Botani
Genus Valeriana termasuk Valerianaceae dan terdiri dari 230 spesies. Mayoritas mewakili dari genus ini didistribusi dalam daerah beriklim sedang pada zaman purba, tetapi juga terdapat di Amerika Selatan dan Tengah. Monograf ini akan fokus pada tiga spesies paling penting yang mempunyai peranan penting dalan pengobatan herbal : Valeriana officinalis L. s.l., V. wallichii DC. dan V. edulis Nutt. ssp. procera F.G. Meyer.
V. officinalis L. s.l. (valerian) tertera dalam Pharmacopoeia European. Di Eropa spesies ini dikultivasi dalam skala besar untuk preparasi farmasetika, disiapkan dari akar dan rimpangnya. 5 subspesies terkenal dalam spesies : V. sambucifolia, V. procurrens, V. collina, V. exaltata, dan V. pratensis. Subspesies yang berbeda secara morfologi dan sitologi, sama baiknya dalam area distribusinya. Sinonim untuk V. officinalis L. adalah V. alternifolia, V. excelsa Poir., dan V. sylvestris Grosch.
V. wallichii DC (syn. V. jatamansi Jones), merupakan valerian India atau Pakistan, tertera dalam Indian Pharmacopeia. Ini dikoleksi di Pegunungan Himalaya.
V. edulis (syn. V. mexicana DC.) berasal dari Amerika Tengah dan didiskripsikan dalam Mexican Pharmacopeia.
Kandungan Kimiawi
Akar dan rimpang dari tiga kegunaan medisinal spesies Valeriana memperlihatkan perbedaan-perbedaan besar dengan memperhatikan konstituennya. Akar dan rimpang kering V. officinalis terdapat 0.5-2.0 % (b/v) minyak atsiri, dimana merupakan mono dan seskuiterpen. Lebih dari 150 senyawa telah ditemukan dalam minyak lebih jauh. Mereka termasuk asiklik, monosiklik dan bisiklik hidrokarbon, demikian juga dengan derivat oksigen, seperti alkohol, aldehid, keton, fenol, oksida dan ester. Komposisi minyak dipengaruhi lebih tinggi oleh sumber materi tanaman itu sendiri (genotip, tanah dan iklim), dan oleh metode isolasi minyak (dari bahan segar atau kering, dengan ekstraksi atau destilasi). Berdasarkan dalam prinsip komponen minyak, 4 kemotipe yang terkenal dalam spesies V. officinalis : valeronone, valerianol, cryptofauronol dan tipe-tipe valerenal.
Minyak esensial dari V. Wallichii (0,1-0,9%) kandungan terbesarnya alkohol yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yaitu alkohol seskuiterpen dan maliol. V. Edulis hampir tidak mengandung suatu minyak esensial. Kandungan minyak menguap tersebut dihasilkan dari destilasi akar tanaman yang kandungan terbesarnya valeric, isovaleric dan asam hydroxyvaleric, juga beberapa produk pemisahan lainnya yang dibentuk dari pemanasan valepotriates.
V. officinalis dan V. wallichii mempunyai beberapa kandungan yang sama dengan spesies valerian dari Jepang. Kandungannya valeranone (jatamansone), faurinone, kessan, kessyl asetat, cryptofauronol, fauronyl asetat, maaliol dan alkohol yang berasal dari tumbuhan. Semuanya itu dapat ditemukan kandungan terpen total pada spesies valerian dari Jepang 2-25 kali lebih tinggi dibanding spesies dari Eropa.
Pada tahun 1960an, Thies dan asistennya telah mengisolasi kelompok baru dari produk natural yang berasal dari bagian tanaman yang terdapat di bawah tanah V. Wallichii dan kandungannya adalah valepotriates. Valepotriates merupakan polyalkohol triester dengan struktur idiroid dan mempunyai gugus epoxy ( valeriana-epoxy-triester). Perbedaan ditemukan pada banyaknya gugus hidroksil, tipe gugus esternya dan derjat saturasinya. Hasil dehidrasi atau esterifikasi dari fungsi alkohol yang bervariasi, spesies yang membutuhkan valepotriates akan dihasilkan.berdasarkan struktur kimianya, valepotriates dibagi menjadi dua kelompok : tipe diena (meliputi valtrate, isovaltrate dan acevaltrate) dan tipe monoena (meliputi didrovaltrate dan isovaleroxyhydroxydidrovaltrate (IVHD)).
