PENGARUH BEBERAPA FAKTOR PADA KOMPOSISI DAN STABILITAS ANTOSIANIN DALAM BLACK CURRANT
Warna makanan selalu menjadi nilai untuk menentukan kualitas. Warna pada makanan dapat mempengaruhi pembeli sehingga tertarik untruk membelinya, selain itu juga dapat menambah selera makan. Mendapatkan warna yang kuat dan stabil dari buah atau buah beri merupakan suatu masalah selama proses dan penyimpanan.Oleh karena itu, sifat kimia dari molekul warna harus dikuasai. Penelitian ilmiah tentang sifat kimia warna, baik teori maupun penerapan, penting dilakukan dalam rangka mengembangkan warna dari produk-produk makanan yang berbeda. Adanya upaya untuk mencegah penggunaan pewarna sintetik dan berpindah ke pewarna alami juga menjadi pendorong meningkatnya penelitian tentang zat kimia dalam pewarna alami. Buah – buahan yang memiliki zat warna alami antara lain: anggur, apel, strawberi, jeruk, dan blackcurrant.
Black currant (Ribes nigrum)
Blackcurrant (Ribes nigrum) adalah spesies dari Ribes berry berasal dari Eropa Utara, Eropa Tengah,dan Asia Utara. Blackcurrant juga dikenal sebagai French cassis.Tanaman blackcurrant berupa semak berukuran kecil, tingginya dapat mencapai 1–2 m.Daunnya lebar, berseling, sederhana, panjangnya 3 – 5 cm, berlobus ( berkeping )serupa telapak tangan dengna 5 lobus, tepi daun bergerigi. Bunganya berdiameter 4 – 6 mm, dengan 5 daun bunga berwarna hijau – kemerahan sampai cokelat.
Pada saat belum berbuah, tanaman ini nampak seperti tanaman redcurrant, perbedaannya adalah bau wangi yang ditimbulkan dari daun dan batangnya. Buahnya merupakan buah berry yang dapat dimakan, berdiameter 1 cm, berwarna ungu tua, kebanaykan berwarna hitam, kulit buahnya mengkilap dan terdapat calyx pada puncak buah, mengandung beberapa biji yang penuh akan nutrien.
Selama Perang Dunia II, banyak buah yang kaya akan vitamin C seperti jeruk menjadi hampir tidak mungkin untuk diperoleh di Kerajaan Inggris. Karena buah beri dari blackcurrant kaya akan vitamin C dan dapat tumbuh di iklim kerajaan itu, pemerintah Inggris menganjurkan penanaman tanaman blackcurrant. Tak lama kemudian penghasilan dari hasil buminya meningkat secara signifikan. Dari tahun 1942, hampir semua orang Inggris memanfaatkan blackcurrant untuk dibuat menjadi sirup dan didistribusikan kepada anak – anak bangsa secara gratis.
Nutrien dan fitokimia
currants, European black, raw
Nutritional value per 100 g (3.5 oz)
Energy 60 kcal 260 kJ
Carbohydrates
15.4 g
Fat
0.4 g
Protein
1.4 g
Thiamine (Vit. B1) 0.05 mg
4%
Riboflavin (Vit. B2) 0.05 mg
3%
Niacin (Vit. B3) 0.3 mg
2%
Pantothenic acid (B5) 0.398 mg 8%
Vitamin B6 0.066 mg
5%
Vitamin C 181 mg
302%
Calcium 55 mg
6%
Iron 1.5 mg
12%
Magnesium 24 mg
6%
Phosphorus 59 mg
8%
Potassium 322 mg
7%
Zinc 0.27 mg
3%
Percentages are relative to US
recommendations for adults.
Source: USDA Nutrient database
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa kandungan tertinggi blackcurrant adalah vitamin C, yaitu 302 % per 100 gram.
