STABILITAS 3 ZAT WARNA BIRU ALAMI YANG DIGUNAKAN PADA INDUSTRI TEKSTIL DAN MAKANAN TERHADAP CAHAYA DAN PANAS
I. Pendahuluan
Perhatian konsumen terhadap keamanan pewarna sintesis meningkatkan penggunaan zat warna alami. Pewarna biru dapat dipakai dalam jangka panjang, mengakibatkan adanya peningkatan penggunaan warna biru alami, khususnya pada industri makanan dan minuman. Penggunaan pewarna makanan perlu diketahui kestabilan dengan mengetahui proses degradasinya, dalam optimasi produksi, pengemasan dan penyimpanan dalam pewarnaan makanan.Seperti kestabilan terhadap panas dan sinar sebuah pewarna alami biru- yaitu gardenia blue, pycocianin dan indigo-baru dilakukan studi untuk solusi pewarnaan
II. Deskripsi Tanaman Penghasil Zat Warna Biru Alami
1. Indigo
Klasifikasi
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Fabales
Suku : Fabaceae
Genus :Indigofera
Jenis : Indigofera tinctoria
Tarum (dari bahasa Sunda), nila, atau indigo (Indigofera, suku polong-polongan atau Fabaceae) merupakan tumbuhan penghasil warna biru alami. Marga Indigofera (tanaman nila) yang besar (kira-kira 700 jenis) tersebar di seluruh wilayah tropika dan subtropika di Asia, Afrika dan Amerika sebagian besar jenisnya tumbuh di Afrika dan Himalaya bagian selatan. Tanaman Indigofera mengandung glukosida indikan. Warna biru indigo diperoleh dari rendaman daun (dalam jumlah banyak). Warna biru dihasilkan dari perendaman daun selama semalam. Setelah semalam akan terbentuk lapisan di atas yang berwarna hijau atau biru. Cairan ini lalu direbus, lalu dijemur hingga kering. Sebagai tanaman penghasil pewarna, indigofera ditanam di dataran tinggi dan sebagai tanaman sekunder ditanah sawah. Lahan sebaiknya berdainase cukup baik. Jika digunakan sebagai tanaman penutup tanah, Indigofera hanya dapat ditanam di kebun dengan sedikit naungan atau tanpa naungan. Jenis ini menyenangi iklim yang panas dan lembab dengan curah hujan tidak kurang dari 1.750 mm/tahun. Tanaman ini mampu bertahan terhadap pengenangan selama 2 bulan. Prekursor indigo dalam tanaman adalah indoksil, menghasilkan glukosida indican, ester isatin B, dimana setelah kedua ekstraksi dan modifikasi kimia komplek dari pewarna indigo.
2. Gardenia
Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Rubiales
Suku : Rubiaceae
Marga :Gardenia
Jenis : Gardenia jasminoides Ellis.
Gardenia biru dihasilkan dari ekstraksi buah Gardenia jasminoides yang terdiri dari warna glikosida iridoid geniposide dan gerdenoside yang memberikan kenaikan dan formasi warna biru normal. Setelah ekstraksi, geniposide terhidrolisis dengan B-glukosidase menjadi glukosa dan genipin, dengan mentransformasi pigmen biru dalam reaksi dengan asam amino, glisin dan lisin.Gardenia merupakan salah satu sumber pewarna biru yang berasal dari alam. Hasil penapisan fitokimia menunjukkan daun mengandung flavonoid, saponin, tanin galat, dan steroid/triterpenoid. Selain sebagai zat warna tanaman ini juga berkhasiat berkhasiat sebagai obat sariawan, obat demam, obat sesak nafas dan obat tekanan darah tinggi.
3. Phycocyanin
Klasifikasi
Domain : Bacteria
Phylum : Cyanobacteria
Class : Chroobacteria
Order : Oscillatoriales
Family : Phormidiaceae
Genus : Arthrospira
Species : Spirulina platensis
Spirulina adalah salah satu jenis alga hijau biru, seringkali ditemukan pada air payau yang bersifat alkalis. Spirulina merupakan tumbuhan air mikroalga (Cyanobacteria) berbentuk spiral, bersel satu yang telah ada sejak 3.5 milyar tahun yang lalu, dan telah dikonsumsi oleh suku Aztec kuno di Mexico sejak 5 abad yang lalu. Alga S.platensis berbentuk spiral dan memiliki sel yang tipis serta tidak berselaput inti. Sel S.platensis mengandung kloroplas, kromatophora dan pigmen yang tersebar dalam sitoplasma. Jenis alga S.platensis yang berukuran kecil mempunyai diameter sel 1-3 mikron dengan sitoplasma homogen. Spirulina berwarna hijau gelap. Warna ini disebabkan oleh kombinasi chlorophyll (hijau), phycocyanin (biru) dan carotenoids (orange). Warna-warna yang berlainan ini menyerap tenaga yang berlainan dari cahaya matahari.