Valepotriates merupakan kandungan yang tidak stabil; valepotriates mudah menguap dan terurai/rusak dalam suasana asam atau basa juga pada larutan alkohol. Setelah hidrolisis ditemukan valeric dan asam valeric diantara kandungan lainnya. Produk terurai/rusak yang utama dari valepotriates adalah baldrinal akan berwarna kuning. Baldrinal berasal dari valtrate dan acevaltrate; homobaldrinal dari isovaltrate. Baldrinal secara kimia bersifat reaktif dan dapat menjadi bentuk polimer.
V. officinalis mengandung 0,8-1,7% valepotriates, terdiri atas valtrate dan isovaltrate dengan perbandingan 1:1 – 1:4. V. Wallichii mengandung 1,8 – 3,5% valepotriates. Selain valtrate dan isovaltrate, didrovaltrate juga terdapat dalam spesies ini. Dua tipe kimia yang membedakan V. Wallichii: tipe monoena dan diena. V. Edulis paling kaya valepotriates (8,0-12,0%). Valtrate, isovaltrate, acevaltrate, didrovaltrate dan IVHD juga ada dalam V. Edulis. Valerosidate, suatu glikosida iridoid, ditemukan pada V. officinalis (hingga 1,5%) dan pada V. Wallichii (hingga 5%). Valepotriates tidak hanya terdapat pada spesies Valeriana tetapi juga pada spesies Centranthus. Sebagai tambahan, keduanya tidak hanya terdapat pada bagian di bawah tanah saja dari tumbuhan tetapi juga pada daun spesies Valeriana dan Centranthus.
V. officinalis mengandung seskuiterpen siklopentana yang khas yang merupakan karakteristiknya. Pada minyak esensial valerenal, valerenol dan asetat,isovalerate dan ester hexanoat, dan sedikit asam valerenic dan metilester asam valerenic telah teridentifikasi. Yang penting dari seskuiterpen siklopentana tidak mudah menguap adalah derivat asam valerenic: valerenic, acetoxyvalerenic dan asam hidroksivalerenic. Dua hal utama kandungan yang spesifik dari V. officinalis, sementara yang ketiga adalah kemungkinan terbentuk bila kondisi akar tidak sesuai, misalnya kondisi di bawah tanah terlalu lembab. Oleh karena itu asam hidroksivalerenic diproduksi dari asam acetoxyvalerenic. Kandungan dari derivat asam valerenic antara 0,05% (pada tumbuhan liar) hingga 0,9% (pada tumbuhan yang dibudidaya). V. Wallichii dan V. Edulis kekurangan seskuiterpen siklopentananya.
Bertolak belakang dengan valepotriat, derivat asam valerenat stabil secara kimiawi. Di masa depan, mereka mungkin merencanakan aturan penting dalam standarisasi dan preparat valerian yang diambil dari V. officinalis. Menggunakan garis pedoman dari German Pharmacopeia (edisi 9), Schimmer dan Roder meneliti akar dan tinktur valerian. Asam valerenat dideteksi dengan metode KLT dalam 19 tanaman komersial dari jenis V. officinalis. Dari dua produk yang mengandung ekstrak dari V. wallichii Dc dan V. edulis Nutt. ssp. procera, senyawa ini tidak dapat dideteksi. Asam valerenat juga dideteksi di beberapa ekstrak air yang disiapkan sendiri dan dalam tinktur komersial. Satu kekurangan dari metode KLT adalah bahwa hanya derivat asam valerenat yang bisa diteliti atau diuji. Suatu alternatif mungkin ditemukan dalam metode HPLC langsung, yang mana derivat asam valerenat, valepotriat demikian juga baldrinal dapat dideteksi dalam sekali elusi.