Polifenol ( antosianin ) dalam buah blackcurrant telah diteliti berpotensi untuk menghambat mekanisme inflamasi yang diperkirakan menjadi awal dari penyakit jantung, kanker, infeksi mikroba, atau penyakit saraf seperti Alzheimer. Sebagian besar antosianin dalam blackcurrant adalah delphinidin-3-O-glucoside, delphinidin-3-O-rutinoside, cyanidin-3-O-glucoside, dan cyanidin-3-O-rutinoside. Senyawa – senyawa ini selalu ada dalam blackcurrant. Minyak biji blackcurrant juga kaya akan nutrien, terutama gamma-linolenic acid (GLA), yang merupakan suatu asam lemak esensial. Di Inggris, minuman penyegar dari blackcurrant sering dicampur dengan minuman dari buah apel untuk membuat suatu minuman yang disebut Cider & Black. Penambahan sedikit jus blackcurrant juga dapat meningkatkan rasa dari minuman bir. Jepang mengimpor blackcurrant dari New Zealand untuk digunakan sebagai suplemen diet, makanan ringan, dan digunakan untuk membuat selai, jeli, dan manisan. Di Rusia, daun tanaman blackcurrant sering digunakan untuk penambah rasa pada teh. Daun tanaman blackcurrant atau buahnya dapat menambah rasa manis vodka.
Buah blackcurrant memiliki rasa manis yang tajam dan istimewa, terkenal untuk membuat selai, jeli, dan es krim. Di Inggris, Eropa, dan negara – negara persekutuan, beberapa tipe dari kue atau manisan memakai blackcurrant. Sirup blackcurrant dicampur dengan minuman anggur putih disebut ” Kir ”, atau ” Kir Royal ” jika dicampur dengan champagne. Blackcurrant juga digunakan dalam makanan atau masakan.
ANTOSIANIN
Antosianin merupakan zat warna alami yang tersebar secara luas di alam. Antosian termasuk dalam golongan flavonoid. Secara umum, antosian memberikan warna merah, ungu dan biru pada beberapa bunga, buah dan sayuran. Dalam tanaman, antosian dapat ditemukan hampir di seluruh bagian misalnya kulit buah, mahkota bunga, dan akar.
Zat warna antosian bersifat sangat tidak stabil dan mudah terdegradasi. Stabilitas antosian dipengaruhi oleh pH, suhu penyimpanan, cahaya, enzim, oksigenasi, perbedaan struktur dalam antosian dan konsentrasi dari antosian. Walaupun demikian zat warna alam tetap menjadi pilihan untuk pewarnaan pada berbagai produk.
Gambar 3. Struktur kation flavilium (antosianidin)
Berdasarkan strukturnya, antosian merupakan polihidroksi glikosilat dan derivat polimetoksi dari kation 2-fenilbenzopirilium, yaitu kation flavilium. Antosianin berada dalam bentuk glikosida yang bila dipecah akan menghasilkan gula dan antosianidin sebagai aglikonnya. Bagian terpenting dari glikosida antosianin adalah aglikon antosianidin (kation flavilium) yang mengandung ikatan rangkap terkonjugasi sehingga dapat diserap pada panjang gelombang 500 nm. Oleh karena itu, senyawa ini dapat ditangkap oleh mata sebagai warna.
Berbagai jenis antosian telah ditemukan di alam. Perbedaan stuktur dan gula yang membentuk glikosida memberikan keragaman jenis pada antosian. Tetapi hanya terdapat enam jenis amtosianidin yang paling umum digunakan, yaitu pelargonidin, sianidin, peonidin, delpinidin, malvidin dan petunidin. Aglikon-aglikon tersebut dibedakan oleh jumlah gugus hidroksi dan metoksi yang menempel pada cincin B kation flavilium.
Gambar 4. Struktur antosianidin yang banyak digunakan
Pelargonidin (5,7,4’ trihidroksi flavilium) memberikan warna jingga. Sianidin atau 5,7,3’,4’ tetrahidroksi flavilium tampak sebagai warna merah jingga. 3’-metoksi 5,7,4’-trihidroksi flavilium atau peonidin memberikan warna merah. 5,7,3’,4’,5’ pentahidroksi flavilium (delpinidin) berwarna merah kebiru-biruan. Warna merah kebiru-biruan juga dihasilkan oleh malvidin (4’,5’ dimetoksi -5,7,4’ trihidroksi flavilium) dan petunidin (5’ metoksi -5,7,3’,4’ tetrahidroksi flavilium).