III. Stabilitas Zat Warna Alami Biru Terhadap Cahaya
Tiga warna biru (Gardenia biru, phycocyanin, dan indigo) memilki panjang gelombang maksimum 313 nm dan 600 nm.
A. Gardenia Biru
Gardenia biru telah ditemukan stabil pada temperature sampai dengan 800C pada kelarutan air pH 3,5 dan 7. Jika terkena cahaya tampak dari 3x105 lux selama 24 jam mengakibatkan kira-kira 50% yang terdegradasi pada kelarutan air.
Jumlah gardenia yang terdegradasi oleh cahaya dengan intensitas yang tinggi akan bergantung pada jumlah asam amino yang digunakan untuk menyusun warna biru pada gardenia tersebut. Pada umumnya gardenia biru tetap bisa stabil walaupun terkena paparan cahaya yang lebih rendah daripada seperti yang ada di supermarket (lebih kurang 1500 Lux).
B. Phycocianin
Phycocianin diketahui menjadi tidak stabil pada pemanasan dan pencahayaan di kelarutan air. Jika terkena cahaya tampak dari 3x105 lux selama 24 jam di kelarutan air pada pH 5 dan 7 menyebabkan 80% bagiannya terdegradasi.
C. Indigo
Indigo ditemukan menjadi stabil pada rantai media triglyceril oil untuk temperatur sampai 900C. Namun untuk degradasi warna sekitar 70% setelah 5 jam terpapar 3x105 lux, sesuai dengan jumlah hasil dari 1,8x10-4 mol Einstein-1 untuk sinar visible dan 1,4x102 mol Einstein-1 untuk UV, sebagai determinasi untuk sinar monokromatik 600nm dan 313 nm. Indigo. menghasilkan fotodegradasi yang banyak pada sinar monokromatik di daerah UV (313 nm) dan daerah visibel (600 nm).
Penggunaan cahaya yang intensif, akan menyebabkan pemendaran yang besar pada indigo dengan cahaya monokromatik pada panjang gelombang 313 nm dan 600 nm. Pemakaian sinar visibel pada indigo lebih baik dibandingkan sinar UV, hal ini ditandai dengan terjadinya peningkatan degradasi pada rentang sinar UV kira-kira 100 kali. Hal ini menunjukkan pentingnya perlindungann produk yang menggunakan indigo dari sinar UV.
Indigo sangat sensitif terhadap cahaya dan akan memudar dengan cepat jika digunakan sebagai pewarna makanan. Indigo juga lebih sensitif terhadap degradasi cahaya dibandingkan karotenoid yang terkenal secara umum sensitif terhadap cahaya.
Untuk mengetahui sensitivitas zat warna seperti yang terdapat di pasaran terhadap cahaya, maka dilakukan percobaan dengan memberi paparan sinar xenon dengan intensitas yang tinggi pada larutan uji (zat warna) tersebut. Proses degradasi diukur secara spektrofotometri dimana hasilnya indigo yang paling sensitif terhadap cahaya
IV. Stabilitas Zat Warna Alami Biru terhadap pH
Gardenia biru telah ditemukan stabil pada kelarutan air pH 3,5 dan 7. Pikosianin tidak larut pada kelarutan asam (pH 3) dan terdenaturasi pada temperatur diatas 450C pada pH 5 dan 7. Yang mengarah pada perubahan warna. Terkena cahaya tampak dari 3x105 lux selama 24 jam di kelarutan air pada pH 5 dan 7 menyebabkan 80% terdegradasi.
Untuk puncak absorbsi gardenia biru tidak tergantung pada pH ( pada pH 3, 5 dan 7 ), dengan panjang gelombang maksimum ( λmaks ) 596 nm. Tetapi absorbsi maksimumnya ditentukan oleh asam amino yang digunakan untuk membentuk warna biru pada gardenia, berada pada kisaran panjang gelombang antara 580 nm sampai 597 nm
Spektrum dari pikosianin dipengaruhi oleh pH dan panjang gelombang maksimumnya pada 616 nm dan 620 nm terutama untuk pH 5 dan 7. Variasi nilai λmaks dari pikosianin tergantung pada pH dan untuk perbandingan 620 nm/280 nm menyatakan bahwa pikosianin adalah senyawa yang tidak stabil dan variasi komposisinya mungkin tergantung pada sumber, metode produksi dan bahan – bahan tambahannya.