Akhirnya, dalam bagian bawah tanah dari V. officinalis, ditemukan beberapa alkaloid (0.05-0.1 %) : aktinidin, 8-metoksiaktinidin (valerianin) dan naptiridilmetilketon telah ditemukan demikian juga beberapa yang lain, yang belum teridentifikasi. Selanjutnya, asam isoferulic, asam γ-aminobutyric, asam lemak bebas dan asam karbolik rantai pendek, telah diisolasi. Di dalam daun V. officinalis, telah ditunjukkan keberadaan 4 flavonoid tersebut. Dari akar V. wallichii, 2 isomer dari lanarine isovalenat dan asam 4-metoksi-8-pentyl-1-naptolat, telah diisolasi.
Perbedaan dari metabolit sekunder antara 3 jenis valeriana yang telah digunakan secara medis, secara langsung menunjukkan bahwa preparat farmasetis dari masing-masing obat mentah berbeda jauh dalam hal komposisi kimiawinya. Meskipun demikian, tuntutan hukum tidak ada dalam hal ini. Tetapi, beberapa perusahaan telah menstandarisasi produk mereka baik pada valepotriat maupun pada derivat-derivat asam valerenat. Preparat valerian dengan kandungan valepotriat terstandar kebanyakan disiapkan dari V. wallichii dan V. edulis karena spesies-spesies ini relatif mengandung banyak valepotriat. Derivat asam valerenat yang telah terstandarisasi adalah terbuat dari V. officinalis.
Faktor lain yang penting adalah bentuk dosis. Saat teh herbal disiapkan dari ekstraksi akar valerian dengan air panas, valepotriat tetap ada di akar hingga 60 % dan hanya 0.1 % yang dapat diambil dari teh tersebut. Dalam penelitian lain menggunakan akar dari V. officinalis, tidak ada valepotriat yang bisa dideteksi dalam tehnya, dimana derivat valerenat terdapat. Hal ini membawa pada kesimpulan bahwa teh dari akar V. officinalis secara praktis tidak akan mengandung baldrinal. Untuk jenis valerian lain (yang umumnya digunakan dalam bentuk teh), tidak ada data yang tersedia dalam hal ini. Namun, sebagaimana V. wallichii dan V. edulis mengandung sejumlah valepotriat yang lebih banyak daripada V. officinalis, sehingga tidak dapat diasumsikan bahwa teh yang berasal dari V. wallichii dan V. edulis yang tidak mengandung baldrinal.
Tablet dan kapsul valerian mengandung sejumlah kecil ( ≤ 1 mg) sebagian baldrinal. Tinktur yang berasal dari V. officinalis tidak mengandung valepotriat setelah 3 minggu preparasi, karena kestabilan yang rendah dari senyawa ini dalam larutan etanolik. Dalam pandangan terhadap degradasi yang cepat ini, tidak mengejutkan bahwa tidak ada baldrinal yang dapat ditemukan dalam tinktur komersial yang tersedia. Hal tersebut diasumsikan bahwa reaksi baldrinal membentuk kondensasi dengan konstituen lain dari tinktur.
Farmakologi & Penggunaan
Akar valerian telah digunakan oleh bangsa Yunani dan Romawi sebagai duretik, anodin dan agen spamolitik. Di abad ke 17 penggunaannya untuk penyakit epilepsi. Pada abad ke 18 digunakan untuk sedativa. Valerian sering digunakan bersama Bromida, Kloralhidrat dan Phenobarbital, untuk perawatan histensia dan kepanikan. Juga digunakan sebagai karminativa. Valepotriat telah diterapkan untuk merangsang gangguan psikovegetatif dan psikosomatik di dalam kasus kelelahan, menjelang kematian dan ketegangan.
Dewasa ini, sediaan velarian digunakan untuk merawat neurasthenia dan stress dikarenakan emosional. Indikasinya adalah gangguan tidur dan kejang di daerah gastrointestinal. Sebagai akibat dari ketegangan tersebut, Valeria wallichii digunakan di dalam pengobatan Ayurveda, contohnya digunakan sebagai sedativa.
