetiltransferase. Di sini termasuk amina aromatik ( misalnya anilina ) dan alkilamina, dengan gugus amino terdapat pada atom karbon tersier. Asetilasi sulfonamida merupakan contoh konjugasi demikian yang umumnya menyebabkan penurunan sifat hidrofilnya. Ini dapat menimbulkan kompliksi tertentu, contohnya kristaluria, seperti digambarkan sebagai efek samping sulfonamida. Di pihak lain asetilasi mengurangi khasiat karena gugus amino yang biasanya penting untuk aktivitas biologi, ditutupi akibat asetilasi.



Pemberian suatu sediaan obat pada seseorang dan dengan posologi yang sama kadang-kadang memberikan kadar obat dalam darah yang beragam. Perbedaan tersebut dapat terjadi karena:
 penyebab endogen yang sangat erat hubungannya dengan genetik, atau keadaan fisiologik dan patologik, yang berkaitan dengan fungsi dari berbagai organ tubuh.
misalnya : sistem saraf, peredaran darah, endokrin,dan pencernaan.
 penyebab eksogen yang tergantung pada keadaan lingkungannya.
 Faktor fisiologik
- perbedaan spesies
- faktor individu
• umur
Pada bayi yang baru lahir, permeabilitas membran fisiologik yang lebih besar dibanding anak-anak dan dewasa, sehingga sawar hemato-ensefalik bayi mudah ditembus oleh sejumlah obat. Kemungkinan intoksikasi pada bayi harus lebih diperhatikan dibanding anak muda.
Pada usia lanjut harus berhati-hati karena cukup banyak obat yang dapat menyebabkan kerusakan hati. Pada tubuh orang tua, efek sedative barbiturat dan hipnotik akan berkurang dan efek toksiknya semakin meningkat. Namun pada umur tersebut tubuh lebih toleran terhadap alokohol dan morfin.
 jenis kelamin
Pada umumnya efek samping obat yang tidak diinginkan lebih nyata dan lebih sering terjadi pada wanita. Hormon androgen mempercepat reaksi hidroksilasi (heksobarbital dan pseudobarbital), N-demetilasi (piramidon, morfin) dan glukurokonjugasi terutama pada tikus jantan dibanding tikus betina.
 morfotipe
 kelamin genetik
 kehamilan
 keadaan gizi
 ritme biologik
 faktor patologik
- faktor penyulit dan penurun efek obat
Penurunan efek obat mungkin merupakan konsekuensi dari penyerapan yang jelek pada saluran cerna, pembuluh darah atau peningkatan peniadaan melalui ginjal.
- faktor penyulit dan peningkatan efek obat
Peningkatan efek dapat disebabkan oleh penyerapan yang berlebihan, kemudahan difusi, dan terutama oleh kegagalan hati atau ginjal





 faktor lingkungan
- makanan dan diet
Kekurangan makanan dan nutrisi dapat menghambat fungsi tubuh dan metabolisme obat. aspek lain yang terkait adalah makanan dalam jumlah banyak, adanya bahan tambahan dan terutama adanya pencemar.
- toksikomania ( kecanduan )
Alkohol mempengaruhi klirens obat oleh ginjal dan alkohol dapat merupakan induktor pada alkohol dehidrogenasi. Dalam waktu yang lama, kecanduan alkohol dapat menyebabkan berbagai keadaan patologik, misalnya sirosis.
Asap rokok dan hidrokarbonnya berbahaya. Karbondioksidanya berpengaruh pada sitokrom P-450 dan akan menurunkan hidroksilasi dari anilin hidrokarbon polisiklik yang bersifat induktor.
- cemaran udara
- faktor meteorologi
contoh : suhu, sinar, kelembapan udara
Radiasi ion-ion memiliki kecenderungan untuk mengaktifkan metabolisme dari senyawa eksogen. Radiasi tersebut meningkatkan pembentukan nadph dan dapat menghambat oksidasi mikrosom.
- stress dan kelelahan.