Antosian larut dan stabil dalam air karena merupakan suatu glikosida. Dalam bentuk glikosida, antosian dibedakan berdasarkan jenis gula yang menempel pada antosianidin atau aglikonnya. Gula yang paling umum terikat pada aglikon antosianidin antara lain: monosakarida (glukosa, ramnosa, galaktosa, arabinosa dan ksilosa), disakarida dan trisakarida. Contoh gula di- dan trisakarida yang paling sering ditemukan sebagai antosian adalah rutinose, soforose, sambubiose, dan glucorotinose.
Gambar 5. Gula yang umum menempel pada antosianidin
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
1. Pengaruh pH terhadap kestabilan antosianin
Antosianin lebih stabil dalam media asam ( pH rendah ) daripada media basa. Namun, antosianin dapat digunakan untuk menampilkan berbagai variasi warna dalam range pH 1 – 14. Ion – ion dalam antosianin memungkinkan terjadinya perubahan struktur molekul tergantung besarnya pH, menghasilkan warna dan corak yang berbeda pada nilai pH yang berbeda.
Gambar 6. Pengaruh pH terhadap stabilitas antosianin
Dalam media air asam, antosianin berada dalam empat jenis kesetimbangan, yaitu quinonoidal base A, flavylium cation AH+, carbinol atau pseudobase B, dan chalcone C. Pada media yang sangat asam ( pH 5 ), flavylium cation yang berwarna merah merupakan satu – satunya jenis kesetimbangan yang paling dominan. Bentuk ini merupakan bentuk yang paling stabil dan paling berwarna. Penambahan pH akan mengurangi warna dan konsentrasi dari flavylium cation karena terhidrasi oleh serangan nukleofilik dari air menjadi bentuk carbinol yang tidak berwarna. Bentuk carbinol telah kehilanagn double bond terkonjugasi antara cincin A dan B, sehingga tidak dapat mengabsorpsi cahaya visibel. Selain itu, terjadi kehilangan proton dari flavylium cation karena perubahan pH yang lebih tinggi, dan menjadi bentuk quinonoidal. Pada saat pH semakin tinggi, bentuk carbinol akan menjadi chalcone yang tidak berwarna dengan cara membuka cincin.
Jika pH media tidak menguntungkan bagi bentuk flavylium cation, maka warna akan hilang. Ada beberapa cara untuk mempengaruhi stabilitas warna dari bentuk flavylium cation secara in vivo atau dalam produk makanan pada nilai pH mendekati netral. Warna pada media basa juga dapat kembali dengan mengubah pH menjadi asam kembali. Pada kasus ini bentuk kesetimbangan antosianin bergeser kembali ke kesetimbangan di mana warna merah dari bentuk flavylium cation kembali dominan. Namun, jika nilai pH terlalu tinggi dan ion tak stabil dari chalcone telah siap terbentuk, revitalisasi warna tersebut tidak dapat terjadi.
2. Pengaruh suhu terhadap stabilitas antosianin
Degradasi anthosianin juga dipengaruhi oleh suhu/thermal. Suhu yang terlalu tinggi dapat menaikkan degradasi anthosianin.
Keberadaan temperatur dan pH saling memiliki keterkaitan. Temperatur naik pada pH 2-4. Naiknya temperatur tersebut dapat menginduksi rusaknya struktur dengan mekanisme terjadinya hidrolisis pada ikatan glikosidik sehingga struktur akan kehilangan glycosil moieties dari struktur anthosian. Menurut sumber lain yang kami dapatkan, mekanisme hidrolisis pada cincin pirilium (struktur chalkon), adalah yang bertanggung jawab terhadap perubahan warna menjadi coklat pada produk makanan yang mengandung anthosianin. Oleh sebab itu temperatur yang tinggi dapat menyebabkan colorant pada anthosian menjadi tidak stabil.