Dekade ini banyak penelitian difokuskan di bidang farmakologi dari ekstrak valerian dan konstituen isolasinya. Terutama minyak atsiri dan konstituen bernama bornyl asetat dan bornyl isovaleriat bertanggung jawab terhadap efek sedatif sediaan valerian, tetapi kemudian tidak nampak terhitung kadar aksi sebagai obat. Walaupun beberapa alkaloid dari akar valerian telah diketemukan menunjukkan efek sedatif di tikus, tetapi alkaloid tersebut belum menunjukkan aktivitas biologis yang signifikan dikarenakan konsentrasi sediaan valerian tersebut yang kecil. Ekstrak air dari akar valerian hanya menunjukkan efek sedatif di laboratorium hewan saat dosis ekstrim.
Setelah mengkarakterisasi dan menconakan aktivitas biologi dari valepotriat pada akhir 1960 dan awal 1970, banyak peneliti lebih memfokuskan pada kandungannya. Campuran berbagai macam valepotriat, pada ekstrak Valeria wallichii, ditemukan menyebabkan efek sedatif pada mencit. Tambahannya adalah, ditemukannya efek spamolitik dari valepotriat di otot halus guinea pig. Pengurangan secara spontan aktivitas lokomotor dari mencit juga dapat dijabarkan setelah valepotriat dipejankan. Pada percobaan di otak tikus, perubahan elektroenchepalogram (EEG) dapat dijelaskan setelah pemejanan valepotriat. Pemejanan valepotriat secara oral hanya fraksi kecil saja yang diabsorpsi. Tidak ada yang dapat membuktikan bahwa faktor konsentrasi dengan efek farmakologi memiliki hubungan di pusat sistem saraf setelah pemejanan oral. Penelitian neuro fisiologi menggunkan kucing setelah diberika valepotriat atau ekstrak calerian secra oral, tidak merubah EEG yang diamati di pusat efek sedatif. Otot tonus dari binatang uji berkurang. Hal tersebut dapat disimpulkan oleh Kriegstein dan asistennya bahwa valepotriat, asam valerenat, valeranon tidak sebaik minyak atsiri valerian, tidak memiliki efek pada pusat depresan, karena kandungan ini tidak ditemukan untuk meningkatkan pnurunan peredaran gula di otot tikus.
Hal ini mulai dilakukan dari tahun 1950-an hingga 1960-an yang menerangkan bahwa asam valerinat yang bermanfaat sebagai spasmolitik, dan valeranon mempunyai efek sebagai antikonvulsive, hipotensi dan sedatif. Selahjutnya, hubungan dengan spesies Nardostachys jatamanci DC, dimana digunakan di Asia untuk pengobatan pada penyakit sistem susunan syaraf, dimana didalamnya terdapat valeranon tetapi sedikit valepotriat. Selanjutnya khasiat farmakologi dari valeranon dipertegas; valerenal dan asam valerinat juga ditemukan untuk mengaambarkan pusat depresan dan khasiat spasmolitik.
Hal ini sering disebut “Syndrome Test”, dimana beberapa gejala diobservasi pada tikus setelah pemejanan senyawa uji. Efek depresan secara umum ditemukan untuk beberapa konstituen dari minyak atsiri V. officinalis. Untuk asam valerenat, non spesifik efek pusat depresan dapat ditemukan pada pemakaian intra peritonial pada tikus. Pada dosis di atas 100 mg/kg BB, efek ditemukan pada rotarod test dan traction test. Aktivitas spontan lokomotor dari tikus berkurang pada dosis 50 mg/kg asam valerinat.Pada dosis ini perpanjangan barbiturat,meningkatkan waktu tidur.
Efek psikotropik dari “Hokkai-Kisso”, contohnya akar dari valerian jepang, dibandingkan dengan diazepam dan imipramine. Secara po, ekstrak etanolik dari akar valerian memperpanjang heksobarbital-induksi tidur, dan menurunkan spontan ambulasi pada tikus. Dan juga, ekstrak tersebut berkebalikan dengan reserpin-induksi hipotemia pada tikus. Hasil itu mengindikasikan bahwa ekstrak valeria berfunsi pada sistem saraf pusat dan sebagai antidepresan.