INDUKSI ENZIM
Banyak xenobiotika ( bisa disebut dengan obat ), khususnya senyawa-senyawa yang larut baik dalam lemak dengan masa kontak dalam hati yang lama, mampu menginduksi peningkatan pembentukan enzim-enzim yang terlibat pada biotransformasi. Karena itu disebut sebagai induktor ( enzim ) dan dibedakan menurut enzim yang diinduksi :
• jenis fenobarbital
• jenis metilkolantren
Induktor jenis fenobarbital, yang sangat penting untuk metabolisme bahan obat, menaikkan proliferasi retikulum endoplasma dan dengan demikian bekerja menaikkan denhgan jelas bobot hati. Induksi menyangkut terutama sitokrom P-450, di samping itu, antara lain, glukuroniltransferase, glutationtransferase dan epoksidahidrolase lebih banyak dibentuk. Induksi terjadi relatif cepat dalam waktu beberapa hari.
Sebagai akibat induksi enzim, maka kapasitas penguraian dan dengan demikian laju biotransformasi meningkat. Peningkatan biotransformasi tidak hanya pada induktor enzim melainkan juga obat-obat lain, bahan khasiat tubuh sendiri atau senyawa essensial. Waktu paruh biologi semua senyawa ini dengan demikian dipersingkat. Apabila induktor dihentikan, kapasitas penguraian dalam waktu beberapa hari sampai beberapa minggu menurun sampai pada tingkat asalnya.


Untuk terapi dengan obat, induktor enzim memberi akibat berikut :
• pada pengobatan jangka panjang dengan induktor enzim, terjadi penurunan konsentrasi bahan obat yang dapat mencapai tingkat konsentrasi dalam plasma pada awal pengobatan dengan dosis tertentu.
• kadar bahan berkhasiat tubuh sendiri dalam plasma dapat menurun sampai di bawah angka normal.
• pada pemberian bersama dengan obat lain terdapat bahaya interaksi obat yang kadang-kadang berbahaya. selama pemberian induktor enzim,konsentrasi obat kedua dalam darah dapat juga menurun. Apabila karena itu dosis ditinggikan untuk mendapatkan efek yang sama maka pada penghentian induktor, kadar obat dalam darah dapat meningkat di atas angka kritis.
Induktor jenis metilkolantren, yang termasuk disini khususnya karbohidrat aromatik (misalnya benzpiren, metilkolantren, tetraklordibenzodioksin, fenantren) dan beberapa herbisida, terutama meningkatkan sintesis sitokrom P-448 dan sintesis glukuroniltransferase. Proliferasi retikulum endoplasma dan dengan demikian kenaikan bobot hati hanya sedikit menonjol.

INHIBISI ENZIM
Seperti halnya induksi enzim bekerja pada obat-obat yang secara kimia sangat berbeda maka terdapat banyak bahan obat yang menghambat proses biotransformasi dan dengan demikian dapat memperpanjang kerja dan menaikkan kerja senyawa-senyawa lain. Inhibisi enzim dapat berlangsung dengan cara berikut. Bahan obat menyebabkan penurunan sintesis atau menaikkan penguraian enzim retikulum endoplasma atau antara 2 obat atau beberapa obat terdapat persaingan tempat ikatan pada enzim dan dengan demikian menyebabkan penghambatan penguraian secara kompetitif.

PRO_DRUG
yaitu senyawa yang secara biologik tidak aktif, akan tetapi dalam organisme diubah secara enzimatik atau tak enzimatik menjadi bentuk yang aktif. Pengembangan pro-drug baru dilakukan jika sifat-sifat teknologi, farmakokinetika, farmakodinamika atau toksikologi dari bahan berkhasiat perlu diperbaiki. Jadi sintesis pro-drug diperlukan pada bahan berkhasiat dengan rasa tak enak, kelarutan dalam air tidak cukup pada pemakaian parenteral yang dibutuhkan, kurang dapat terabsorpsi, pengaruh lintas pertama besar, lama kerja singkat, distribusi kedalam organ sasaran tak cukup, keselektifan kerja rendah atau toksisitas tinggi.