Dari suatu sumber dijelaskan bahwa dalam bentuk aglikon zat warna anthosian lebih tidak stabil dibanding dengan bentuk glikosidanya.
Thermal degradasi mengikuti kinetika orde satu. Temperatur yang tinggi dan pH yang tinggi tadi menyebabkan degradasi anthosian yang menghasilkan produk berupa 3 derivat asam benzoat juga suatu tribenzaldehida sebagai produk akhir degradasi. Tetapi tidak semua naiknya temperatur menyebabkan efek negatif bagi anthosianin. Temperatur juga punya efek positif perhadap pembentukan anthosianin tertentu.
Black currant merupakan buah / tumbuhan yang mengandung pigmen anthosianin di dalamnya. Kandungan itu antara lain cyanidin-3-rutinosida, cyanidin, dan delphinidine rutinosida. Berdasarkan penelitian dari jurnal tentang pengaruh faktor yang bervariasi terhadap komposisi dan stabilitas dari anthosianin dalam black currant, setelah dilakukan penyimpanan selama 6 bulan dengan suhu 20o C kandungan asli berupa monomer anthosianin masih terdapat 50 %.
Ekstraksi
Proses ekstraksi dan pengeringan pigmen dalam black currant juga melibatkan thermal. Ekstraksi digunakan Frezee Dryer. Pigmen diisolasi dari bentuk beku (-28o C), untuk menghindari terjadinya degradasi lebih dahulu. Sebelumnya black currant diekstaksi dengan air asam yang panas (dengan 0,2 % asam sitrat) selama 3 jam pada suhu 60o C. Kemudian baru diisolasi dari bentuk beku dengan frezee dryer.
Berdasarkan jurnal, untuk mengetahui pengaruh temperatur dan waktu pemanasan terhadap kestabilan dan ketersediaan zat warna anthosianin pada black currant dilakukan percobaan dengan membuat sampel berupa larutan berair dari pewarna kering yang dilarutkan dan ekstrak air. Kemudian keduanya dipanaskan pada suhu 75o C, 85o C, dan 95o C selama 150 menit. Dari perlakuan tersebut didapatkan hasil :
• Pada pemanasan 75o C tidak mempengaruhi stabilitas dan penurunan kandungan anthosian tidak terjadi secara signifikan.
• Pada pemanasan 85o C Terdapat penurunan 20 % intensitas warna dari kedua sample.
• Pada pemanasan 95o C terjadi penurunan intensitas warna pada air ekstrak 53 %, larutan berair 45 %.
Dari analisis kuantitatif dengan HPLC diketahui rata-rata reduksi setelah 150 menit pemanasan dengan 95o C adalah sekitar 35 % dengan perincian, 53 % reduksi ditunjukkan oleh peak cyd-3-glu, 52% oleh delphinidine-3-rutinose, dan 63% reduksi ditunjukkan oleh peak delphinidine-3-glukoside.
Kurva 1. Pengaruh pemansaan suhu 95o C terhadap zat warna dalam black currant
Dari penelitian tersebut pengaruh thermal terhadap pigmen anthosianin pada black currant tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa, cyanidin-3-rutinoside adalah yang paling stabil terhadap efek pemanasan sampai dengan suhu 95o C. Sedangkan cyanidin dan delphinidin rutinoside merupakan anthosianin yang stabil pada penyimpanan selama 12 bulan pada suhu 8o C.
3. Pengaruh Cahaya terhadap Antosianin
Efek pencahayaan pada antosianin bekerja dengan dua arah. Pada satu sisi Cahaya sangat diperlukan dalam biosintesis Antosianin tetapi juga berpengaruh terhadap degradasinya. Antosianin dapat lebih lama menyimpan warnanya dengan baik dalam keadaan gelap, perbedaanya dapat dilihat setelah 24 jam, mendapat pencahayaan banyak dibandingkan dengan yang disimpan dalam ruang gelap, pada keduanya disimpan pada suhu ruang dan pH 2,3. Warna antosian dari minuman anggur berkarbonasi hanya kehilangan 30% jika disimpan dalam keadaan gelap, sedangkan jika disimpan dengan paparan matahari langsung kehilangan 50% pigmennya, sedangkan disisi lain semua kondisi penyimpanan sama. Semua antosianin yang kuat hilang 70% setelah observasi dibawah sinar fluoresensi dengan memperbaiki sedikit temperature penyimpanan.