Pada penelitian bangsa Jepang lain, korelasi antara kandungan dari valepotriat dan aktivitas farmakologi dari beberapa akar valerian teruji. Akar valerian dari Nepal dan Cina mengandung jumlah cukup besar valepotriat menunjukkan aktivitas nonsedativa, sedangkan akar valerian Jepang yang mengandung sedikit valepotriat menghambat stress- menginduksi ulcer formation dan memperpanjang heksobarbital- meningkatkan tidur pada tikus. Ketika ekstrak Hokkai-Kisso difraksinasi dan efek dari masing-masing fraksi pada peningkatan heksobarbital-induksi anestesia di tes, Kessyl glikol diasetat, kessyl glikol 8-asetat dan kessyl glikol 2-asetat, didapatkan sebagai zat aktif. Peningkatan heksobarbital-induksi anestesia oleh kessyl glikol diasetat diasumsikan dapat menghambat efek pada SSP. Bagaimanapun, kessyl glikoldiaseta menunjukkan tidak ada aksi penghambatan pada stress-induksi produksi ulcer.
Derivat dari kessoglikol, kessoglikol 2-asetat-8-asilat, kessoglikol 8-asilat dan kessoglikol 2,8-diasilat yang disipkan untuk memeriksa efek sedatif pada tikus dibandingkan dengan kessoglikol 2,8-diasetat. Penggunaan perpanjangan heksobarbital-peningkatan waktu tidur, hubungan struktur aktivitas dengan senyawa ini tidak ditemukan kessogikol 8-monoasetat mempunyai aksi sedatif dan lebih poten daripada kessoglikol asetat.
Invitro, asam valerinat menghambat metabolisme dari neurotransmitter asam γ-aminobutirat (GABA). Penelitian ini bisa digunakan sebgaia acuan untuk uji in vivo, sejak kosentrasi tinggi dari hasil GABA pada depresi dari SSP. Pada studi invitro lain menunjukkan interaksi dengan reseptor GABA dengan otak tikus, keduanya hidroalkohol dan ekstrak air total yang terkandung dari akar V. officinalis sama pada fraksi air didapatkan dari ekstrak hidroalkoholik menunjukkan afinitas dari reseptor GABA-A. Aktivitas ini dapat dikorelasikan dengan seskuiterpen atau valepotriat.
Fraksi philic ekstrak hidroalkoholiksama baik dengan dididrovaltrat menunjukkan aktivitas lebih luas dan reseptor barbiturat dan benzodiazepin. Kelihatan dari interaksi unsur yang dikenal menyajikan secara keseluruhan dari ekstrak dengan GABA-A reseptor yang ada secara keseluruhan suatu basis molekul untuk obat penenang dengan efek yang teramati pada mausia dan binatang percobaan. Itu ditunjukkan dari ekstrak yang menggunakan air dan bagian dari V. officinalis yang menginduksi pelepasan [H]-GABA pada otak tikus pada baris GABA dengan proses pertukaran. Harus ditambahkan, bahwa bagaimanapun yang terkait data invitro dan invivo telah terjamin.
Baru-baru ini tersedia suatu valerian ekstrak akar dari preparat V. officinalis dan standar asam valerinat dari suatu produk modern, dosis yang terkait pemberian obat secara po pada tikus yang mengikut suatu pemberian. Reduksi di dalam motilitas dan suatu peningkatan dari induksi tiopental digunakan parameter sedatif, sedang dibandingkan dengan diazepam dan klorpromazin, ekstrak hanya menunjukkkan anti konvulsi yang lemah.
Minyak akar valerian murni dan campuran yang mudah menguap (borneol, isoborneol, bornyl asetat dan isobornyl asetat) digunakan sebgai aromaterapi, juga merupakan suatu efek obat penenang, dengan cara inhalasi yang menyangkut monoterpen. Tetapi satu-satunya bukti tentang ini datang daro eksperimen binatang.
Di beberapa banyak uji klinis, dengan berbagai variasi valaerian optimal mencakup sedatif lemah dan kuat. Itu perlu bagaimanapu yang perlu dicatat didalam uji sutua secara umum adalah lebih optimal, dan bahwa komposisi ekstrak kimia yang digunakan kurang murni.
Di dapat fakta bahwa riset terhadap valerian masih belum jelas campuran mana yang adalah bertanggung jawab untuk obat sebagai sedatif. Telah diusulkan dari suatu kombinasi yang bertanggung jawab untuk efek dan penurunan produk asli murni yang dapat menjadi suatu peran. Bagaimanapun yang telah disimpulkan oleh Hazelhoff. Yang menjadi peran transquilizing efek dari preparat valerian, bisa dianggap secara total terutama dalam kaitannya dengan efek berupa (spasmolisis) pada efek pusat secara nyata.