Pentothal  yang biasa disebut Natrium-thiopental merupakan obat yang termasuk golongan barbiturate. Turunan barbiturate bekerja dengan menekan transmisi sinaptik pada system pengaktifan retikula di otak dengan cara mengubah permeabilitas membrane sel, sehingga mengurangi rangsangan polisinaptik dan menyebabkandeaktivasi korteks serebral. Sandberg (1951) membuat postulat bahwa untuk memberi efek penekanan system saraf pusat, turunan asam barbiturate harus bersifat asam lemah dan mempunyai nilai koefisien partisi lemak/air dengan batas tertentu. (Kimia Medisinal 2, Siswandono MS dan Dr. Bambang Soekardjo, SU., 2000: hlm 232). Natrium tiopental adalah obat dari golongan barbital yang memiliki aksi sebagai anestesi jangka waktu singkat. Turunan barbiturat bekerja dengan menekan transmisi sinaptik pada system pengaktifan retikula di otak dengan cara mengubah permeabilitas membrane sel sehingga mengurangi rangsangan polisinaptik dan menyebabkan deaktivasi koerteks serebral. Zat ini tidak mempunyai sifat analgesic dan batas keamanannya sangat sempit, sehingga dapat menimbulkan gejala overdosis berupa depresi kardiorespiratori. Larutannya bersifat sangat alkali dan karena itu bersifat iritatif bila penyuntikan keluar dari vena dan untuk injeksi arteri sangat berbahaya. Pemulihan kesadaran dari pembiusan dengan thiopental dosis menengah terjadi cepat karena obat mengalami redistribusi di dalam tubuh.

Struktur Na-thiopental

H O
N C2H5
S
N CH CH2 CH2 CH3
H O CH3


Gugus karbonil pada posisi 2 bersifat asam lemah, karena dapat bertautomerisasi bentuk keto berada dalam keseimbangan dengan bentuk laktim (enol). Bentuk laktim bereaksi dengan alkali membentuk garam yang larut dalam air. Penggantian unsur O pada aton C di posisi 2 dengan unsure S, yang umumnya disebut tiobarbiturat, menaikkan kelarutan lemak.
Perubahan sruktur yang menaikkan kelarutannya dalam lemak, akan menurunkan mula kerja dan lama kerja obat, menaikkan metabolisme pengrusakan dan ikatan terhadap protein, serta sering kali menaikkan efek hipnotik.
Pemerian serbuk hablur, putih sampai hamper putih kekuningan atau kuning kehijauan pucat; higroskopis; berbau tidak enak. Larutan bereaksi basa terhadap lakmus, terurai jika dibiarkan, jika didihkan terbentuk endapan. Natrium-tiopental, merupakan obat anestesi sistemik turunan tiobarbiturat, mempunyai awal dan masa kerja yang sangat singkat sehingga dimasukkan ke dalam golongan barbiturate dengan kerja sangat singkat.