Berikut ini adalah prosentase dari hasil penelitian terhadap 4 species Berbery (mempunyai kandungan antosianin), terkait dengan destruksi antosianin terhadap pengaruh penyinaran.
Nama Species Dengan penyinaran Tanpa penyinaran
B integerrima 79,04% 72,06%
B vulgaris 85,22% 59,22%
B khorasanika 26,4% 21,23%
B orthobotrys 96,61% 75,24%
Data diatas merupakan hasil penelitian selama 84 hari, pada pH 2 dan suhu 520C.
Penelitian lain menyebutkan tentang pengaruh penyinaran terhadap stabilitas antosianin pada jus anggur dan menunjukkan hasil bahwa paparan sinar pada pigmen akan mempercepat destruksinya. Penelitian ini menunjukkan setelah jus ditempatkan dalam gelap selama 135 hari pada suhu 200o C; hampir 30% antosianin terdistruksi. Sedangkan jika sampel yang sama ditempatkan pada suhu yang sama dengan periode penyimpanan yang sama namun dengan menghadirkan sinar maka sinar tersebut mendestruksi lebih dari 50% dari antosianin total.
4. Pengaruh gula terhadap stabilitas antosianin
Gula, termasuk semua produk degradasinya, dapat menurunkan stabilitas antosianin. Furfural, salah satu produk degradasi gula yang berasal dari dehidrasi gula yang memiliki lima rantai karbon, ditemukan lebih sering menyebabkan deteriorasi (pemburukan warna) pigmen antosianin dibandingkan hidroksi metilfurfural. Selain itu, dari beberapa jenis gula yang telah diujikan (sukrosa, fructose, glukosa, dan xylosa), ternyata dapat meningkatkan degradasi antosianin dengan mekanisme yang sama, yakni berformasi membentuk polimer pigment dan browning (pencoklatan).
Penambahan aspartame dan sukrosa sebanyak 10% dan 20% dapat mereduksi termostabilitas antosianin, meskipun dengan penambahan sampai 40% ternyata justru memberikan efek yang positif terhadap stabilitas antosianin. Demikian halnya dengan penambahan fruktosa, ternyata berefek mengurangi termostabilitas antosianin secara linier.
Namun penambahan gula (sukrosa) sebesar 20% ternyata dapat melindungi antosianin dari degradasi, browning, dan konformasi polimer pigmen. Dalam hal ini, ketika antosianin disimpan dalam keadaan beku. Diduga mekanisme proteksi ini melalui jalur inhibisi reaksi enzimatis, atau dengan jalan menghalangi adanya perbedaan kondensasi sukrosa. Namun efek ini akan menurun seiring makin bertambahnya konsentrasi sukrosa.
DAFTAR PUSTAKA
Laleh, G.H., Frydoonfar, H., Heidary, R., Jemeei, R., Zare, S., 2006, The Effect of Light, pH, and Species on Stability of Anthocyanin Pigments in Four Berries Species, Pakistan Journal of Nutrition 5 (1): 90-92, Pakistan
Nikkhah, E., Khayamy, M., Heidari, R., Jamee, R., 2007, Effect of Sugar Treatment on Stability of Anthocyanin Pigments in Berries, Journal of Biological Sciences 7 (8): 1412-1417, Urmia University, Iran.
Rein, Maarit, 2005, Copigmentation Reaction and Color Stability of Berry Anthocyanins, Academic Dessertation, Departement of Applied Chemistry and Microbiology Food Chemistry Division, University of Helsinki, Finlandia
Rubinskiene, M., Viskelis, P., Jasutiene, R., Viskeliene, R., Bobinas, C., 2005, Impact of Various Factors on the Compotition and Stability of Black currant Anthocyanins, Food Research International 38, 867-871, Lithuan
Selasa, 02 Maret 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ayo tulis komentar donk