Selanjutnya untuk proporsi sedatif dan spasmolitik beberapa lainnya sebagai aktiviat biologi dari V. wallchii menyebutkan adalah bahwa suatu air yang mengandung ekstrak daun menunjukkan aktivitas antipiretik pada tikus. Minyak dari akar tanaman tersebut ini memiliki suatu antimikrobial lemah dan efek antimitotik.
Dari Cina tersebar pasien yang terkena infeksi dengan tersebar rotavirus enteritis (radang usus disertai memar menyebabkan diare berat pada anak). Telah berhasil disembuhkan dengan suatu bahan yang berasal dari tanaman yang berupa jamu dari V. wallichii sebagai antipiretik dan antidiare. Jamu tersebut dapat mempengaruhi pada pemberian pentinga setelah 72 jam perawatan.
Farmakokinetika
Valepotriat menunjukkan suatu penyerapan gastro intestinal sangat lemah setelah pemberian oral. Berikutnya pemberian oral dari valtrate atau isovaltrate yang diturunkan ke tikus, 2 % didegradasi ke badrinal. Berlawanan dengan valepotriat, penurunan produk homobaldrinal dari penyerapan secara po diaplikasikan pada tikus sebanyak 71 % terhadap dosis pemberian di dalam air seni dari baldrinal gukoronid. Semenjak tidak adanya homobaldrinal yang berubah yang dapat ditunjukkan dalam cairan tubuh atau dalam sampel liver yang diikuti dengan pemberian secara oral, komponen tersebut nampak pada first pass metabolisme.
Setelah pemberian oral, intravena ataupun intraduodenal pada tikus, dihidrovaltrat diabsorbsi dalam bentuk yang tak berubah. Tetapi bagaimanapun juga komponen utamanya telah diubah menjadi produk polimer.
Profil Efek Samping
Data pada hewan secara umum
Data toksisitas isolat konstituen dari valerian hanya terbatas pada tikus. Setelah injeksi intraperitonial diketahui LD50 untuk valtrat sebesar 64 mg/kg berat tubuh, 125 mg/kg berat tubuh dari divaltrat, dan 150 mg/kg untuk acevaltrat. Menurut pemberian secara oral, tidak menunjakkan adanya toksisitas akut pada dosis diatas 4600 mg/kg dari valtrat, didrovaltrat dan asevaltrat. Asam valerinat yang diinjeksi secara intraperitonial, mampu menginduksi kejang pada dosis 150-200 mg/kg, dan kejang (konvulsi) terlihat pada dosis 400 mg/kg. Dan pada dosis terakhir tersebut bisa menimbulkan kematian.
Data Pada Manusia Secara Umum
Tidak ada reaksi efek samping yang signifikan yang dilaporkan menyangkut pemberian valerian pada pengobatan. Hal yang sama juga ditunjakkan pada studi klinik pada penggunaan ekstrak valerian tersebut. Toksisitas akut pada sediaan valerian juga dianggap sangat kecil. Tetapi bagaimanapun juga, studi tentang toksisitas kronis ataupun subkronis, masih sangat kurang sehingga perlu dilakukan, terutama valepotriat dan produk degradasinya, baldrinal, yang mungkin bisa menyebabkan efek yang tak diinginkan (mutasi ataupun karsinogenik). Secara terpisah, ketika sediaan valerian akan digunakan untuk waktu yang lama, perlu diperhitungkan adanya resiko yang muncul.
Reaksi Alergi
Pada prinsipnya, obat yang mengandung minyak atsiri bisa menimbulkan alergi. Tetapi pada spesies Valeriana ini, reaksi alerginya belum dijelaskan.
Reaksi Kardiovaskular
Pada dosis yang tinggi, dikatakan bahwa valerian bisa menyebabkan gangguan fungsi jantung, tetapi belum ada referensi yang pasti yang bisa mendukung hal ini.