Natrium-tiopental berdifusi sangat cepat keluar dari otak dan jaringan lain yang mendapat aliran darah banyak dan selanjunya mengalami redistribusi menuju otot bergaris, lemak dan akhirnya ke seluruh jaringan tubuh. Natrium-thiopental merupakan obat yang termasuk golongan barbiturate. Thiopental, obat anestesi sistemik turunan tiobarbiturat, mempunyai awal dan masa kerja yang sangat singkat, sehingga dimasukan dalam golongan barbiturate dengan kerja sangat singkat. Contoh paten obat golongan barbiturate dengan awal dan masa kerja yang sangat cepat adalah Phanodorn, cyclopal, medomin, ortal, Nembutal sodium, ceconal.
Barbiturat bekerja pada seluruh sistem saraf pusat, walaupun pada setiap tempat tidak sama kuatnya. Dosis nonanestesi terutama menekan respon pasca sinaps. Bariturat memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada eksitasi dan inhibisi transmisi sinaptik. Barbiturat bekerja pada seluruh sistem saraf pusat, walaupun pada setiap tempat tidak sama kuatnya. Kapasitas barbiturate membantu kerja GABA sebagian menyerupai kerja benzadiazepin, namun pada dosis tinggi barbiturt menimbulkan depresi sistem saraf pusat yang berat. Berdasarkan masa kerjanya, turunan barbiturate dibagi menjadi 4, yaitu:
1. Turunan barbiturate dengan masa kerja panjang (6 jam atau lebih)
Contohnya : barbiturate, metarbital, fenobarbital
2. Turunan barbiturate dengan masa kerja sedang (3-6 jam)
Contoh :alobarbital, amobarbital, aprobarbital
3. Turunan barbiturate dengan masa kerja pendek (0,5-3 jam)
Contoh : heptabarbital, heksetal
4. Turunan barbiturate dengan masa kerja sangat pendek (<0,5 jam)
Contoh : thiopental, hamital
Thiopental, obat anestesi sistemik turunan tiobarbiturat, mempunyai awal dan masa kerja yang sangat singkat, sehingga dimasukan dalam golongan barbiturate dengan kerja sangat singkat. Thiopental berdifusi sangat cepat keluar dari otak dan jaringan lain yang mendapat aliran darah banyak dan selanjutnya mengalami redistribusi menuju otot bergaris, lemak, dan akhirnya ke seluruh jaringan tubuh. Dengan barbiturate, keseimbangan plasma otak terjadi dengan cepat, karena kelarutan dalam lipid yang tinggi. Thiopental berdifusi sangat cepat keluar dari otak dan jaringan lain yang mendapat aliran darah banyak dan selanjutnya mengalami redistribusi menuju otot bergaris, lemak, dan akhirnya ke seluruh jaringan tubuh. Oleh karena perpindahannya yang cepat dari jaringan otak, maka satu dosis thiopental lama kerjanya sangat pendek.
Metabolisme thiopental jauh lebih lambat bila dibandingkan redistribusinya dan terutama terjadi di hati. Kurang dari 1% dari dosis thiopental yang diberikan mengalami eliminasi dalam bentuk tidak berubah lewat ginjal. Thiopental mengalami metabolisme dengan kecepatan 12%-16% per jam dalam tubuh manusia setelah pemberian dosis tunggal. Dalam dosis tinggi, thiopental menyebabkan tekanan darah arteri, volume sekuncup, dan curah jantung yang efeknya bergantung pada dosis.



Thiopental (pKa = 7,6), mempunyai nilai koefisien partisi lemak/air = 100. dalam plasma darah yang mempunyai pH = 7,4, thiopental terdapat dalam bentuk tidak terionisasi kurang lebih 50%, yang mempunyai kelarutan dalam lemak sangat besar. Thiopental yang berada dalam plasma darah dengan cepat terdistribusi dan dihimpun dalam depo lemek; makin lama makin banyak sehingga kadar obat dalam plasma menurun secara drastic. Untuk mencapai keseimbangan, thiopental yang berada pada jaringan otak masuk kembali ke plasma darah sehingga kadar anestesi tidak tercapai lagi dan efek anestesi seger berakhir (masa kerja obat singkat)
Masa kerja thiopental tidak bergantung pada kecepatan distribusinya. Setelah 3 jam pemberian, kadar thiopental dalam depo lemak 10 kali lebih besar disbanding kadar obat dalam plasma. Dalam lambung tikus, pada pH 1 penyerapannya 46%. Sedangkan pada pH 8 penyerapannya 34%. (Kimia Medisinal, Siswandono MS dan Dr. Bambang Soekardjo, SU.,1995: hlm 10).
Indikasi Pentothal anestesi sebelum pemberian anestesi lain, juga sebagai anestesi tunggal untuk operasi singkat. Kontra indikasi : kehilangan rasa sakit secara sempurna, status asmatikus, porfiria, laten, atau monifes. Hati-hati pada hipertensi sedang, penyakit kardiovaskuler parah, bertambahnya tekanan intrakarnial, asma, miestemia gravis, dan anemia parah. Efek samping dari obat ini dapat berupa depresi pernafasan, depresi otot jantung, artemia jantung, bersin, batuk, bronkostamus, dan laringospasmus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ayo tulis komentar donk