Nilai konstan pada semua nilai pH ditingkatkan dengan temperatur, menunjukkan peningkatan degradasi pada temperatur yang ditinggikan. Pada pH 7, degradasi dan nilai k ditemukan lebih tinggi daripada di dalam larutan asam. Nilai konstan yang ditentukan pada PH 5 & PH 3 tidak berbeda signifikan, dan itu mungkin bisa disimpulkan bahwa degradasi dipercepat dalam larutan netral. Selain itu, pada PH 7 gardenia biru mempunyai energi aktivasi tertinggi, Ea, karena ditentukan dari ketergantungan temperature dari degradasi. Dan Ea ditemukan untuk pengurangan dengan meningkatkan keasaman. Oleh karena itu, temperature yang ditinggikan kurang penting untuk produk-produk yang mengandung asam.
Larutan gardenia biru pada pH 5 menunjukkan proses degradasi yang lebih lemah daripada pada pH 7 dan pH 3, dan pada kondisi yang lebih asam akan memicu timbulnya proses degradasi. Larutan tersebut akan berubah warna menjadi biru keabu-abuan setelah dipaparkan pada cahaya selama 24 jam pada kisaran pH 3. Proses degradasi gardenia yang dipicu oleh cahaya ini tergantung dari jumlah asam amino yang digunakan untuk menyusun warna biru tersebut.
Pikosianin diketahui lebih stabil pada pH 5 daripada berada dalam pH 7, dimana hanya terjadi proses dekolorisasi atau proses pengotoran warna yang sangat sedikit pada sampel pikosianin yang diamati selama 6 jam.
Meskipun stabilitasnya rendah terhadap panas dan cahaya, dapat disimpulakan phycosianin menjadi lebih fleksibel /berguna diantara ketiga zat wana biru makanan tersebut karena memperlihatkan warna biru yang cemerlang pada permen karet jeli, dan lapisan peren lembut.
V. Kegunaan Zat Warna Biru
Penggunaan warna biru alami, khususnya pada industri makanan dan minuman.Penggunaan pewarna makanan perlu diketahui kestabilan dengan mengetahui proses degradasinya, dalam optimasi produksi, pengemasan dan penyimpanan dalam pewarnaan makanan. Seperti kestabilan terhadap panas dan sinar sebuah pewarna alami biru- yaitu gardenia blue, pycocianin dan indigo-baru dilakukan studi untuk solusi pewarnaan.
Gardenia biru sekarang digunakan sebagai pewarna alami makanan di cina dan korea. Gardenia biru ditemukan dalam penambahan warna biru laut ke minuman ringan, terlihat biru kehijauan pada permen karet jeli, permen yang keras, dan ditengah lapisan gula. Semua pewarnaan dengan gardenia biru menunjukkan stabilitas warna yang bagus ketika diuji dengan degradasi warna yang dipercepat.
Phycocyanin diaplikasikan dalam bentuk produk perawatan yang mempunyai efek fungsional, digunakan dalam pewarnaan di China. Pikosianin memperlihatkan warna biru terang pada permen karet jeli dan lapisan gula, tetapi ini ditemukan untuk denaturasi pada permen yang keras dan tidak dapat larut pada media minuman ringan karena pH rendah. Pewarnaan permen karet jeli dengan pikosianin tidak apa-apa, ini mungkin disebabkan penyelubungan warna dengan matriks gelatin. Pewarnaan permen karet jeli dengan pikosianin menjadi berubah warna ketika dibiarkan tak terlindung sampai 3 x 105 lux selama 24 jam. Pewarnaan pikosianin ditambahkan pada gom arab dimana warna yang terlarut sedikit.
Indigo alami adalah pewarna tertua yang terkenal, digunakan sebagai bahan pencelup tekstil dan kosmetik dari antiquity (meski tidak digunakna sebagai pewarna makanan). Indigo jarang digunakan dalam makanan dan minuman karena kelarutannya rendah. Pewarna ini dapat digunakan untuk pewarnaan pada tengah lapisan coklat gula, yang juga digunakan untuk pewarnaan kain drill yang seperti warna biru.