Reaksi di Sistem Syaraf Pusat
Roth dkk menyebutkan beberapa reaksi di sistem saraf pusat. Akan tetapi, belum pernah ditemukan referensi original tentang hal tersebut. Pada dosis tinggi, valerian dapat menyebabkan depresi terhadap SSP. Minyak valerian kemungkinan dapat menyebabkan menurunnya eksitabilitas dari otak dan spinal cord. “ Light stupefaction” kemungkinan juga disebabkan oleh asam isovalerenat. Efek lain dari valerian, diantaranya menyebabkan sakit kepala, agitasi, kelelahan, insomnia dan kemungkinan sebagai efek lanjut, yakni mengganggu fungsi jantung. Akan tetapi, tidak cukup bukti untuk nenyatakan peringatan terhadap sediaan valerian, kecuali mereka menyediakan alkohol dengan jumlah yang substansial, dengan label peringatan dapat mengganggu kemampuan berkendara dan resiko penggunaan sediaan valerian tidak didokumentasikan.
Reaksi Gastrointestinal
Dari kontak valepotriat dan badrinal saluran gastrointestinal, tidak disebutkan efek mutagenik lokal (lihat juga di bawah mutagenisitas dan karsinogenisitas).
Menurut Roth dkk, terjadi penghambatan tonus dan motilitas bowel ditemukan pada hewan katak dan kelinci, tetapi referensi originalnya juga tidak disebutkan.
Reaksi Hematologi
Efek sitotoksik dari valepotriat dengan epoksida diujikan pada sel progenitor tulang sumsum tikus secara invitro. Tetapi efek tersebut tidak ditemukan secara invibo. Telah dibuktikan pula bahwa distribusi komponen tersebur disitkulasi adalah kecil, hal tersebut dimungkinkan karena besarnya “first pass efect”.
Reaksi Hepatik
Produk yang mengandung valerian pada sekarang ini telah dihubungkan dengan reaksi hepatotoksik, tetapi kebanyakan produk tersebut juga mengandung bahan herbal lain yang kemungkinan bertanggung jawab terhadap efek tersebut. Juga, efek mutagenik pada liver oleh valepotriat dab baldrinal tidak disebutkan ( liat mutagenisita dan karsinogenisitas).
Reaksi Obat
Asam valerenat, valeranone, minyak atsiri dan ekstrak akar valerian telah menunjukkan dapat meningkatkan induksi barbiturat terhadap waktu tidur mencit. Hal ini mengindikasikan bahwa efek terhadap penekan SSP dapat ditingkatkan oleh konstituen valerian.
Melalui tes rotarod pada tikus, larutan murni dari valepotriat dari akar valerian memiliki aksi antagonis yang melawan efek hipnotik pada alkohol. Efek anastesi pada alkohol dapat diperpanjang oleh larutan ini pada dosis yang tinggi. Dosis yang tinggi dari valtrat memperpendek efek anastesia pada etanol, akan tetapi asevaltrat pada dosis tinggi memperpanjang efek ini. Efek antagonis valtrat pada efek narkosis etanol telah ditemukan pada tikus.
Penelitian terhadap sukarelawan menunjukkan secara langsung adanya efek yang sinergis pada penggunaan secara bersamaan antara valepotriat dan alkohol. Penggunaan secara oral dari valepotriates (valtrate, acevaltrate, didrovaltrate 200-400mg) meningkatkan kemampuannya kombinasinya dengan etanol diharapkan dapat menurunkan efisiensinya namun hal ini tidak ditemukan. Valtrate tidak mempengaruhi tinggi aliran dari kurva darah yang mengandung alkohol.
Fertilitas,masa kehamilan,dan menyusui
Tidak terdapat literature yang mengungkapkan bahwa valerian atau isolatnya dapat mempengaruhi fertilitas. Sediaan valerian telah dipertimbangkan aman bila digunakan pada masa kehamilan dan menyusui. Menurut pemerintah Australia.valerian berada pada kategori A yaitu obat-obat yang sering digunakan pada wanita hamil dan wanita-wanita usia melahirkan tanpa terjadinya peningkatan frekuensi kecacatan dan efek-efek berbahaya lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung pada janin.
Penelitian terbaru terhadap efek larutan valepotriate pada Ibu dan keturunan telah dilakukan pada tikus. Penggunaan valepotriate selama 30 hari tidak merubah siklus estrus dan lama periode suatu fase estrus serta tidak merubah indek fertilitas. Penelitian fetotoksisitas dan pengujian secara eksternal juga menunjukkan hasil yang sama, meskipun penelitian secara internal menunjukkan adanya kenaikan jumlah perlambatan osifikasi (pembentukan tulang) setelah pemberian dosis tinggi (12-24 mg/Kg). Tidak terdapat perubahan yang terdeteksi pada perkembangan keturunan setelah pemberian selama kehamilan.valepotriate menyebabkan hypothermizant pada ibu setelah pemberian secara intraperitonial, namun hal tersebut tidak terjadi pada pemberian secara oral. Umumnya, penggunaan valepotriates menginduksi terjadinya beberapa perubahan setelah pemberian secara intraperitonial, akan tetapi pemberian secara oral tidak berbahaya pada tikus hamil dan keturunannya.tingkat baldrinal juga tidak ditemukan.
Mutagenesis dan karsinogenesis
Valepotriate memiliki sifat alkalis, gugus epoxy yang terdapat padanya yang bertanggung jawab terhadap hal tersebut. Sifat sitotoksiknya dapat melawan kultur tumor sel in vitro. Mekanisme sifat sitotoksik diperkirakan karena interaksi valepotriate dengan thiol yang berisi enzim. Efek sitotoksik dari valepotriate pada kultur hepatoma telah dihitung dengan komponen tanpa SH seperti sistein dan gluthion. Dalam penambahan, valepotriat menghambat sintesis DNA dan protein. Senyawa sitotoksik juga dikenal pada baldrinal.
Valtrat dan didrovaltrat telah menunjukkan aksi sitotoksik kuat terhadap kultur sel hepatoma. Senyawa dengan gugus bebas thiol (cth glutathione) dapat melawan efek sitotoksik valepotriat. Hal ini mengindikasikan bahwa nukleofil biologis intraselular dapat melindungi sel terhadap efek merugikan dari valepotriat dengan ikatan kovalen dan non kovalen. Valepotriat menghambat baik DNA maupun protein dalam sel hepatoma. Dengan scanning dan tracroskop transmisi elektron, perubahan mrofologi dari sel-sel hepatoma (bentuk, ukuran dan luas permukaan) sama seperti perubahan ultrastruktural intraselular ditemukan setelah inkubasi dengan valtrat dan didrovaltrat.
Valtrat, isovaltrat, dan dihidrovaltrat merupakan senyawa mutagenik pada Salmonella typhimurium stran TA 100 dan pada 2 strain E. coli dalam kemunculan sistem aktivasi metabolisme. Degradasi produk baldrinal dan homobaldrinal merupakan senyawa mutagen pada Salmonella strain TA 98 dan TA 100 tanpa aktivasi metabolisme. Senyawa-senyawa tersebut juga menunjukkan aktivitas genotoksik langsung dalam SOS-chromotest.
Belum jelas apakah besar efek racun tersebut pada mamalia, setelah terprjani sediaan yang mengandung valepotriat. Seperti yang telah disebutkan, valepotriat diserap dalam bentuk aslinya. Dalam saluran gastrointestinal, baldrinaldan poliemr-polimer yang mungkin dibentuk dari valepotriat. Kemudian baldrinal dengan dapat terglukoronidasi dalam liver. Metabolit yang berasal dari titik tersebut tidak mutagenik. Bagaimanapun, akibat kontak divalepotriat dan baldrinal dengan lambung dan dinding usus, saluran cerna dan hati adalah organ target utama yang dapat terkena efek mutagenik. Hal ini mungkin terjadi ketika sediaan valerian digunakan dalam jangka waktu yang lama, dan sering. Namun, sampai saat ini masih kurang penelitian penggunaannya dalam jangka waktu lama. Sehingga, kemungkinan resiko tidak dapat diketahui. Dalam hal ini, mungkin dapat mengganti sediaan valerian dengan yang lebih potensial khasiatnya seperti valepotriat atau baldrinal.
Selasa, 15 Februari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ayo tulis komentar donk