VI. Bahan dan Metode Penelitian
A. Bahan yang digunakan
1. Larutan gardenia blue dalam air, Marine Blue-WS
2. Serbuk phycocyanin mengandung 10% phycocyanin dari Spirulina platensis dan 90% gom arabica.
3. Serbuk indigo “36000-A/B/C/D Indigo”
4. MCT-oil (Medium-chain-triglyceride oil)
5. Purified water
B. Metode yang digunakan
Metode yang sering digunakan dalam pembuatannya adalah sebagai berikut:
1. Pembuatan preparat larutan zat warna
Yang dilakukan pertama kali adalah pemberian larutan bufer asam sitrat-Na2HPO4 hingga pH 3, 5, dan 7 pada larutan gardenia blue. Konsentrasi zat warna yang dibutuhkan kira-kira 1,3 mg/ml untuk mencapai nilai absorbansi 0,8-1,0 pada λ maksimum 596 nm. Selanjutnya larutan disimpan pada suhu 5°C, dapat digunakan sampai 5 hari, gojok dahulu sebelum digunakan. Sedangkan larutan bufer asam sitrat-Na2HPO4 hingga pH 5 dan 7 diberikan untuk larutan phycocianin. Konsentrasi zat warna yang dibutuhkan sekitar 3,6 mg/ml untuk mencapai nilai absorban 0,8-1,2 pada λ maksimum 616 dan 620nm. Terakhir larutan disimpan pada suhu 5°C, dapat digunakan sampai 3 hari. Konsentrasi phycosianin dihitung berdasarkan konsentrasi phycosianin murni pada serbuk (10%).
Selanjutnya sebanyak 160 mg indigo dilarutkan dalam 400 ml MCT-oil dengan menggunakan ultrasound pada 50°C selama 4 jam. Larutan ditempatkan pada tempat gelap selama 7 hari untuk mengendapkan jumlah indigo yang berlebih. Saat nilai absorbansi konstan pada λ maks 604nm, larutan disaring menggunakan corong. Konsentrasi dihitung dengan metode spektrofotometri pada λ 604 nm menggunakan =8,5x L/mol cm. Larutan baku dari indigo sebaiknya disimpan di tempat gelap pada temperatur kamar untuk digunakan selama penelitian.
2. Degradasi thermal
Degradasi thermal untuk menghitung waktu paruh yang diukur dengan parameter suhu. Hal ini bisa diukur dengan metode spektrofotometri. Sampel dipanaskan pada waterbath pada temperatur yang dikehendaki. Degradasi gardenia blue terjadi pada temperatur 60, 70, dan 80°C selama 8-48 jam, sedangkan degradasi phycocyanin pada 45, 50, dan 55°C selama 5 jam. Degradasi dari indigo pada 90°C selama 5 hari. Perubahan absorbansi dimonitor pada setiap interval tertentu pada λmaks di daerah visible, untuk gardenia blue pada 596 nm, phycocyanin pada 612-620nm (tergantung pH larutan), dan indigo pada 604 nm.
3. Degradasi fotokimia
Degradasi fitokimia diukur dengan memberi radiasi zat warna dengan cahaya monokromatik pada 313nm dan 600nm dalam percobaan yang terpisah. Tingkat fotodegradasi diamati pada setiap interval tertentu dengan metode pengukuran spektofotometri menggunakan spektofotometer Cary Varian 219 pada λmax. Untuk percobaan pada 313nm, 5,0 ml larutan dimasukkan dalam kuvet ukuran 2cm. Larutan tersebut dipaparkan cahaya monokromatik dari lampu Hg tekanan tinggi 100/2 yang merupakan bagian dari deretan optik, yang termasuk di dalamnya sebuah kondensor cahaya, filter panas, interference filter, shutter yang tersambung pada timer elektronik, dan lensa yang memfokuskan cahaya kedalam thermostat (25,0+0,5˚C) sel holder.
Untuk percobaan pada 600nm, 3.0ml larutan dimasukkan dalam kuvet ukuran 1cm. Larutan tersebut dipaparkan cahaya monokromatik dari lampu Visilight Xenon 300F, dengan monokromator dan fokus ke dalam cuvette di dalam dioda spektofotometer untuk pengukuran spektra pada jarak yang diinginkan. Intensitas cahaya ditentukan oleh ferrioxalate actinometry (313nm) berdasarkan metode Hatchard and Parker atau oleh Reinecke salt actinometry (600nm) berdasarkan pada metode Wegner and Adamson.
4. Degradasi akselerasi cahaya
Degradasi akselerasi cahaya dari larutan zat warna dilakukan menggunakan SUNTEST CPS dan light cabinet yang dilengkapi dengan lampu xenon dihubungkan dengan pendingin berventilasi YETI PLUS. Intersitas cahaya 480 W/m2, sama dengan 328.000 lux. Degradasi mengikuti interval yang tetap dengan pengukuran spektrofotometri menggunakan Hewlet-Packard HP 8453 spektofotometer.
Selasa, 02 Maret 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Terimakasih Atas Jawabannya, Rita Riata's.....
BalasHapus